Mohon tunggu...
吳明源 (Jonathan Calvin)
吳明源 (Jonathan Calvin) Mohon Tunggu... Administrasi - Pencerita berdasar fakta

Cerita berdasar fakta dan fenomena yang masih hangat diperbincangkan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Jalan Tengah antara Patriarki dan Feminisme

23 Mei 2020   01:00 Diperbarui: 25 Mei 2020   21:02 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi feminisme. (sumber: KOMPAS/TOTO SIHONO)

Akhir-akhir ini, karena pandemi, banyak orang yang berada di rumah baik itu bekerja dari rumah hingga belajar dari rumah. Sejalan dengan kondisi saat ini, banyak orang yang mengonsumsi baik hiburan hingga pengetahuan via daring. 

Salah satu sarana untuk memperoleh keduanya adalah Youtube dimana terdapat kanal (channel) yang menyajikan hiburan dan ada yang menyajikan pengetahuan. 

Pada saat inilah, para kreator kanal (channel) di Youtube semakin aktif untuk membagikan konten-konten guna memanjakan para pengikut atau biasa dikenal subscriber nya. Namun, dari Youtube pula muncul kanal (channel) yang mengandung kontroversi dan pergunjingan banyak orang. 

Salah satunya, baru-baru ini yang menampilkan konten prank dengan memberikan kardus berisi sampah kepada para kaum transpuan atau biasa disebut waria. Setelah muncul di Youtube, konten tersebut tak pelak menjadi bahan perguncingan bahkan konten tersebut juga "dihadiahi" sumpah serapah dari warganet.

Meskipun banyak warganet dan warga Indonesia yang mengecam tindakan tersebut, namun saya lebih fokus dan menyoroti keluarga si pelaku karena menurut apa yang dia perbuat saat ini tentu karena bagian dari eksistensinya sebagai seorang anak muda hanya saja berada di lingkungan dengan tujuan yang kurang tepat. Untuk itu, demi mencegah motif serupa, diperlukan peningkatan peran setiap keluarga.

Peran apa yang harus ditingkatkan di keluarga? 

Salah satunya mengenai metode parenting dan hal- hal apa saja yang harus diberikan kepada pemahaman anak.

Lantas, metode parenting seperti apa yang dapat dikenalkan kepada anak? 

Salah satunya adalah metode Neutral Gender Parenting. Metode ini merupakan metode pengasuhan (parenting) yang berfokus pada pembelajaran dan perkembangan anak yang tidak mengindahkan peran gender. 

Metode pengasuhan tersebut juga dapat diartikan sebagai dukungan terhadap seorang anak untuk bermain, berpakaian, dan berekspresi bebas dari ekspekstasi sosial. 

Archie Harrison Mountbatten-Windsor-Prince Harry-Meghan Markle (kolase. Diolah dari foto Getty Images)
Archie Harrison Mountbatten-Windsor-Prince Harry-Meghan Markle (kolase. Diolah dari foto Getty Images)
Orangtua yang menjalankan metode pengasuhan ini juga memberikan pemahaman yang liberal kepada anak dimana anak diberikan kebebasan memilih atau menurut NBC News dengan cara yang lebih ekstrim, para orangtua tidak memberitahukan jenis kelamin anak agar anaknya dapat menemukan jati dirinya apakah ia laki-laki atau wanita . 

Di sini, orangtua hanya memperkenalkan semua budaya kepada seorang anak dan melalui metode ini baik seorang pria ataupun wanita dewasa yang telah mengenal budaya (pakaian, permainan, sifat).

Masing-masing diharapkan dapat saling menghargai jenis kelamin apapun sehingga dapat mengikis sistem patriarki (sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi).

Ini juga sekaligus juga mengikis gerakan feminisme (sebuah gerakan dan ideologi yang memperjuangkan kesetaraan bagi perempuan dalam politik, ekonomi, budaya, ruang pribadi dan ruang publik) yang berlebihan karena semua manusia memperoleh penghargaan yang sama tanpa memandang jenis kelamin.

Begitu pula dengan pihak sekolah yang menganut Metode neutral gender, sekolah tidak hanya mengenalkan permainan atau jenis pakaian tertentu pada siswa. 

Para siswa diberikan kebebasan memilih pakaian seperti apa dan permainan seperti apa yang nyaman mereka kenakan dan mainkan tanpa memandang status gender. 

Melalui Metode Neutral Gender, para anak perempuan misalnya dapat hidup tanpa harus memanggul beban berupa "norma dan standar" yang ada sedangkan para lelaki dapat lebih mengendalikan emosinya tanpa takut disebut banci atau feminis

Namun, metode parenting ini menimbulkan sedikit kontroversi dikarenakan masyarakat yang belum terbiasa akan mengasingkan anak-anak hasil metode parenting Neutral Gender yang tentunya akan menimbulkan banyak pertanyaan pada anak mengapa ia dikucilkan. 

Seperti dilaporkan Quartz dikutip dari Journal of Experimental Child Psychology menyimpulkan taman kanak-kanak  di Swedia yang menerapkan gender-neutral system menghasilkan para siswa yang dapat berinteraksi sosial lebh baik, lebih terbuka terhadap berbagai kesempatan, dan lebih sukses saat masa dewasa. 

Di samping itu, menurut Journal of Adolescent Health, anak-anak yang memperoleh ekspektasi gender ketat dapat meningkatkan risiko kesehatan mental dan fisik saat masa dewasa.

Gagasan mengenai Gender Neutral telah banyak diterapkan di beberapa negara seperti Swedia yang menggunakan kata ganti "hen"sejak 2012 sebagai sebutan bagi mereka yang menerapkan gender neutral. 

Tidak hanya di Swedia, 6 negara bagian di Amerika Serikat (California, Colorado, Michigan, New Jersey, Oregon, dan Washington) dan 2 kota (New York dan Washington, D.C) juga mengijinkan orangtua mencantumkan jenis kelamin X untuk anaknya yang menggunakan metode pengasuhan ini

Mengapa penting di Indonesia?

Selain oleh beberapa negara di atas, gagasan ini juga didukung oleh tokoh-tokoh publik seperti aktris dunia Angelina Jolie dan Kate Hudson serta Duchess of Sussex, Meghan Markle

Secara rata-rata, mereka yang menerapkan gagasan ini sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidasketaraan gender yang memberikan kepercayaan pada sistem patriarki sebagai sistem sosial yang memegang pengaruh besar di berbagai bidang seperti politik hingga ekonomi. 

Adapun dari ketiga artikel opini Geotimes, Media Indonesia, dan Jurnal Perempuan sepakat mengungkapkan bahwa menguatnya sistem patriarki di masyarakat berbanding lurus dengan peningkatan angka kekerasan terhadap perempuan. 

Berdasarkan CATAHU  (Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan) 2019 yang diterbitkan Komnas Perempuan, kasus kekerasan terhadap perempuan di tahun 2019  meningkat hingga 431.471 dari tahun sebelumnya 406.178. Tidak hanya itu, dalam 12 tahun terakhir kasus kekerasan perempuan juga meningkat sebanyak 792%.

Di samping gerakan feminisme yang membela kaum perempuan, nyatanya metode neutral gender dapat menjadi penengah diantara sistem patriarki yang mendominasi dan gerakan feminisme yang sedari dulu telah didengungkan dan diharapkan metode ini juga memunculkan penghargaan pada mereka yang tidak termasuk keduanya (kaum transpuan atau biasa disebut waria) yang juga menjadi kaum minoritas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun