Mohon tunggu...
Jonathan Arif Pakpahan
Jonathan Arif Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - pelajar

umur = 17 Jo, Jon, Jonat, Nathan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kritik Novel "Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin" dan Esai "Dampak Ekonomi Dibalik Pandemi Corona"

30 Maret 2021   19:30 Diperbarui: 30 Maret 2021   19:29 2130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Novel Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin karya Tere Liye merupakan novel yang digemari pembaca dalam kesusasteraan Indonesia.

Novel ini mengisahkan kehidupan kakak beradik Tania dan Dede yang harus putus sekolah dan menjadi pengamen karena keterbatasan ekonomi keluarga sepeninggal ayah mereka. Mereka berdua tinggal di rumah kardus dengan ibu mereka yang sakit-sakitan. Kehidupan mereka berubah setelah bertemu dengan seorang pria bernama Danar. Danar adalah seorang karyawan yang juga penulis buku anak-anak. Danar begitu baik sehingga keluarga ini menganggapnya seperti malaikat. Tania sangat mengagumi Danar karena selain baik, dia juga punya wajah yang menawan.

Suatu ketika Danar memberikan mereka rumah kontrakan sehingga Tania, Dede dan ibunya tidak perlu lagi tinggal di rumah kardus. Tania dan Dede bisa kembali sekolah dan ibunya berjualan kue. Mereka pun semakin dekat seperti keluarga. Suasana agak berubah ketika Danar membawa teman dekatnya yang bernama Ratna. Tania merasa cemburu, ia tidak suka melihat kedekatan Danar dengan Ratna. Rasa tidak suka itu bukan sekedar perasaan iri seorang adik tapi Tania kecil belum bisa menerjemahkan apa arti perasaan itu.

Kebahagiaan mereka berkurang saat ibu Tania meninggal. Berat sekali bagi Tania menerima kenyataan bahwa kedua orang tuanya telah tiada dan sekarang ia yang harus bertanggung jawab menjaga adiknya. Untung saja ada Danar yang selalu berada di samping mereka. Tania tumbuh menjadi gadis yang cantik dan pintar. Ia berhasil mendapatkan beasiswa ke Singapura. Sederet prestasi berhasil ia raih dalam studinya. Semua pengalaman hidup yang telah Tania alami menjadikannya lebih dewasa dari gadis-gadis lain seumurannya. Perasaannya terhadap Danar juga semakin jelas. Lambat laun Tania tahu, perasaan itu bernama cinta.

Tapi cinta Tania terhadap Danar tidaklah mudah. Bertahun-tahun mereka bersama dalam status kakak adik, terlebih lagi mereka terpaut usia 14 tahun. Bagi ABG seperti Tania, jatuh cinta kepada pria yang jauh lebih tua darinya cukup membuatnya pusing. Sisi remajanya membuatnya ingin mengekspresikan perasaannya meskipun ia tidak tahu apakah Danar memiliki perasaan yang sama dengannya atau tidak. Keadaan semakin sulit saat Danar memutuskan untuk menikah dengan Ratna. Tania patah hati. Ia memutuskan untuk tidak hadir dalam pernikahan mereka meskipun Danar dan Ratna telah membujuknya.

Beberapa waktu berselang, Tania tahu bahwa kehidupan rumah tangga Danar dan Ratna tidak bahagia. Ratna bercerita kepada Tania bahwa Danar telah banyak berubah. Danar menjadi pendiam dan seringkali tidak berada di rumah. Ratna tahu ada sesuatu yang menghalangi mereka, ada seseorang di antara ia dan Danar tapi ia tidak pernah tahu siapakah bayangan itu. Dari cerita Dede akhirnya Tania tahu bahwa Danar juga mencintai Tania. Danar menuliskan perasaannya dalam novel "Cinta Pohon Linden" yang tidak pernah selesai ia tulis. Perbedaan usia yang cukup jauh membuat Danar merasa tidak pantas mencintai Tania. Tidak seharusnya ia mencintai gadis kecil seperti Tania.

Ketika Tania dan Danar sama-sama tahu perasaan mereka masing-masing, semua sudah terlambat. Biar bagaimanapun Danar telah menikah dengan Ratna. Akhirnya Tania kembali ke Singapura dan memutuskan untuk meninggalkan semua cerita cintanya.

Sebelum saya melakukan kritikan terhadap novel "Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin", saya akan menganalisis novel tersebut terlebih dahulu. Unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang terdapat dalam novel ini adalah sebagai berikut;

Unsur Intrinsik

a. Tema : Cinta yang dirahasiakan dan menyakitkan

b. Gaya Bahasa:

* Hiperbola : Demi membaca e-mail berdarah-darah itu, esoknya aku memutuskan pulang segera ke Jakarta (Hal. 230)

* Metafora : Bagian tajamnya menghadap ke atas begitu saja, dan tanpa ampun menghunjam kakiku yang sehelai pun tak beralas saat melewatinya. (Hal. 22)

* Personifikasi :Menuju tempat rumah kardus kami dulu berdiri kokoh dihajar hujan deras, ditimpa terik matahari. (Hal. 231)

* Personifikasi :Hujan deras turun membungkus kota ini (Hal. 13)

c. Sudut Pandang : Orang pertama pelaku utama

d. Tokoh dan Penokohan:

Tania:

* Tekun (Mendapat beasiswa sekolah di Singapura)

* Ramah (Disukai banyak orang)

* Konsisten (Hanya mencintai Danar, walaupun banyak lelaki yang mencintainya)

* Pantang menyerah (Menjalani           

Dede:

* Suka iseng

* Pandai menyimpan rahasia (Menyimpan rahasia Perasaan Tania dan Danar)

* Sifat polos yang kental

Ibu

* Tekun dan tidak mengandalkan orang lain (Rajin berjualan kue, demi membiayai anak-anaknya sekolah, walaupun sudah dibantu oleh Danar)

* Sabar (Sabar menghadapi hidupnya dan keluarganya yang miskin)

Danar :

* Ringan tangan, suka menolong (Menolong Tania yang kakinya tertusuk paku, ketika di bis)

* Pemendam rasa (Memendam perasaan cintanya kepada Tania, dan mengorbankan perasaannya untuk Ratna)

* Bertanggung jawab (Mengurusi Tania dan Dede, setelah Ibu meninggal)

* Tidak jujur atas apa yang di rasakan dalam hatinya

Ratna:

* Tidak suka berprasangka buruk (Ketika Danar jarang pulang, Ratna tidak berprasangka buruk bahwa Danar selingkuh) dan (Tidak berprasangka buruk terhadap Tania dan Danar)

* Tidak cemburuan (Tidak cemburu terhadap Tania dan Dede, yang selalu dekat dengan Danar)

* Sabar (Sabar menunggu Danar yang jarang pulang ke rumah, setelah mereka menikah)

e. Alur : Pada awal cerita mundur dan pada akhir cerita campuran

f. Latar :

* Tempat : Rumah Tania, Toko Buku, Asrama Tania di Singapura

* Waktu : Pagi, siang, sore dan malam

* Suasana : Hening, sedih, duka, tegang, senang, rindu

g. Amanat :

Ceritakanlah apa yang dirasakan hati kita walau susah dalam kenyataannya, berusahalah meyakinkan diri bahwa dengan menceritakan apa yang kita rasakan kaan melegakan dan menentramkan hati kita sendiri dengan tidak memendam perasaan.

h. Plot :

* Perkenalan:

Ketika Danar menolong Tania yang tertusuk paku. Lalu Danar mengenal Tania dan Dede, adik Tania, lebih dalam, hingga Danar sering mengunjungi rumah Tania. Danar juga banyak membantu perekonomian keluarga Tania, hingga akhirnya Tania dan Dede bisa bersekolah. Tania juga mendapatkan beasiswa ke Singapura.

* Pertikaian:

Ketika Danar hendak menikah dengan Ratna,pacarnya, Tania tidak mau datang ke pernikahan Danar dan Ratna. Selama beberapa tahun Tania dan Danar tidak berkomunikasi.

* Klimaks:

Ketika Danar dan Tania bertemu di daerah rumah kardus Tania, ketika Tania miskin. Di situ, mereka mengutarakan perasaan mereka yang sebenarnya.

* Antiklimaks:

Ketika Danar dan Tania mengetahui bahwa Ratna sudah hamil 4 bulan, dan pada akhirnya Tania menerima keadaan tersebut, dan dia tidak akan kembali ke Indonesia dan tetap berada di Singapura, agar perasaannya tidak kembali seperti kejadian ketika di Indonesia.

Unsur Ekstrinsik

Nilai Sosial :

Menolong orang dengan tidak memandang siapa yang di tolong karena menolong dengan ikhlas seperti dalam novel tokoh Danar yang menolong Tania dengan tidak memandang siapa Tania.

Nilai Moral :

Memberi pengetahuan kepada kita bahwa sesuatu yang terlihat sulit nyatanya tidak sesulit yang kita lihat jika kita ingin bersungguh sungguh mencapainya seperti dalam novel tokoh Tania yang pantang menyerah menjalani hidupnya walau banyak rintangan yang menghalanginya.

Memegang janji 'Aku menyeka sudut mataku yang berair. Tidak. Aku sudah berjanji kepada Ibu untuk tidak pernah menangis. Apalagi menangis hanya karena mengingat semua kenangan buruk itu.' (Hal. 31)

Setelah melakukan analisis pada novel "Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin" maka dapat dilakukan penilaian yaitu tentang kelemahan dan kelebihan pada novel tersebut.

Kelemahan novel ini antara lain; menurut saya ceritanya klise, agak mirip sinetron. Karya Tere Liye yang lainnya selalu bisa membuat saya betah membaca tanpa ada keinginan untuk melompati masing-masing bagian cerita. Tapi ketika membaca novel ini, berkali-kali saya lewatkan bagian-bagian yang terasa membosankan. Berbeda dengan karya Tere Liye yang lain, yang meskipun sederhana tapi bisa terasa istimewa lewat penuturannya yang apa adanya. Tapi tetap saja novel ini memberikan pelajaran. Terutama filosofi "daun yang jatuh tak pernah membenci angin". Apapun yang kita alami, jangan pernah menyalahkan keadaan.

Kelemahan lain dari novel ini  sepertinya Tere Liye tidak memakai Editor atau penyunting dalam penerbitan novelnya, saya tidak melihat nama editor di halaman ISBNnya. Oleh karena itu, terdapat beberapa kalimat rancu dan kurang efektif di dalamnya. Apalagi tanda bacanya banyak sekali yang terlewatkan. Tapi, semua itu tidak mengurangi makna ceritanya.

Novel ini cukup membuka mata kita bahwa cinta tak pernah mengenal usia dan cinta butuh suatu kejujuran sekalipun pahit rasanya harus kita katakan sebelum akhirnya cinta itu justru menyakiti orang-orang yang kita sayangi. Novel ini dibuat seperti teka-teki pada alur cerita dan pada nama tokohnya, sehingga membuat pembacanya penasaran untuk terus membaca novel ini sampai selesai. Meskipun begitu, alur campuran yang digunakan kadang cukup membuat pembacanya menjadi cukup kesulitan. Bagian akhir cerita yang tidak digambarkan secara jelas juga membuat pembacanya menafsirkan ending yang berbeda-beda sesuai kemauannya.

Kelebihan novel ini, banyak sekali tentunya. Tere Liye berhasil mengajak pembaca untuk memiliki logika berpikir yang lebih rasional dan berbeda. Mengambil kesimpulan tidak hanya dari satu sudut pandang, tapi lihatlah sudut pandang lainnya. Dengan demikian, segalanya akan terasa adil dan masuk akal. Dan kamu akan menerima segala sesuatunya dengan lapang tanpa membantah, seperti daun yang tidak pernah membenci angin yang menerbangkannya ke sana kemari. Kita harus menerima takdir dan garis kehidupan yang ditentukan Tuhan. Karena apapun yang terjadi, hidup harus terus berjalan.

Bahasa yang digunakan dalam novel ini  cukup puitis, penggunaan bahasanya sangat tepat sehingga mampu menyentuh hati dan membuat imajinasi muncul ketika membacanya. Meski ada beberapa gaya bahasa yang mungkin akan sulit dipahami bagi kaum awam. Bahasa percakapan dalam novel ini bersifat narasi dan dialog, sehingga ketika membacanya tidak memberikan efek jenuh atau kebosanan, malah terlihat sangat bervariatif, segar, dan menarik.

Akhirnya karya Tere Liye ini memberikan pemahaman kepada kita khususnya remaja saat ini, bahwa cinta itu tak pernah mengenal usia dan butuh sebuah kejujuran. Kita tidak boleh membenci orang yang telah membuat kita jatuh cinta kepadanya meskipun kita telah tersakiti.

Esai

Virus corona atau covid-19 telah membuat heboh dunia termasuk di Indonesia. Kehadiran virus ini membuat takut bagi semua orang. Lalu bagaimana Islam dalam memandang virus ini?

 Sebelum kita membahas mengenai dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh Covid-19 kita bahas dahulu bagaimana pandangan Islam terkait wabah ini. Di zaman Rasulullah juga pernah terjadi hal seperti ini dan dikenal istilah tha'un.

Artinya: "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari).
 Tha'un sebagaimana disabdakan Rasulullah saw adalah wabah penyakit menular yang mematikan, penyebabnya berasal dari bakteri Pasterella Pestis yang menyerang tubuh manusia. 

Indonesia merupakan salah satu negara yang terinfeksi pandemi Covid-19 ini dan korbannya semakin meningkat. Salah satu penyebab virus corona mudah menyebar di Indonesia adalah karena Indonesia merupakan negara dengan Sektor pariwisata. Sektor pariwisata merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia dan memiliki kontribusi devisa terbesar kedua di Indonesia setelah devisa hasil ekspor Kelapa Sawit.

 Lalu bagaimana akibat yang ditimbulkan terhadap ekonomi kita? Dampaknya yaitu investor kabur dari pasar modal kita. Padahal hal itu untuk meningkatkan devisa negara, tapi membuat wabah ini malah investor asing ramai-ramai kabur dari Indonesia.

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta salah satu penyebab ekonomi indonesia melemah di tengah mewabahnya virus corona di Indonesia. Pasalnya Jakarta merupakan ibukota negara dan banyak perantauan-perantaun yang bekerja di sana. Sekitar 70% pergerakan uang dalam perkonomian nasional berada di Jakarta. Belum lagi pasokan bahan baku pokok bagi masyarakat Jakarta akan terhambat, terutama pangan.  

 Lihatlah di sekeliling kita yang kena imbasnya gara-gara corona ini seperti hilangnya profesi karena banyak pekerja yang di PHK, tidak bisa berjualan karena harus berdiam diri di rumah, social distancing, dll. Dampak dari virus corona memang sangat mempengaruhi perekonomian negara, pasalnya indonesia juga menghutang ke luar sekitar 400 triliunan untuk menangani pandemi ini. Negara harus menstabilkan perekonomian agar tidak anjlok.

 Bukan hanya di Jakarta di kota-kota lain seperti Bogor juga menerapkan PSBB untuk menangani pandemi ini. PSBB adalah istilah kekarantinaan kesehatan di Indonesia yang didefinisikan sebagai pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit atau terkontaminasi sedemikian rupa, untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi. 

Memang pandemi ini sangatlah berpengaruh dan merugikan terutama di bidang ekonomi seperti social distanching PSBB dll. Namun hal itu merupakan upaya untuk mencegah penyebaran virus corona.

 Saya setuju dengan pemberlakuan PSBB bisa dibilang adalah satu-satunya cara yang paling efisien untuk menangkal covid 19, mengapa PSBB lebih efisien dibandingkan karantina wilayah (lockdown)? Karena penerapan karantina wilayah yang harus mengisolasi semua warganya sedang PSBB lebih manusiawi tidak semua warga dan wilayahnya terisolasi maka dari itu PSBB tidak menimbulkan kepanikan, stress dan ketakutan serta gejolak sosial yang luar biasa. 

Meskipun ada kendala-kendala seperti hilangnya mata pencarian sebagian profesi. Tapi pemerintah sudah membuka akses untuk bantuan sembako bagi yang membutuhkan. Selain itu kita tidak punya langkah lain yang lebih masuk akal dan efisien selain PSBB. Adapun penanganannya yaitu, dengan pembagian sembako di khususkan oleh pemerintah pusat di daerah episentrum saja. Sedangkan di daerah lain merupakan inisiatif dari pemda dan beberapa anggota DPR sendiri.

Maka dapat disimpulkan bahwa dampak dari pandemi covid-19 ini menimbulkan dampak yang sangat besar terutama di bidang perekonomian. Di mana perekonomian Indonesia sangat turun drastis akibat pandemi ini. 

Penerintah harus melakukan kebijakan untuk menangani situasi ini. Dengan pemberlakuan PSBB diharapkan menjadi salah satu cara efisien guna memutus penyebaran virus ini. Meski terdapat kendala-kendala namun pemerintah telah berupaya untuk memberikan solusi dengan pembagian sembako.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun