Mohon tunggu...
Maz Jack
Maz Jack Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berita Sensasional "Identik" dengan Hoaks

8 November 2017   23:01 Diperbarui: 8 November 2017   23:21 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

4. Menahan diri untuk berkomentar dan share

Salah satu fitur unggulan media sosial adalah kita dapat dengan cepat berkomentar dan menyebarluaskan suatu informasi. Kalau melihat isu yang berkaitan dengan SARA ataupun berita-berita yang memicu kontroversi, jangan ikut berkomentar negatif. Tahan diri  untuk merespon, bahkan langsung share.

Di era digital seperti saat ini, rasanya sulit untuk menghindari berita hoax, baik yang dikirim maupun yang kita baca dari media oneline maupun media sosial.

Penulis pun berulangkali menerima berita hoax yang justru dikirim oleh teman-teman sendiri, melalui grup WA maupun BBM. Misalnya, informasi berisi ajakan agar menyebarkan informasi tentang ulang tahun perusahaan atau tokoh tertentu, bagi yang mengirimkan kepada sekian orang akan mendapatkan tambahan pulsa sekian atau imbalan yang lain. Meski merugikan, namun berita hoax di atas dampakanya belum seberapa.

Lain dengan berita hoax yang menginformasikan tentang produk makanan tertentu yang diolah menggunakan daging babi, misalnya. Ini tentu dampaknya lebih luas, bisa merugikan perusahaan tersebut. Bukan tidak mungkin, mayoritas warga Indonesia yang merupakan umat Islam akan memboikot produk tersebut.

Yang paling membahayakan kalau berita hoax yang menyebarkan isu SARA. Misalnya, ada orang dari agama tertentu diberitakan telah membakar kitab suci umat tertentu. Dampaknya bisa sangat panjang dan luas. Apalagi yang dirugikan adalah umat Islam bisa terjadi perselisihan, perpecahan, bahkan bentrok fisik, bila tidak segera diantisipasi.

Tak bisa dipungkiri berita-berita di atas memang menarik dan mengundang minat setiap orang untuk membacanya. Namun, penulis memilih berhati-hati. Tidak segera merespon atau menyebarkan informasi tersebut. Bahkan, saking banyaknya informasi yang di-share tidak semua kami baca.

Penulis sudah memproteksi diri dengan memilih berita dari konten-konten resmi yang bisa dipertanggunjawabkan. Kalau pun mendapatkan kiriman berita-berita seperti itu, lebih banyak diabaikan. Memang ada satu dua berita yang sempat dibaca, namun tidak untuk dipercaya. Namun, kita akan membandingkan dengan berita yang dimuat di konten-konten resmi.

Dengan dampak hoax yang demikian besarnya, sebenarnya pemerintah melalui Kementrian Kominfo melakukan langkah antisipasi untuk mengurangi penyebaran hoax, selain melakukan pemblokiran pada situs yang diduga memiliki unsur negatif, juga akan melakukan edukasi pada jurnalis dan masyarakat

Selain pihak pemerintahan, diibutuhkan lapisan lainnya untuk mengajak masyarakat lebih 'melek' terhadap berita hoax. Beruntung, muncul gerakan-gerakan anti hoax kini juga ikut mengedukasi masyarakat melalui sosial media Facebook, serta dibutuhkannya media yang konsisten untuk memberikan berita yang akurat

Dewan Pers juga telah  meminta pemilik media online agar mendaftarkan perusahaan sehingga bisa segera diverifikasi. Verifikasi tersebut akan berdampak positif bagi media siber itu sendiri. Yakni akan mendapatkan kepercayaan dari pembaca maupun pemasang iklan. (***)

karya : joko suroso guru smk alqodiriyah magelang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun