Dalam teori barat ada istilah metafisika kehadiran, gagasan terhadap sesuatu akan menghasilkan realitas sesuatu yang sama. Manusia selama ini menganut logosentrisme yaitu pembenaran pemikiran rasional terhadap diri sendiri.
Orang terjebak pada kebenaran sendiri, sehingga akan menyalahkan manusia lain yang tidak sesuai dengan kebenaran menurutnya. Semua orang mempunyai logos masing-masing yang bisa menolak dan menerima teks. Sehingga nalar atau logika manusia akan mengolah untuk diambil kesimpulan yang dianggapnya benar.
Selama ini manusia terjebak pada pemikiran biner. Mereka melihat semua hal menjadi dua. Tentang baik dan buruk, pintar dan bodoh, kuat dan lemah, indah dan jelek, atau putih dan hitam.Â
Pemikiran ini akan menimbulkan hirarki dan sub-ordinasi. Hal ini akan membuat manusia cenderung berasumsi tentang sesuatu menjadi dua, mereka menolak hal lain selain itu. Dan ini merupakan sumber kekacauan pemikiran manusia.
Zaman modern saat ini manusia menganut sistem fonosentrisme. Bagi beberapa pemikir filosof mengatakan bahwa tulisan begitu penting untuk kehidupan. Sehingga perkataan ditimbulkan dari tulisan yang ditafsirkan bebas oleh manusia.
Tulisan merupakan sesuatu yang sangat otentik, sedangkan ucapan adalah teks yang sudah "diperkosa" oleh orang yang mengucapkan. Tulisan merupakan simbol dari semua simbol. Sedangkan tulisan yang diucapkan sesuai tafsir manusia akan menjadi sistem logosentrime. Teks yang tertulis akan mempunyai makna yang berbeda-beda.
Sehingga manusia seharusnya mampu menerima jaringan makna tersebut untuk mencari hakikat atau esensi kebenaran bagi dirinya sendiri, tergantung ke arah mana menariknya.
Dalam pemahaman teks akan berbeda berdasarkan jejak manusia yang membaca itu sendiri. Jejak tersebut yang akan menimbulkan persepsi sesuai dirinya. Hal ini bisa diambil kesimpulan bahwa tidak ada keputusan yang final karena jejak yang direkam manusia berbeda-beda. Sesuatu yang manusia persepsikan tidak semuanya akan disetujui oleh manusia lain.
Manusia terlalu menurut, memberhalakan, menyembah pada pemikirannnya sendiri. Tidak ada sesuatu yang objektif di dunia.Â
Karena parameter membenarkan dan mengobjektifkan sesuatu tentu berbeda satu sama lain sesuai jejak teks manusia. Sehingga gagasan manusia harus terus-menerus didekonstruksi agar tidak ketinggalan makna yang lain.