"Perdamaian tidak dapat dijaga dengan kekuatan. Itu hanya dapat dicapai dengan pengertian." -- Albert Einstein.
Quote ini mengingatkan kita betapa pentingnya saling memahami untuk menciptakan harmoni. Hal ini terasa nyata ketika SMA Kolese Kanisius Jakarta mengadakan ekskursi agama dan saya akan menceritakan kelompok saya yang ekskursi ke Pesantren Muhammadiyah Al Furqon di Tasikmalaya. Bagi kami, siswa yang mayoritas beragama Katolik, pengalaman ini menjadi perjalanan lintas agama yang penuh makna.
Perjalanan kami dimulai dengan semangat tinggi. Setibanya di pesantren, suasana berbeda langsung terasa. Kehidupan di sini sederhana tetapi sangat teratur. Para santri menyambut kami dengan senyum ramah. Setiap pagi dimulai dengan doa bersama, dilanjutkan dengan berbagai kegiatan, mulai dari kelas hingga olahraga. Selama beberapa hari, kami menjadi bagian dari komunitas mereka makan bersama, berbagi cerita, hingga bermain futsal di sore hari.
Saat malam tiba, kami diajak mengikuti kajian agama. Meski berbeda keyakinan, kami duduk bersama, mendengarkan dengan penuh rasa hormat. Salah satu momen paling mengesankan adalah saat kami berbincang santai sebelum tidur, berbagi cerita tentang tradisi masing-masing. Obrolan ini tidak hanya memperkaya pemahaman, tetapi juga mempererat persahabatan.
Pesantren Al Furqon memiliki suasana yang khas. Bangunan sederhana dengan lantai bersih, suara azan yang menggema dari masjid, serta pemandangan santri yang sibuk belajar di serambi. Tidak ada ponsel atau internet yang mendominasi hari-hari mereka. Sebaliknya, waktu mereka diisi dengan aktivitas yang bermanfaat: belajar, berolahraga, hingga mendalami seni bela diri seperti silat.
Kami terkesan dengan bakat mereka. Dalam pertandingan futsal dan basket, mereka menunjukkan skill luar biasa, bahkan mengalahkan tim kami. Di waktu senggang, beberapa santri mengajak kami bermain catur dan scrabble, memperlihatkan kecerdasan serta kreativitas mereka. Kehidupan yang penuh disiplin ini membuka mata kami tentang cara lain dalam menikmati hidup, tanpa ketergantungan pada teknologi.
Kami juga memperhatikan bagaimana kebiasaan hidup mereka yang sederhana, seperti berbagi tugas dalam menjaga kebersihan pesantren dan membantu teman, mencerminkan nilai-nilai tanggung jawab yang kuat. Aktivitas sehari-hari ini memberikan inspirasi bagi kami untuk lebih menghargai waktu dan membangun kebiasaan positif di lingkungan kami sendiri.
Ekskursi ini bukan sekadar kunjungan, melainkan pengalaman yang memperluas wawasan dan membangun toleransi. Di tengah perbedaan agama dan budaya, kami menemukan banyak kesamaan: semangat belajar, kehangatan dalam persahabatan, serta nilai-nilai kehidupan yang universal seperti kejujuran, kerja keras, dan saling menghormati.
Dalam dunia yang sering kali terpecah oleh perbedaan, kegiatan seperti ini menjadi jembatan. Kami belajar untuk memahami, bukan hanya dari buku, tetapi langsung dari interaksi dengan mereka yang berbeda. Toleransi bukan hanya tentang menerima perbedaan, tetapi juga menghargai dan belajar darinya.
Selain itu, kegiatan ini menciptakan ruang untuk dialog antaragama yang santai tetapi mendalam. Kami berbincang tentang tantangan yang dihadapi masing-masing komunitas dan bagaimana agama menjadi kekuatan positif dalam kehidupan. Diskusi ini mengajarkan kami untuk tidak hanya menghormati, tetapi juga merayakan keberagaman.
Menurut Gus Dur, "Agama seharusnya menjadi inspirasi untuk perdamaian, bukan konflik." Pendapat ini sejalan dengan pengalaman kami selama di pesantren. Kami melihat bagaimana agama menjadi landasan bagi para santri untuk membangun karakter yang kuat, menjalani hidup dengan penuh rasa hormat, dan menjaga kedamaian di tengah perbedaan.
Penelitian juga menunjukkan bahwa interaksi lintas budaya dan agama dapat mengurangi prasangka dan memperkuat hubungan sosial. Sebuah studi dari Universitas Harvard mencatat bahwa kegiatan seperti ini meningkatkan empati dan rasa hormat terhadap keberagaman. Studi lain dari Universitas Indonesia menyatakan bahwa pengalaman lintas agama dalam setting informal, seperti kunjungan ini, membantu generasi muda membangun fondasi untuk hidup bersama secara harmonis di tengah pluralitas.
Selain belajar, ekskursi ini juga mempererat kebersamaan. Salah satu momen terbaik adalah saat kami mengunjungi pemandian air panas bersama. Di sana, kami bermain air, bercanda, dan saling mengenal lebih dekat. Tidak ada batas antara kami, siswa Kanisius, dan teman-teman dari pesantren. Selain itu, kami bersama-sama juga melakukan sedikit trekking menuju sebuah curug. Walaupun ukuran curug yang tidak terlalu besar, kebersamaan kami di sana akan selalu diingat setiap dari kami sebagai sebuah pengalaman yang sangat berharga.
Kegiatan ini tidak hanya mengajarkan kami tentang toleransi, tetapi juga memperlihatkan bahwa persahabatan bisa tumbuh di mana saja, melampaui batasan agama atau budaya. Kami pulang dengan hati yang lebih terbuka, membawa pelajaran berharga bahwa perdamaian dimulai dari pemahaman.
Albert Einstein benar, hanya dengan saling memahami, kita bisa menjaga perdamaian. Ekskursi ini menjadi bukti nyata bahwa interaksi lintas agama adalah langkah kecil tetapi berarti menuju masyarakat yang lebih toleran. Kami berharap kegiatan ini dapat menjadi inspirasi bagi sekolah lain untuk menciptakan program serupa, karena toleransi adalah kunci untuk masa depan yang damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H