Integritas pemimpin akan berimplikasi pada penciptaan sistem budaya kerja. Dalam tataran lingkungan kerja, manajer punya andil peningkatan kualitas budaya kerja bawahannya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa budaya dipengaruhi oleh hubungan sosial. Tradisi merupakan warisan, sementara budaya diajarkan.
Untuk membangun integritas seseorang perlu pemahaman mengenai nilai yang dipegang dari pengetahuan dan pengalaman yang pernah didapat. Aktualisasi dari nilai merupakan bentuk moralitas yang jika konsisten akan meningkatkan integritas seseorang. Mempertahankan integritas akan memberikan teladan dan membentuk budaya kerja.
Tanggung jawab pemimpin yang berintegritas diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan atau organisasi. Secara komunal, sikap berintegritas akan dibudidayakan yang dimulai dari cerminan pemimpin. Kekompakan budaya kerja yang diidentifikasikan dari reaksi rangsangan lingkungan akan memberikan pemahaman tentang proses pengendalian internal dan proses partisipasi eksternal.
Integritas umumnya dihubungkan dengan suatu keutamaan/ kebajikan (virtue) atau karakter yang baik (Audi & Murphy, 2006). Pemimpin harus memiliki ikatan afeksi pribadi, perasaan belas kasih, dan emosi moral dalam setiap pengambilan kebijakan. Nilai yang dipegang harus komitmen dilakukan agar budaya bisa dipertahankan.
Setiap orang individu secara sadar harus menentukan dan mengintegrasikan berbagai keinginan menjadi kehendak yang terpadu agar terbangun budaya yang kompak. Namun tidak ada persyaratan normatif dalam pemberian atribut tokoh yang memiliki integritas. Intergritas hanya dinilai dari kemampuan seseorang dalam membangun, memelihara, dan mentransformasikan proyeksi hidup menjadi identitas diri yang berbudaya.
Itulah kenapa integritas selalu berkorelasi dengan moralitas. Semakin rendah moralitas pemimpin, semakin rendah pula kualitas budaya kerja. Akibatnya, standar moralitas dalam lingkungan kerja akan menurun. Aspek sosial seperti konflik antarpersonal, manipulasi kinerja, dan orientasi individu dalam lingkungan kerja akan sering terjadi. Budaya kerja yang berintegritas tidak akan pernah terbentuk.
Indikator menilai integritas pemimpin dapat dilihat dari sistem budaya yang dibangun. Dimulai dari komitmennya memegang nilai dan konsistensinya menjaga moral dalam bekerja. Sebagai pemimpin, prioritas kelompok akan lebih diutamakan dari kepentingan pribadi.
Pilihan Presiden
Integritas calon presiden Republik Indonesia menjadi faktor utama yang menentukan calon pemilih di pemilu 2024. Elektabilitas tentu dipengaruhi dari integritas seseorang ketika menjadi pemimpin. Konsistensi tokoh mengimplementasikan nilai hidup akan meningkatkan integritas dan elektabilitasnya. Demikian yang menyebabkan pencitraan politis perlu dilakukan untuk menunjukkan integritas tokoh.
Perilaku dan pengambilan keputusan secara amoral akan mereduksi tingkat kredibilitas seseorang. Meskipun iklim politik penuh dengan intrik kebijakan untuk mempengaruhi keputusan pemilih, namun rekam jejak kepemimpinan bisa dijadikan parameter integritas seseorang.Â
Keterbukaan informasi mencatat komitmen calon pemimpin dari diaplikasikannya janji kampanye, usaha mengubah budaya kerja yang tidak sehat, dan terpenuhinya keinginan mayoritas masyarakat.
Pilihan presiden 2024 menjadi ajang tokoh potensial meningkatkan integritas kepemimpinannya saat ini. Mengubah paradigma negatif masyarakat menjadi apresiasi penciptaan budaya organisasi yang berkeadilan dan bertanggung jawab. Revolusi budaya dibutuhkan masyarakat ketika banyak yang sinis terhadap kinerja kepemerintahan.
Namun komitmen mengubah budaya kerja pemerintah perlu dimulai dari pembangunan integritas diri. Menjauhi tindakan yang bertentangan dengan moral yang dipegang secara komunal di masyarakat. Mengurangi kebijakan yang bertentangan dengan nilai dan norma bangsa. Vitalitas atau daya hidup partikularitas perlu diutamakan untuk kebaikan bersama dalam komunitas yang ideal.
Dari kepemimpinan yang berintegritas akan menciptakan budaya kerja sama dan bertanggung jawab mewujudkan tujuan organisasi. Representasi integritas pemimpin secara nyata dapat dilihat dari sikap kesederhanaan, kedisiplinan, visioner, keberanian, kesabaran, kerja keras, dan bertanggung jawab. Meskipun faktor selain integritas punya pengaruh tersendiri keterpilihan calon presiden, seperti bentukan koalisi partai dan relasi keagamaan.
Membentuk integritas tidak bisa secara instan dari pencitraan di media. Ada komitmen panjang menciptakan budaya kerja yang bermoral dan memegang teguh nilai-nilai hidup untuk mencapai tujuan bersama. Elektablitas punya pengaruh besar keterpilihan calon presiden akibat dari promosi integritas yang dilakukan selama menjadi pemimpin daerah atau organisasi.
Namun integritas tokoh tidak bisa disepakati seluruh masyarakat karena perbedaan nilai dan moralitas yang dianutnya. Sementara banyak variabel integritas sesorang yang berbeda antara satu individu dengan yang lainnya. Ada yang lebih mengutamakan faktor kejujuran, keberanian, kesederhanaan, kecerdasan, hingga atribusi keagamaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H