Mohon tunggu...
Joko Yuliyanto
Joko Yuliyanto Mohon Tunggu... Penulis - Esais

Penulis buku dan penulis opini di lebih dari 150 media berkurasi. Penggagas Komunitas Seniman NU dan Komunitas Partai Literasi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gusdurian dan PKB

23 Juni 2023   10:09 Diperbarui: 23 Juni 2023   10:11 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gusdurian dan PKB | pixabay.com/geralt 

Setelah mendengar panjang lebar podcast Mojok yang mengundang sosok ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar, beberapa rekomendasi channel (algoritma YouTube) saya mengarahkan podcast yang berkaitan dengan beliau.

Ada hal menarik yang disampaikan beliau tentang sosok Gus Dur yang begitu dijunjung (sanjung) dalam perkembangannya membawa PKB meraih partai keempat (9.69 persen) teratas di pemilu 2019. Grafik peningkatan PKB yang menjulang naik terjadi setelah sempat hancur di pemilu 2009 di angka 4,95 persen.

Menurutnya bangkitnya "partai NU" itu disebabkan karena intensitas komunikasi beliau dengan pendiri dan pengurus partai yang sempat hengkang karena konflik internal antara Muhaimin dengan Gus Dur. Perang argumen antara keluarga Gus Dur yang dinahkodai Ning Yenni dan Alissa Wahid dengan Cak Imin memantik jamaah Gusdurian ragu untuk menjadi pejuang PKB memenangkan pemilu.

Apalagi perkembangan Gusdurian yang bergerak cukup masif di tingkat grassroot dengan berbagai kegiatan sosial kemanusiaan. Gusdurian punya ideologi tegas dalam politik nasional seperti yang termaktub dalam 9 nilai komunitas. Tentu jika PKB mampu menggandeng Gusdurian akan menjadi kekuatan politik yang bisa kembali berjaya seperti saat didirikan oleh Gus Dur tahun 1998 itu.

Tentu menjadi perbedaan persepsi yang menarik antara kedua tokoh fundamental PKB itu. Bagaimana kedua kubu saling mengklaim paling memahami Gus Dur dalam pandangan politik. Namun apa pun itu, motif politik sulit untuk ditangkap secara logis. Ada siasat mengangkat elektabilitas tokoh dan partai dengan pernyataan dan berbagai agenda politik yang ditawarkan kepada masyarakat.

PKB yang dalam dua pemilu terakhir seolah menjadi metronom koalisi pemenangan pilpres menjadi magnet kuat pemilih muda. Namun untuk pemilu 2024, elektabilitas PKB kembali dipertanyakan setelah orasi tegas ketua umum PBNU, Gus Yahya yang ingin memisahkan PBNU dari narasi politik praktis. Pengurus NU diminta fokus mengurus jamiyyah meskipun tentu suara nahdliyin menjadi faktor penentu pemenangan pilpres dari waktu ke waktu.

PKB yang diidentikan sebagai partai wong NU, mulai tergusur dengan banyaknya tokoh NU yang memilih partai lain. Apalagi kehadiran partai tengah seperti PPP yang banyak menggaet suara nahdliyin. Tugas berat yang bakal ditanggung Muhaimin untuk tetap konsisten mempertahankan elektabilitas partai, syukur bisa mendapat dua digit di pemilu 2024.

Fenomena Politik Gus Dur

Gus Dur jelas tidak hanya menjadi magnet nahdliyin yang berhasil mengubah paradigma konservatif di lingkup pesantren. Semasa beliau menjadi presiden, Gus Dur berhasil membawa nilai-nilai kemanusiaan yang pada akhirnya mendapat banyak simpati dari kaum minoritas, termasuk yang di luar agama Islam.

Dinamika Gusdurian juga membawa ideologi transgenerasi mengenai pandangan keagamaan, kemanusiaan, dan kebangsaan. Namun mulai banyak yang mempertanyakan apakah PKB mampu mewadahi ideologi gusdurian dalam politik pemerintahan. Atau hanya dijadikan alat meningkatkan elektabilitas untuk menambah kursi di parlemen.

Dari banyaknya artikel dan buku yang ditulis Gus Dur, setidaknya anggota Gusdurian punya prinsip dalam berpolitik. Semua punya hak menentukan pilihan politik dan tidak harus PKB yang notabene partai yang didirikan Gus Dur itu sendiri.

Bahkan dalam podcast Faisal Akbar yang mengundang Muhaimin, beliau sangat terbuka untuk bisa konsolodasi dengan keluarga Gus Dur, meski Yenni Wahid tegas kekecewaan ayahnya terhadap strategi politik Muhaimin. Bahkan Cak Imin juga menawarkan posisi tertentu untuk keluarga Gus Dur jika mau diajak bekerjasama memenangkan PKB di pemilu berikutnya.

Perseteruan antara keluarga Gus Dur dan Muhaimin menjadi realitas politik domestik yang pada akhirnya menyangkut Gusdurian, nahdliyin, dan kaum nasionalis-moderat. Meski banyak agenda Gusdurian yang ke luar dari motif politik praktis, kesadaran anggota agar melek politik juga menentukan cita-cita Gusdurian untuk terus menegakan nilai-nilai prinsip yang selama ini dipegang.

Namun yang saya tangkap selama aktif di Gusdurian dan berbagai pandangan pengurus pusat, anggota diberikan kebebasan berpolitik tanpa harus memilih PKB. Sama halnya seperti sikap Gus Yahya ketika berpidato dalam acara muktamar NU di Lampung.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun