Mohon tunggu...
Gus Memet
Gus Memet Mohon Tunggu... Relawan - Santri Kafir

Ada dari satu suku kata

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

The Iron Man (Muqadimah)

30 Mei 2024   04:17 Diperbarui: 11 Juni 2024   01:30 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Muqadimah

Inilah catatan pribadiku, kutulis di atas lembar-lembar daun palmyra (Borassus palmyra, ada yang menyebutnya "Siwalan" atau "Tal", sejenis Palma yang banyak tumbuh di Daratan Tengah dan Kepulauan Tenggara. Oleh puak Jawa yang tinggal di Kepulauan Tenggara, daun dalam kasta bahasa madya disebut "ron", sehingga pelandas aksara ini disebut "ron tal" yang karena problem artikulasi lazim diucapkan dengan "lontar") sebagai legasi untuk siapapun yang sudi membaca.

Namaku Prasodjoe, 51 tahun saat mulai menulis --yang biar keren sebut saja-- memoar ini. Aku pensiunan praji (prajurit siji/koptu) di kesatuan HSAF, pasukan elit Hastin. Karena aku trah sudra, latar pendidikan hanya sempat nyantrik dua tahun di padepokan kecil di kampung, tidak punya cukup uang untuk nyogok atasan, karir militerku stagnan.

Untungnya, aku dialiri DNA ahli masak milik ibuku yang kata ayahku beroleh hal serupa dari ibunya yang menurut kakekku juga dilunturi DNA serupa dari ibunya yang menurut.., ah sudahlah. 

Talen itulah satu-satunya skill berharga sekaligus penyelamat sekaligus penentu nasibku. Benar, aku ndak bakal lulus masa pendadaran kalau ndak pinter masak. Aku naik gaji karena Pengeran Jendral Dursasana, Komandan HSAF menugaskanku jadi juru masak di Ksatrian Banjarjunut untuk masa tugas tak terbatas. Padahal Banjarjunut itu istana kecil milik pribadi Dursasana.

Piawai masak pula yang kemudian meroketkan strata sosialku setelah dibajak Mahapatih Sakuni jadi kepala chef di Kepatihan Ploso Jenar, dipensiun dini sekaligus dianugerahi pangkat tituler Kolonel dan diberi jabatan baru sebagai Aspri Mahapatih. Sebuah lonjakan karir yang menabrak semua aturan dan konsensus baku sebenarnya. Tapi Mahapatih pegang kuasa. Percuma protes. 

Bagaimana kedudukan mentereng itu bisa kuraih, begini kronologinya:

Pagi sekali, hari pun masih enggan membuka mata ketika Banjarjunut kedatangan tamu istimewa: Aswatama. Di kalangan militer Hastin, sebelum aku, orang ini jadi role model bagaimana memanfaatkan previlege untuk meniti karir. Dia bukan WKH (Warga Kerajaan Hastin), hanya dua tahun menjabat walipraja di kadipaten kecil telukan Hastin, tau-tau langsung diangkat jadi Wakil Komandan HSAF karena dan hanya karena dia anak Drona, Kepala Staf Wadyabala Hastin merangkap Penasihat Spiritual Raja. Drona sendiri beroleh jabatan elit itu lewat politik marital setelah menikahi Nyai Krepi, adik Begawan Krepa, Penasihat Militer Hastin. O ya, lupa, HSAF itu akronim Hastin Special Armed Forces.

Selain anak pejabat tinggi kerajaan, menurut desas desus, Aswatama adalah Chirawinjin atau Ciranjiwi, mahluk blasteran setengah dewa separuh manusia. Ciranjiwi konon tidak bisa mati oleh sebab-sebab lumrah, apalagi dibunuh manusia lumrah. Contoh legendarisnya adalah Hanuman, Panglima Militer Ayodya. Sosok berwujud monyet albino itu hasil transeminasi Dewa Angin dan Anjani, anak seorang brahmana.  

Kata kabar angin itu, ketika menikahi Krepi, Drona, manusia berkasta Brahmana putra Maharsi Bharatvadja, sudah punya anak hasil hubungan gelap dengan Dewi Wilutama, Devi yang sedang menjalani hukuman transformatif dan berwujud seekor kuda bersayap. Konon dalam upaya menemui Drupada, Raja Panchala yang pernah jadi sahabatnya selagi nyantri bersama pada Maharsi Bharavadja, Drona tersesat dan bertemu Dewi Wilutama yang bersedia menolongnya asal diperistri.

Apa boleh buat, demi menagih Drupada yang pernah menjanjikan kedudukan elit di Panchala, Drona menyanggupi T&C abnormal itu. Apakah Drona pengidap bestiality atau gimana kejadiannya, biarlah itu tetap jadi desas desus. Yang mau kuceritakan kan soal kedatangan Aswatama ke Banjarjunut, ya to?

Oke, lanjut.

"Den Bagus Dur, saya sowan mruput begini menemui Gus Dur (Aswatama gaya bicaranya emang gitu, Raden Bagus Dursasana seenaknya aja disingkat Gus Dur) karena tugas resmi. Ini surat tugasnya. Ini yang menerbitkan Kepatihan lho, lha ini.., lihat ini Gus, ini tandatangannya Mahapatih. Clear to? Cetha wela-wela, ndak ada rekayasa" kata Aswatama sambil memamerkan selembar lontar bercap Ploso Jenar.

Dursasana hanya melirik. Dia tau sedang ketanggor intrik politik. Dan bila yang jadi antagonis adalah Aswatama, bisa dipastikan ini urusan bau tengik. Jijik!

"Ndak sah tele temele, to the intine wae. Apa tugasmu?" jengek shohobul bait, lalu menguak (bukan menguap lho ya, catat!) mulut lebar-lebar.

Aswatama mengeluarkan lontar ke dua, "Oh, ini.., ini ada Kepmap (Keputusan Mahapatih) soal tour of duty personil militer kerajaan. Namanya.., ehm.., bentar.., duh, boleh pinjam kacamata, Gus?"

"Ndak ada!" sergah Dursasana mangkel.

Aswatama tersenyum menang. Meski yang dihadapi adalah komandan sendiri, soal nyali dan taji, Aswatama tak sudi kalah gengsi. "Nah, ini dia, nama: Pra.., Pras.., so, Joe. Ya, Prasodjoe. Maaf, mata plus. Pangkat:.., bentar.., mana ya? Nah, ini dia..."

"Sinih!" Dursasana merebut lontar itu dari tangan Aswatama. Garis batas sabarnya sudah mencapai ubun-ubun.

Mutasi. Benar, itu surat mutasi untukku. Dursasana menggeram, geligi beradu berkerokotan, lalu tiga perempat histeris dia berteriak memanggilku, "JOE!!"

suluk #1, pocung (diterjemah, guru lagu dan guru gatra tetap)

Pergilah kau, pergi dari istanaku
Angkat pantat, minggat
Sebelum api menjadi
Setor muka lagi artinya petaka

**
Sejak pagi yang sumuk itu, aku pindah tugas ke Kepatihan Ploso Jenar, tepatnya ke dapur Kepatihan dengan jabatan wah: chef de cuisine. Membawahi sembilanpuluh sembilan koki berbagai tingkatan mulai kitchen porter sampai sous chef, menguasai sepenuhnya dapur maha besar dengan bahan dan peralatan masak dari seluruh penjuru jagad.

Selain dapur, aku diberi akses eksekutif ke perpustakaan Kepatihan, disebut Plosopedia, yang koleksi literaturnya juga nggilani. Ratusan rak besar berisi ratusan ribu gulungan naskah, jalinan lontar, prasasti, dan manuskrip-manuskrip hampir semua aspek peradaban manusia ada di sana. Dikelompok-kelompokkan sistematis. Termasuk bab makanan, minuman, dan masakan yang ditata di rak-rak di ruang tersendiri yang di atas pintunya ada logo toque blanche dan kaligrafi dalam aksara Hajja yang tak kumengerti cara baca dan artinya.

Logo toque blanche di Plosopedia (dok. pri. ai-generated)
Logo toque blanche di Plosopedia (dok. pri. ai-generated)

Dua bulan aku dikurung di Plosopedia sebelum boleh mengolah makanan. Seorang ahli bahasa yang sudah sangat renta ditugaskan menjadi ajudan sekaligus pembimbing. Selain F&B yang jadi kurikulum utama, aku diperbolehkan memilih dua prodi sebagai kurikulum ekstra. Pilihanku, berbasis bisikan insting: bahasa dan sejarah. 

Hingga tibalah momen paling mendebarkan seumur hidupku: bertemu Mahapatih Sakuni dan menyajikan menu makan sore untuk beliau. Wow! (bersambung)

Daftar istilah:

  • Trah = keturunan
  • Telukan = taklukan
  • Transeminasi = crossbreeding = kawin campur 
  • Bestiality = ketertarikan secara seksual pada hewan
  • Cetha wela-wela = sangat jelas
  • Tele temele = bertele-tele
  • Guru lagu = rima
  • Guru gatra = jumlah suku kata
  • Sumuk = gerah
  • Chef de cuisine = kepala koki, peringkatnya adalah: chef de cuisine, sous chef, chef de partie, commis chef, dan terendah kitchen porter
  • Nggilani = wow
  • Toque blanche = topi putih
  • Hajja = huruf Arabic

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun