Orang-orang berilmu kembali kepada posisinya sebagai penyebar pengetahuan. Sedangkan yang merasa kurang berilmu akan khusuk mendengarkan. Dari pengalaman menjumpai beranekaragam manusia ngeyelan mengajarkan betapa sangarnya Nabi Muhammad dalam menghadapi kaum Bani Israil.
Teman-teman santri sering menandai keturunan Bani Israil dari sikapnya kala berdebat di sebuah forum. Kalau terlihat ngeyel, berarti dia keturunan Bani Israil yang tercecer di Pulau Jawa. Kalau ngeyel tapi argumennya bisa diterima sih oke saja. Kalau ngeyel tapi asal bunyi, malah ganggu pendengaran. Sudah ngeyel, goblok lagi.
Padahal tidak ngeyel bukan berarti bodoh. Justru dari tidak ngeyel, kita bisa mendapat banyak "pencerahan". Mengakui kalau memang kita butuh ilmu untuk menjadi manusia yang lebih baik. Kalau disadari, orang ngeyel itu keberadaannya mengganggu ketentraman lingkungan sosial. Namun kebanyakan, manusia yang terinfeksi virus ngeyelen tidak sadar kalau dia adalah penyintas.
Mungkin Tuhan mengadakan manusia ngeyelan untuk menambah bumbu drama sandiwara kehidupan. Teater yang menarik itu kalau ada konfliknya. Penciptaan karakter tokoh harus jelas. Ada yang bertindak sebagai protagonis, ada pula yang berperan sebagai tokoh antagonis. Lha jelas-jelas ngeyelan tapi masih menganggap diri sebagai tokoh protagonis.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H