Mohon tunggu...
Ki Jokosiyo
Ki Jokosiyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - orang yang cinta Indonesia

^_^ Pinter ora ngGuroni Landep ora natoni

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sesat Pikir: Amandemen UUD

23 Agustus 2016   11:20 Diperbarui: 23 Agustus 2016   11:27 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam rapat BPUPK tanggal 11 Juli 1945, anggota BPUPK Soemitro Kolopaking mengatakan “...seperti dalam pembicaraan saya kemarin, saya menyatakan, bahwa semua susunan pada waktu ini amat dipengaruhi oleh peperangan, maka saya usulkan kepada panitia yang didirikan, supaya Undang-Undang Dasar itu disusun demikian, sehingga gampang diubah dan disesuaikan dengan zaman yang akan datang

Dalam rapat tanggal 11 Juli 1945, Soepomo, A.A. Maramis, Wongsonegoro, ketika menjawab pertanyaan ketua (K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat) mengenai sifat Undang-Undang Dasar yang sedang mereka bentuk, menjawab “sederhana saja, dimaksudkan hanya bisa dijalankan di masa perang”.

Dalam rapat BPUPK tanggal 15 Juli 1945, Soepomo mengatakan “...sesudah lima tahun sudah tentu badan permusyawaratannya ingat, apa yang terjadi dan aliran apa yang ada diwaktu itu, dan pula haluan manakah yang baik untuk dikemudian hari; dan jika perlu akan merubah Undang-Undang Dasar...” .

Diskusi dan perdebatan yang terjadi dalam rapat BPUPK, sebagaimana sebagian telah dikutip di atas memperlihatkan bahwa semangat anggota BPUPK dalam mempersiapkan rumusan UUD diselimuti oleh keadaan perang waktu itu, itulah sebabnya draf RUUD yang dipersiapkan juga bernuansa darurat perang, karena memang dibuat untuk dipergunakan dalam waktu tidak terlalu lama dan selanjutnya diadakan perbaikan atau penyempurnaan.

Soekarno sebagai ketua rapat/sidang sekaligus ketua PPKI dalam rapat pengesahan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945, mengemukakan bahwa: “... Tuan-tuan semua tentu mengerti, bahwa Undang-Undang Dasar yang kita buat sekarang ini, adalah Undang-Undang Dasar Sementara. Kalau boleh saya memakai perkataan: ini adalah Undang-Undang Dasar kilat. Nanti kalau kita telah bernegara didalam suasana yang lebih tentram kita tentu akan mengumpulkan kembali Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dapat membuat Undang-Undang Dasar yang lebih lengkap dan lebih sempurna” .

Ungkapan Soekarno ini tidak mendapat tanggapan atau komentar dari anggota PPKI lainnya, sehingga secara akontrario apa yang dikemukakan Soekarno bahwa UUD yang akan dibentuk ini sifatnya sementara disetujui oleh anggota PPKI lainnya. Tentunya yang dimaksud Soekarno dengan sifat sementara bukan dalam pengertian substansi berlakunya UUD, melainkan dalam hal penyempurnaan UUD ke depan.

Jadi kesimpulanya, hentikan sesat pikir Amandemen yang hanya akan dipakai untuk kepentingan politisi sesaat saja.

Jika sungguh-sungguh untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara, ada baiknya bila kita kembali ke bentuk asli NKRI yang diinginkan para pendiri bangsa / kembali ke UUD 1945 ASLI.

Sistem Demokrasi menurut Pancasila (Pemilu Legislatif / Pemilu Eksekutif (Presiden)) adalah demokrasi tiga jenjang yaitu: Kerakyatan, Hikmat kebijaksanaan dan Permusyawaratan/Perwakilan.

Sistem Demokrasi ini saya pribadi menyebutnya sistem PALAPA. Dengan sistem PALAPA ini dalam dua kali pemilu, Indonesia dikelola oleh NEGARAWAN.

Saat ini Indonesia dikelola oleh Politisi, mereka lebih sering memerankan diri sebagai BADUT yang melakukan akrobat politik dan akrobat silat lidah. Rakyat melihat tingkah mereka para BADUT itu dengan geli kadang muak, sedang mereka merasa bangga...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun