Istilah Phubbing dipopulerkan melalui artikel berjudul Phubbed and Alone: Phone Snubbing, Social Exclusion, and Attachment to Social Media dalam Journal of the Association for Consumer Research yang ditulis oleh Meredith David dan James A. Roberts. Dalam artikelnya, David dan James menuturkan ketika seseorang mengalami phubbing, maka dapat dikatakan orang tersebut dikucilkan secara sosial.
Ketika orang tersebut merasa dikucilkan, maka media sosial akan menjadi pelarian orang tersebut sebagai ajang untuk mengeluarkan rasa memiliki yang tidak tercurahkan karena di dalam dunia maya, seseorang dapat memperoleh apa yang tidak diperolehnya di dunia nyata.
Solusi Penyelesaian
Dalam artikel berjudul The measurement of nonverbal immediacy yang ditulis Andersen dan Jensen dan dikutip dalam artikel Phubbing: A Technological Invasion Which Connected the World But Disconnected Humans, untuk menghindarkan seseorang dari fenomena phubbing, diperlukan interaksi tatap muka secara intens dikarenakan interaksi tatap muka dapat mengindikasikan kehangatan hubungan antar individu melalui bantuan non-verbal.
James A. Roberts yang juga menulis buku Too Much of a Good Thing: Are You Addicted to Your Smartphone? menyarankan untuk menyediakan area dan waktu bebas gawai (gadget) dimana dalam area dan waktu tersebut dapat dimaksimalkan untuk interaksi dengan lingkungan sekitar.
Selain itu, juga dapat dibuat kontrak sosial dengan keluarga, teman, ataupun rekan sejawat terkait penggunaan gawai (gadget) saat berkumpul ataupun menggunakan aplikasi yang dapat memantau serta mengontrol penggunaan gawai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H