Bincang-Bincang Polemik Sila Kedua di Era Post-Truth dan Kebebasan Informasi Sila kedua Pancasila yaitu "Kemanusiaan yang adil dan beradab" mempunyai arti bahwa kehidupan manusia pada umumnya harus adil dan manusiawi, dengan prospek nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas yang tinggi. Namun, hal ini cukup sering terjadi di era post-truth dan kebebasan informasi saat ini.
Masa post-truth sendiri mengacu pada kondisi dimana masyarakat dalam menentukan atau membentuk pandangannya dipengaruhi oleh opini dan sentimen dibandingkan fakta objektif.
Era post truth sudah sangat kacau dengan serbuan informasi yang lebih bersifat manipulasi emosional dibandingkan pemberitaan faktual.Keberadaan media sosial memperburuk keadaan dengan mendobrak tembok waktu dan tempat yang sudah ada sebelum adanya media massa, dimana informasi baru bisa disajikan kepada publik setelah dilakukan verifikasi menyeluruh.
Oleh karena itu, banyak orang secara membabi buta mendukung informasi yang sejalan dengan kesukaan atau keyakinan mereka, terlepas dari apakah pandangan tersebut benar atau menyimpang.
Sila kedua Pancasila yang bertujuan untuk menghargai kemanusiaan secara adil dan beradab menjadi sulit diwujudkan dalam situasi yang mendesak.Dan kita melihat bagaimana masyarakat dulu dan sekarang masih dikelilingi oleh banyak informasi yang salah atau berita palsu yang menciptakan kebencian, konflik dan bahkan kejahatan di antara masyarakat. Misalnya, semakin sering terjadi perilaku agresif terhadap kelompok atau individu minoritas tertentu yang didasari oleh informasi yang tidak benar, yang disebarluaskan melalui jejaring sosial.
Jelasnya, dimensi 'keadilan' dari Sila kedua dengan mudah dikesampingkan dalam konteks seperti ini namun juga dibayangi.
Liberalisasi Media Massa: Pedang Ujung Ganda
Kebebasan informasi adalah salah satu ciri mendasar era digital yang juga didukung oleh kejahatan.Di satu sisi, hal ini mendorong kebebasan arus informasi dan diskusi bebas di antara masyarakat, yang pada gilirannya memfasilitasi pencarian pengetahuan dan berita yang lebih cepat dari berbagai media. Di sisi lain, tanpa adanya orientasi dan literasi digital yang baik, masyarakat juga dapat menjadi korban informasi negatif yang tidak berdasar mengenai berbagai konflik.
Fenomena ini mempengaruhi penempatan apresiasi pada sila kedua.Dalam kondisi seperti ini, muncul kecenderungan di kalangan massa yang belum mengembangkan kriteria untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah, untuk membangun argumentasi yang tidak didukung oleh kemanusiaan yang adil dan beradab.
Lebih sering daripada tidak, sehubungan dengan kebebasan informasi, konsep yang sama dalam prinsip kedua Kahn yang hanya memiliki sedikit cinta kasih telah digunakan untuk mendorong kebencian dan kekerasan di antara orang-orang yang jelas-jelas mengkhianati gagasan inti dari niat kedua.
Tantangan Hidup di Era Post-Truth dan Era Kebebasan Informasi Owan Utsushika Shingi:
Salah satu tantangan paling menonjol di era pasca-kebenaran ini adalah bagaimana memastikan bahwa prinsip kedua relevan dan dapat diterapkan dalam lingkungan di mana terdapat banyak informasi yang sebagian besar tidak benar.
Literasi digital menjadi aspek yang sangat krusial, karena tanpa kemampuan mengevaluasi informasi secara kritis, masyarakat akan terjebak pada post truth. Dalam hal ini, negara dan institusi pendidikan mempunyai peran penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan perlunya mengecek informasi dengan tujuan menegakkan kebenaran dan keadilan dalam setiap mekanisme sosial.
Selain itu, diperlukan pula regulasi yang jelas mengenai penyebaran informasi di ruang publik. Untuk mencapai tujuan ini, pemerintah dapat bermitra dengan penyedia platform media sosial untuk secara proaktif memberikan sanksi kepada penyedia informasi palsu yang dapat memicu kekacauan sipil dan mengancam masyarakat yang adil dan beradab. Namun peraturan ini juga harus menghormati prinsip kebebasan berekspresi sehingga mencegah penyalahgunaan kedaulatan informasi.
Kesimpulan:
Post truth dan kebebasan informasi memang memunculkan sejumlah tantangan dalam penerapan sila kedua Pancasila. Di sini, terdapat kebutuhan besar untuk membantu meningkatkan tingkat literasi digital masyarakat secara umum untuk memastikan bahwa prinsip masyarakat yang 'jujur dan beradab' akan tetap relevan.
Referensi:
1.McIntyre, Lee. Post-Truth. MIT Press, 2018.
2.Keyes, Ralph. The Post-Truth Era: Dishonesty and Deception in Contemporary Life. St. Martin's Press, 2004.
3.Wardle, Claire, and Hossein Derakhshan. "Information Disorder: Toward an Interdisciplinary Framework for Research and Policy Making." Council of Europe Report, 2017.
4.Tapscott, Don, and Alex Tapscott. Blockchain Revolution: How the Technology Behind Bitcoin and Other Cryptocurrencies Is Changing the World. Penguin, 2016.
5.Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. "Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H