"Mengenai produksi dan konsumsi, silakan Dik Wim elaborasi terpisah. Kita loncat saja ke speed logic, menyesuaikan dengan ruang dan  masa yang sedang kita manfaatkan."
"Maksudnya, tidak pas untuk sebuah konten user generate blog, ya, Gus?" potong Wimar.
Gus Memet nyengir, "Mungkin. Dan kalau memang iya, Dik Wim akan bertemu alasannya dalam logika kecepatan. Tapi sebelum itu, ada baiknya kita bahas dulu soal integral accident."
"Siap yang mulia."
"Mahfum, perkembangan peradaban manusia tak lepas dari wasilahnya yang juga terus mengalami pemuliaan (avan garde) yakni teknologi. Akan tetapi, demikian Virilio, setiap pemuliaan teknologi yang mendukung peradaban sekaligus mengandung potensi-potensi tak terencana (aksidental) yang bersifat mafsadat (akibat negatif) alih-alih manfaat.
"Analogi sederhananya, tidak akan terjadi kecelakaan lalu lintas (mafsadat) bila teknologi tidak melahirkan kendaraan sebagai pemuliaan transportasi (manfaat). Listrik dalam kapasitas besar dan lebih murah tersedia, tapi kebocoran reaktor Chernobyl dan luluh lantaknya Nagasaki dan Hiroshima juga tercatat dalam sejarah nuklir."
"Make sense. Kata-kata sampean, walau sama berat maknanya, lebih mudah dipahami ketimbang ocehan Si John," gumam Wimar.
Gus Memet menghela nafas sedang. Ah, John... where the hell are you?
"Ok, Gus, saya mulai bisa terima ketika Republika, yang berbasis cetak, suatu perangkat teknologi yang di masanya sempat jadi pemicu revolusi, harus mati. Anggap saja itu integral accident walau pemaknaan ini tidak sepresisi yang Gus maksud. Lantas, hubungannya dengan dromologi tadi pripun?" Wimar menepis suasana yang mulai baper.
"Kita mundur sedikit. Ketika teknologi menghadirkan pemuliaan kapasitas peradaban, pada masa itu, let's say pada rentang abad 15 sampai abad 17, kemampuan berproduksi, menghasilkan pemenuhan kebutuhan (needs maupun wants, primer juga sekunder bahkan tersier) menjadi mode peradaban. Mark bilang, siapa menguasai mesin-mesin produksi, dia menguasai peradaban.
"Lalu mode itu bergeser memasuki abad 18-19 dari produksi menjadi konsumsi. Kuasa atas peradaban bukan lagi dicirikan kemampuan berproduksi, tapi tingkat konsumsi. Cogito ergo sum-nya Descrates terpeleset jadi I am what I consume.