"Cepet amat... Baru juga ketemu" saut lena, mamanya vina.
"Gampanglah... Besok ato lusa masih bisa kita ketemuan" balas mamanya nia, rina.
"Da nia..."
"Da.. Da.. vina"
Mereka pun melangkah pergi menuju parkiran mobil, seiring menjauhnya langkah dari kelas TK matahari, secepat itu pula vina dan mama-papanya memasuki kelas matahari.
Sesampainya di parkiran nia dan mamanya bertemu dengan orang tua murid yang juga merupakan teman keduanya. Mereka terlibat percakapan singkat, saking singkatnya terkesan basa-basi dan membuang waktu dengan percuma.
Nia dan mamanya pun berlalu... Memasuki mobil sedan empat pintu.
Di tengah perjalanan menuju rumah eyang nia, mamanya tidak bisa menyembunyikan rasa senang dan bahagia. Putri semata wayang nya telah besar, nilai sekolahnya bagus dan semua guru sangat menyukainya. Maklum saja, nia sudah terbiasa mandiri sejak umur 3 tahun. Tidak ada yang menyusahkan selama sekolah dan bermain bersama teman-teman sebayanya.
Ditengah macet jalanan kota jakarta dan teriknya matahari menjelang siang, sempat dipecahkan dengan beberapa pertanyaan yang keluar dari bibir nia.
"Bu... Nia tidak punya bapak ya?"
Astaga... Pikiran apa pula yang telah merasuki putri tercinta? Seperti tersambar petir di siang bolong.
"Koq nia bicara begitu?" Tangan kiri ibu pun ikut mengelus kepala nia. "Nia lupa ya? Kan bapak lagi kerja diluar kota"
"Oiya... Ya.. nia lupa" jawab nia dengan penuh harap agar ayahnya ada disisinya. Mungkin ini sebuah pengalaman yang pertama dalam perjalanan hidupnya, yang seharusnya dapat dihadiri oleh kedua orang tuanya. Saat pentas seni akhir tahun dan penerimaan rapot.
"Nia kangen ama bapak?" Tanya ibu sambil menenangkan pikiran putrinya dan sesekali memajukan kendaraan di tengah macetnya kota jakarta.
"Iya, nia kangen. Tadi disekolah nia liat, semua temen-teman diantar ama bapaknya..."