Memasuki zaman dimana Generasi Millenial (Generasi Y) dan Generasi Centennial (Generasi Z ) berada tentunya tidak dapat dilepaskan dari satu hal yang teramat vital bagi mereka, gawai. Gawai atau biasa disebut gadget telah menjadi kebutuhan primer kedua generasi tersebut dengan berbagai macam multifungsinya.
Bagaikan sebilah pedang, gawai pun juga memiliki 2 sisi yang saling melengkapi baik sisi positif dan negatif dimana dari sisi positif, gawai dapat menjadi sarana untuk mencari informasi lebih.
Namun, di sisi lain, gawai dapat mengalihkan fokus penggunanya. Dimana menurut buku Alone together: Why we expect more from technology and less from each other yang ditulis oleh Turkle dan dikutip oleh Tehseen Nazir dalam artikelnya berjudul Phubbing: A Technological Invasion Which Connected the World But Disconnected Humans, sisi negatif dari penggunaan gawai dipertegas dengan arus komunikasi di dunia nyata yang terganggu akibat arus notifikasi dari gawai.
Hal ini disebabkan rasa ketergantungan terhadap gawai yang dapat mendatangkan informasi secara keseluruhan sehingga, ketika orang tersebut mematikan gawainya, ada perasaan akan ketertinggalan informasi.
Di samping itu, sisi negatif lainnya adalah banyaknya informasi yang masuk baik itu informasi yang benar maupun hoax dapat membuat seseorang merasa tidak nyaman dan kebingungan.
Dari seluruh sisi negatif gawai, sekarang ini banyak peristiwa dalam kehidupan sehari-hari yang dapat menjadi bukti fokus generasi Y dan Z mulai teralihkan dengan gawai, misalnya saat menghadiri pertemuan bersama, masing-masing individu terfokus dengan gawai masing-masing tanpa peduli lingkungan sekitar hingga meminimalkan diskusi diantara mereka.
Begitu pula interaksi antara orang tua dan anak-anak juga mulai terkikis melalui keberadaan gawai bahkan tak jarang himbauan serta nasihat orangtua diacuhkan demi keasyikkannya dengan gawai.
Fenomena inilah yang membawa keprihatinan dan menjadi pembicaraan para orang tua saat ini. Keprihatinan terhadap fenomena ini juga ditambah melalui hasil survey yang dilakukan We Are Social (agensi global yang berbasis di Inggris) melalui laporannya yang berjudul 2018 Global Digital Report.
Dalam hasil survey tersebut diungkapkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 132 juta orang dengan proporsi 60% pengguna mengakses internet melalui smartphone.
Asal Mula Phubbing
Tidak hanya di Indonesia, jauh sebelumnya, fenomena tersebut telah meresahkan bahkan sangat mengganggu penduduk negara maju. Bahkan, fenomena tersebut telah memiliki julukan tersendiri yaitu "Phubbing" atau kepanjangan dari "Phone Snubbing" yang berarti penghinaan terhadap seseorang menggunakan gadget.
Istilah Phubbing dipopulerkan melalui artikel berjudul Phubbed and Alone: Phone Snubbing, Social Exclusion, and Attachment to Social Media dalam Journal of the Association for Consumer Research yang ditulis oleh Meredith David dan James A. Roberts. Dalam artikelnya, David dan James menuturkan ketika seseorang mengalami phubbing, maka dapat dikatakan orang tersebut dikucilkan secara sosial.
Ketika orang tersebut merasa dikucilkan, maka media sosial akan menjadi pelarian orang tersebut sebagai ajang untuk mengeluarkan rasa memiliki yang tidak tercurahkan karena di dalam dunia maya, seseorang dapat memperoleh apa yang tidak diperolehnya di dunia nyata.
Solusi Penyelesaian
Dalam artikel berjudul The measurement of nonverbal immediacy yang ditulis Andersen dan Jensen dan dikutip dalam artikel Phubbing: A Technological Invasion Which Connected the World But Disconnected Humans, untuk menghindarkan seseorang dari fenomena phubbing, diperlukan interaksi tatap muka secara intens dikarenakan interaksi tatap muka dapat mengindikasikan kehangatan hubungan antar individu melalui bantuan non-verbal.
James A. Roberts yang juga menulis buku Too Much of a Good Thing: Are You Addicted to Your Smartphone? menyarankan untuk menyediakan area dan waktu bebas gawai (gadget) dimana dalam area dan waktu tersebut dapat dimaksimalkan untuk interaksi dengan lingkungan sekitar.
Selain itu, juga dapat dibuat kontrak sosial dengan keluarga, teman, ataupun rekan sejawat terkait penggunaan gawai (gadget) saat berkumpul ataupun menggunakan aplikasi yang dapat memantau serta mengontrol penggunaan gawai