Mohon tunggu...
Gus Memet
Gus Memet Mohon Tunggu... Relawan - Santri Kafir

Ada dari satu suku kata

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Di Bukit Cinta Tak Boleh Ada Chikungunya

7 Juli 2023   19:54 Diperbarui: 7 Juli 2023   20:06 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 si kembar di bukit cinta, selfie

Awalnya semua baik-baik saja. Sesuai rencana. Setelah bebas dari praktik ilegal fishing sejak 2021, aku mulai kerap menjumpai burayak ikan endemik Serayu pada musim regenerasi. Kemarau tahun ini puncaknya. Triliunan (bisa saja kuadriliun) burayak nilem dan wader pari bertebaran di mana-mana, di spot-spot dangkal dan terlindung.

Itu baru pertengahan musim. Hingga akhir musim nanti jumlahnya masih akan terus meningkat. Sayang masih banyak juga telur yg gagal menetas. Penyebabnya bukan zat kimia beracun, tapi fluktuasi debit yang sangat extrim. Ini agak rumit, jangankan orang, ikan saja sampai salah milih tempat bertelur: yang semalam genangan dangkal nan ideal untuk pembuahan in vitro, paginya mendadak surut, siang mengering. Embrio-embrio mati sebelum insangnya sempat menyaring oksigen murni dari beningnya air Serayu. Kalau yang begini sih complicated dan banyak pihak yang sah dimintai pertanggungjawaban. Nantilah itu. Yang ada dalam jarak jangkau dulu.

Bensin mepet, tapi masih ada duit ceban. Aman lah. Pulangnya nanti toh bisa bawain pesanan burayak ke seorang lawyer eksentrik yang berhasil kuyakinkan untuk mencoba domestifikasi ikan endemik. "Boss, ikan sungai harganya dua kali lipat ikan kolam. Kalau ada yang mati, tak ganti." Cuan, itu mantra saktinya, scam atau bukan. Padahal niatku, kolam pembesaran permanen si Boss pas buat studi komparatif pertumbuhan di habitat alami dan buatan. Balai benih memang punya unit-unit kolam mangkrak, tapi lupakan sajalah berurusan dengan plat merah.

Dari sample pertama yang rerata 5 - 7 mm, burayak di empat titik pengamatan tumbuh normal. Sore itu aku bawa pulang sekitar 6000 ekor dengan panjang rata-rata 1,5 - 2 cm. untuk ditebar di kolam Boss SH. Dapet tempat pembanding gratis, sekaligus duit untuk operasional penelitian seminggu ke depan. Mainkan saja.

Masalahnya, aku sering mengabaikan faktor resiko. Sekira 18 km. lagi sampai rumah, kawan lama yang sangat sangat akrab itu menyapa lirih: nafasku menghangat, juga pelupuk mata. Kupacu motor lebih kencang, speedometer akan membantuku menghitung berapa menit waktu yang masih tersisa untukku tanpa menggunakan jam. Speedku 60km/h.

Setelah menempuh 5km, artinya ada durasi 5 menit sejak kawan lama itu menyapa, aku berhenti. Helem kubuka dan kondisi badan kuperiksa: nafas panas, pelupuk mata panas, visibilitas menurun, dan suhu badan melonjak walau aku mulai menggigil kedinginan. Gawat! Secepat itukah?

Baiklah, kujalankan lagi motor. Mampir di warung kelontong terdekat beli paracetamol 500mg dua butir. Lalu ke SPBU di depan. Duit tinggal lima ribu perak, biarin dah.. pusing amat.

Benar saja, si mbak penjaga pompa bensin wajahnya langsung buram. "Sorry mbak, udah deket. Yang penting nyampe rumah," ujarku nyengir. Si mbak menjejalkan moncong nozzle ke lubang tangki dan langsung pencet kran tanpa bilang mulai dari nol ya pak... Persetanlah itu, batinku sambil mengulurkan selembar rupiah coklat.

Well, walau sampai rumah masih bernafas, aku mengutuki kawan lama yang datang kok ya di tengah jalan. Biasanya, demam super (pernah sampai bikin aku pingsan) tanda tyfus-ku kambuh itu agak sopan, datang selalu di rumah. Apalagi karena hubunganku dengan penyakit kaum marginal ini sudah begitu mendalam, aku sudah hafal apa maunya dia.

Paracetamol 1000mg tadi buat support sementara supaya aku ada waktu buat ngantar burayak pesanan Boss SH, dapet duit yang sekarang alokasinya jelas mengalami perubahan: beli obat extrak cacing lumbricuss untuk masalah di lambung, dua strip antipiretic buat ngontrol suhu badan, dan satu strip analgesik untuk perih dan nyerinya. Cukup. Dua hari dibawa tiduran sambil menggigil-gigil dikit, demam sialan itu pergi, tinggal habiskan obat cacingnya sampai ngopi gak bikin kembung lagi. (disclaimer: walau terbukti manjur, untuk pembaca yang punya tyfus, resep ini jangan ditiru. Pergi ke dokter saja, jangan libatkan saya dengan masalah. Ok?)

But hell, dua hari berlalu tapi demam kepala batu. Yang ada malah tambah nyeri sendi terutama di kaki, dan sakit kepala bagian tertentu saja. Sehari sebelumnya juga aku sudah curiga waktu mau ke kamar mandi lutut sangat nyeri saat berdiri dan jalan. Apa iya gejala tyfusnya nambah?

Maka ketika sehari kemudian demam yang sebenarnya  tak hebat-hebat amat, tidak seperti  tahun-tahun sebelumnya, tak kunjung reda, dan nyeri sendi serta sakit kepala menggila, aku telpon mantan bossku yang seorang dokter di Jakarta.

"Ah elo.., bego gak habis-habis. Itu mah Chikungunya. Liat aja, kalo besok lo gak bisa jalan, apalagi jalan, diri dah kalo bisa, artinya gue dokter bener. Ha..ha..ha..."

Busyet dah. Segawat itu, segirang itu (pinjem tagline iklan sarigendon). Buru-buru aku cari literasi soal Chikungunya. Yang kredensialnya kredible tentu saja. Oh, begitu to duduk perkaranya. Okelah...

Ada chat WA dari ibunya anak-anak esok paginya ketika benar kata dokter brengsek itu, kakiku lumpuh. "Pak, wali kelase Lintang njaluk dikirimi HPne kembar. Jare sesok arep do piknik."

"Yo dikirim to, paling meh ge pamer foto karo besti. Aku malah kena Chikungunya ket Minggu wingi."

"Ha..ha.. ha.. rasakno! Penak to? Aku yo wes tau. Sepuluh dina agek iso mlaku. Sewulan nyeri sendine agek ilang tuntas."

"Mbuh ah. Ndang dikirim hpne, mengko tak telpon kembar."

Kami memang sudah tidak hidup bersama. Aku di sini dia di sana. Tapi hubungan tetap biasa, termasuk dengan keluarga besarnya. Mamak sudah punya pacar yang kuacungi jempol karena tidak cemburu waktu tahun 2020 lalu Mamak dua bulan merawat dan tidur sekamar denganku saat dan pasca aku menjalani operasi batu ginjal kronis.

Dua jam kemudian aku menghubungi Dian - Lintang. Hpnya gak aktif. Satu jam berikutnya sama saja. Ah, dungu amat. Aku kenal Kyai mereka dan bagaimana beliau menjalankan aturan yang beliau buat: di pondok tidak ada santri yang diizinkan pakai hape. Di luar pondok silahkan. Acara piknik itu besok, bukan hari libur, artinya itu study lapangan. Dan gurunya tidak usah repot-repot bikin laporan ke wali santri. Otomatis mereka akan pamer evidence ke orangtua masing-masing. Cerdas!

Mamak chat lagi "Pak, kok hpne kembar bola-bali tak telpon ora aktif yo? Wes disampekke tenan karo tukange ojol opo ora yo?"

"Lha kuwi ojol jastip dudu? Nek dudu yo ngalamat."

"Jastip ki opo? Maksude hp tekan nggone bocah ora?"

"Weh, kowe ki nggangu wong lagi berjuang arep turu. Wes telung dina aku ra iso turu gara gara Chikungunya. Bar. Ndedonga wae ben kabeh aman."

"Piye to iki?" Chat terakhir Mamak masuk setelah aplikasi kututup. Aku bisa membacanya, tapi di sana centang dua tetap kelabu. Rasakan pembalasanku :)

Jum'at, 7 Juli jam sepuluh tadi pagi. Deretan foto masuk melalui WA.

"Bapak... kita lagi di Bukit Cinta sama bu guru dan teman-teman"
"Wow keren. Have your nice day girls"
"Anake bapak cantik-cantik to?"
"Paling. Udah yo, have fun, waktu kalian dikit gak usah dibagi ke bapak. Ini udah cukup. Thanks. Lagian  bapak mau tidur, dari kemarin begadang nih..."
"Ok. Bapak jangan banyak begadang, nanti ndak sakit lagi. Thank you pop, we love you..."
"I love you more. With big, bigger, biggest this -sticker jantung gaya anime kesukaan mereka yang terus membesar dalam format gif"

Deretan foto yang sama masuk lagi. Kali ini forward oleh Mamak. "Cah-cah gek piknik neng bukit cinta".

"Lha wong aku gek chat Dian Lintang kok kowe malah ngeteri barang balen"

"Oo.. iyo ding. Lha reflek ok"

Hfh... Ok, sekarang harus benar-benar berusaha untuk tidur. Sudah hampir 100 jam aku tidak hilang kesadaran. Tapi kok badan biasa saja ya? Apaan sih ini?

Ops, gawat. Hp mana hp? Ok, itu dia. "Mak, jangan kasih tahu anak-anak kalu aku lagi kena Chikungunya. Pokoke jangan ada chikungunya di bukit cinta! Paham maksudku?"

"Yo. Meh wae sih. Maklum, reflek."

"Oalah mak.. mak.., wes gek ndang mbojo meneh lah. Pusing!"

-GM

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun