Inovasi politik rakyat (PR) vs Regulasi politik kartel (PK)
Inovasi adalah ikhtiar merintis jalan perubahan. Regulasi identik dengan mekanisme lembaga/institusi dalam mempertahankan kekuasaan. Ahok mengambil standing position di basis Politik Rakyat, didukung generasi muda, sementara lawan-lawannya mengandalkan kekuatan Politik Kartel, dibeking generasi tua.
Gaya avonturir politisi yang berpindah-pindah partai menjadi wajar dan perlu, mengingat tuntutan arus perubahan jaman yang membutuhkan gerak cepat yang dinamis dan konsistensi mencipta perubahan. Jika satu institusi miskin perubahan, segera tinggalkan. Cari yang laen, institusi yang lebih mengakomodasi semangat perubahan. Kalau tak nemu, ciptakan sendiri, jadilah perubahan itu sendiri. Dengan atau tanpa institusi. Itulah yang dilakukan Ahok, menjadi perubahan itu sendiri. Dia melepaskan ketergantungan terhadap parpol, terhadap tokoh besar, ia menghindari hidden-deal bantuan kartel. Ia memilih menyatu bersama nafas dan degub nadi rakyat, warga dki. Trus, itu salah?
Mungkinkah bergerak cepat bila mengikuti mekanisme kaderisasi partai yang gak jelas itu? Mungkinkah orang baru mencipta momen perubahan sementara partai dikuasai orang lama dan kroninya yang itu itu melulu?
Ahok pun hadir menggelindingkan kebaruan yang penuh dengan kisah heroik bernuansa prestasi. Tak butuh waktu lama, Ahok menjadi simbol perlawanan rakyat kecil melawan segala kebobrokan sistem pemerintahan, termasuk menumpas preman, mafia, hingga kartel.
Lihat bagaimana Ahok menghabisi tindak tanduk fpi, Ahok menghabisi preman lapak tanah abang, Ahok menindak tegas kekumuhan di kampung pulo, Ahok menghabisi penguasa kalijodo, Ahok melibas kekolotan metromini yang ugal-ugalan, Ahok mengganyang kongkalikong anggaran di dprd dki, Ahok mendisiplinkan PNS yang bobrok, malas, ogah-ogahan kerja, minim kinerja dan korup, Ahok anti penyelewengan duit rakyat. Sedap nian...Â
Di sisi lain, Ahok menyediakan rumah susun bagi warga miskin, menyediakan RS dan pelayanan kesehatan yang disiplin, memberikan kartu sehat kartu pintar, menyediakan bus gratis dari rumah susun menuju sekolah anak-anak, menyediakan layanan birokrasi yang tidak ribet, memperbaharui jakarta yang lumayan bebas dari banjir tiga tahun belakangan, menyalurkan kredit UMKM bagi pengusaha kecil dan jelata yang selama ini dilupakan politik kartel. Menyiapkan warisan Jakarta Baru untuk saluran air bersih dan saluran limbah yang tertata dari hulu ke hilir. Kurang bukti apa lagi keseriusan Ahok dalam berinovasi?
Tampil dengan bahasa vulgar tanpa tedeng aling adalah seperti menyentuh alam bawah sadar rakyat. Subkonsius yang selama ini terbungkam terdiam tak mampu angkat suara. Kalo kata Gunawan Muhamad, "mereka yang kehilangan kepercayaan kepada partai, mereka yang dianggap bisu oleh partai, tetapi masih memiliki harapan bahwa perubahan bisa terjadi via demokrasi". Yohanes Surya pun mengibaratkan partai seperti batu besar yang diam maunya diam terus, lamban, lembam, hanya bergerak ketika dipecut, dipukul, didorong ditarik, bereaksi hanya ketika diberikan gaya, ketika mendorong batu besar, tangan pun bisa sakit.Â
Kini, Ahok seolah menjadi loudspeaker subkonsius rakyat jelata yang merembes muncul ke permukaan tatanan alam kesadaran publik sehari-hari. Ahok bergumul dan bertungkuslumus dengan kehidupan sehari-hari warga dki. Mencari solusi. Ahok adalah pejuang kekinian yang trengginas, hancur demi rakyat, menggilakkan bah kata anak medan. Dengan keberanian tingkat wahid Ahok memaki dan menghujat segala sesuatu yang menjadi penyebab kebodohan, kemiskinan, dan kebobrokan. Nasib rakyat kecil yang tertindas dan terbengkalai seperti beroleh uluran tangan tak terlihat via fenomena Ahok.
Ahok kian menjadi simbol perilaku yang diinginkan dan dibutuhkan rakyat. Ia menyatu dengan sifat-sifat rakyat dengan cara menjauhi dan menciptakan jarak dari penguasa politik kartel turun temurun itu. Dekat dengan penguasa identik dengan persekongkolan dan penyalahgunaan wewenang. Ahok memilih menjauh dari para elit tua, dan sebaliknya merangkul kaum muda. "Telepon saya hidup 24 jam untuk warga DKI, silakan telpon/sms dan adukan kelakuan PNS DKI yang bobrok, saya ada untuk melayani, untuk membantu". "Cegat dan jumpai saya ketika turun dari mobil di depan BalaiKota"...dsb dsb.
Apa ini kalau bukan hendak membangkitkan partisipasi warga? Ya, Ahok ingin warga DKI berpartisipasi aktif dengan segala cara untuk membangun kota yang mereka cintai, Jakarta. Kalau dulu semasa Jokowi (Ahok terlibat di dalamnya) yang dihidupkan adalah partisipasi pemilih se-Indonesia. Ini berbeda, lebih spesialis, yang dibangkitakan bukan hanya partisipasi pemilih, tetapi partisipasi warga. Ini sesuatu yang lain, lebih rumit dan kompleks sekaligus sederhana.Â
Jika semua warga dki jaga kebersihan, tentu tak perlu khawatir banjir, karena got tak sumbat lagi. Ini sederhana, tetapi menghidupkannya rumit. Ahok ingin itu. Ia inginkan warga dki bangkit untuk membangun dirinya sendiri. Menghadapi teror psikologis yang menggunakan isu SARA, Ahok tak peduli, ia hanya inginkan warga dki tampil trengginas berjiwa merdeka nasionalis independen. Ini Jakarta Bung. Miniatur Indonesia yang beragam dan berbeda-beda. Ridwan Kamil juga sudah angkat suara, bahwa yang memainkan isu SARA adalah orang tolol tak paham Indonesia.
Inilah terobosan inovasi politik rakyat ala Ahok, menciptakan momen perubahan dengan cara menjadi wadah berkumpul bagi segenap kontribusi, partisipasi, dan transformasi yang berasal dari warga dki dan untuk warga dki. Sebagai lokus berkumpul segenap kecerdasan rakyat, Ahok menjelma menjadi semacam perahu rakyat yang berbahaya dan mengancam eksistensi politik kartel. Dan kebetulan sekali, fenomena ini saban hari selalu disiarkan ke seluruh daerah di Indonesia. Partai raksasa itu pun keder dan panik. Efeknya sewaktu-waktu bisa jadi meng-Indonesia, sebuah era independen menggantikan era reformasi. Ajib-ajib dah...
Berbeda dengan regulasi politik kartel yang dikomandoi parpol dengan ketum yang kurang piknik, lingkarannya cuma diisi kerabat-kerabat yang tidak layak sebagai tokoh. role model dan pemimpin. Dalam nuansa politik kartel dibutuhkan sandiwara, semacam pesta dansa. Ada digelar bahasa yang sopan, pakaian yang rapi, tata krama, gestur yang hormat dan patuh kepada ketum, cium tangan kepada kerabat ketum, puja puji dari bawah ke atas, kebal kritik atau malah sama sekali tak ada kritik, struktur yang tertata dari dpp hingga ranting. Ya parpol seperti raksasa, seperti halnya perusahaan besar. "Perubahan jaman membuktikan bahwa salah satu penyebab bangkrutnya perusahaan jepang seperti Toshiba, Panasonic, Sharp dll adalah akibat generasi tua yang ngotot mimpin perusahaan ini (merasa diri lebih senior, lebih berpengalaman, lebih hebat, padahal mereka tidak sadar bahwa perkembangan teknologi yang cepat butuh orang-orang muda yang punya kreatifitas dan daya inovatif tinggi)", mengutip kalimat Yohanes Surya hari ini.
Mengingat ekskalasi sentimen yang merebak tak terkendali, parpol sebesar pdip menurunkan kartu-as bernama Risma. Kekuatan mesin partai yang aduhai dibangga-banggakan Risma. Dengan gagap, Risma menerangkan kepada publik bahwa tidak ada itu mahar politik. Semacam pledoi kepada raksasa. Siapa yang tidak paham akan hal ini, kok Risma tega mengucapkan kalimat bernada kebohongan kecil dengan mengaku-ngaku parpol tanpa mahar? Emangnya parpol itu bank yang bisa mengucurkan pinjaman membiayai cost politic? Lama-lama Risma ini terkooptasi dan tak lagi menarik.
Kita semua tahu biarpun gak paham amat, bahwa parpol tak bisa berjalan tanpa kepentingan kartel. Kartel adalah sumber bahan bakar pembiayaan parpol. Dari mana dana menggerakkan raksasa sebesar itu? Lalu apa itu kartel? Anggap saja gerombolan mafia kelas wahid yang kepentingan bisnisnya bernilai triliunan. Bagi kartel, kepentingan rakyat adalah soal-soal belakangan. Rakyat adalah sebagai konsumen untuk jaringan bisnis mereka. Jangan sampai rakyat ikut berbisnis.Â
Bisnis kelompok lebih utama dan terutama bagi mereka. Mereka ini adalah pengusaha yang mengandalkan kekuatan uang dan kekuasaan jaringan untuk menciptakan bisnis, mereka ini adalah pemain properti kelas kakap, pemain retail raksasa, supplier sekelas eksportir dan importir segala kebutuhan di Indonesia, penguasa armada distribusi baik darat, pelabuhan, dan udara. Pokoknya kegiatan ekonomi yang besar-besar dan skala raksasa, apa lagi yang belum dikuasai kartel di negeri ini?
Berbeda dengan entrepreneur yang mengandalkan kecerdasan dan inovasi dalam melahirkan bisnis inovasi baru, seperti gojek, grabtaksi, uber, bisnis onlen, culturepreneurship, dll.
Apa yang dilakukan Ahok adalah sebuah inovasi dengan menarik garis batas dari kekuasaan kartel dan bergabung dengan rakyat jelata. Hal ini cukup telak ketika Ahok memulai permainan dengan pdip. Ahok mengandalkan TemanAhok sebagai organisasi kesatuan. Sebagai wadah berkumpul kecerdasan dan inovasi, Ahok paham bagaimana melawan kartel dan parpol. Ia memainkan irama perlawanan itu, menciptakan momen pembaharuan, mengajak partisipasi warga dki.
Seturut itu, mengalirlah simpati warga negara republik dari segala penjuru. Ahok adalah penerobos segala lapisan permainan psikologis berbau suku, ras, agama. Ahok adalah pendobrak tatanan usang. Ahok adalah perobek tradisi bobrok dan kolot. Ahok adalah spirit generasi muda bangsa Indonesia menghadapi transisi jaman. Ia adalah sebuah jalan tol yang menerabas segala sekat kelas sosial. Ia nyaris terbit sebagai role model Generasi Nasionalis Independen RI.
Bila Ahok cukup kuat, bila Ahok tak henti berinovasi, maka ia akan sampai kesana. Memang Ahok tak menjanjikan masa depan, ia bukan Futurist. Tetapi Ahok menyuguhkan solusi atas masalah kekinian, dengan gerak cepat, dengan semangat membara, ia sungguh Now-ist.
Ahok juga digandrungi seniman semacam Iwan Flas, Slank, Arswendo, Gunawan Muhamad, Yohanes Surya, hingga tokoh-tokoh kaliber era gusdurian turut angkat suara. Bukankah ini pertanda sesuatu yang menarik? Saat intelektual dan seniman bersama rakyat sudah ikut berbicara, kira-kira gelombang apa ini?
Ketika ruh reformasi sudah mati, terasakah bagimu Ahok sedang menyentuh semangat jiwa merdeka bangsa Indonesia?
Kalau tak terasa, berarti kamu perlu piknik lebih banyak....
Ttd, anak kampung yang jauh dari hiruk pikuk metropolitan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H