Pilihan presiden 2024 menjadi ajang tokoh potensial meningkatkan integritas kepemimpinannya saat ini. Mengubah paradigma negatif masyarakat menjadi apresiasi penciptaan budaya organisasi yang berkeadilan dan bertanggung jawab. Revolusi budaya dibutuhkan masyarakat ketika banyak yang sinis terhadap kinerja kepemerintahan.
Namun komitmen mengubah budaya kerja pemerintah perlu dimulai dari pembangunan integritas diri. Menjauhi tindakan yang bertentangan dengan moral yang dipegang secara komunal di masyarakat. Mengurangi kebijakan yang bertentangan dengan nilai dan norma bangsa. Vitalitas atau daya hidup partikularitas perlu diutamakan untuk kebaikan bersama dalam komunitas yang ideal.
Dari kepemimpinan yang berintegritas akan menciptakan budaya kerja sama dan bertanggung jawab mewujudkan tujuan organisasi. Representasi integritas pemimpin secara nyata dapat dilihat dari sikap kesederhanaan, kedisiplinan, visioner, keberanian, kesabaran, kerja keras, dan bertanggung jawab. Meskipun faktor selain integritas punya pengaruh tersendiri keterpilihan calon presiden, seperti bentukan koalisi partai dan relasi keagamaan.
Membentuk integritas tidak bisa secara instan dari pencitraan di media. Ada komitmen panjang menciptakan budaya kerja yang bermoral dan memegang teguh nilai-nilai hidup untuk mencapai tujuan bersama. Elektablitas punya pengaruh besar keterpilihan calon presiden akibat dari promosi integritas yang dilakukan selama menjadi pemimpin daerah atau organisasi.
Namun integritas tokoh tidak bisa disepakati seluruh masyarakat karena perbedaan nilai dan moralitas yang dianutnya. Sementara banyak variabel integritas sesorang yang berbeda antara satu individu dengan yang lainnya. Ada yang lebih mengutamakan faktor kejujuran, keberanian, kesederhanaan, kecerdasan, hingga atribusi keagamaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H