What's in a name? (Shakespeare, 1597)
Permendagri no 73 tahun 2022 mewajibkan penggunaan minimum dua nama di KTP cukup memusingkan banyak penduduk Indonesia.
Namun demikian, hal ini sangat patut diapresiasi.Â
Salah satunya adalah bahwa hal ini menandakan adanya kesadaran pemerintah bahwa bangsa Indonesia akan semakin terlibat dalam pergaulan internasional. Pemerintah terlihat ingin mengajak kita para warga untuk siap memiliki identitas yang bisa memenuhi kaidah yang umum diterima dalam pergaulan lintas negara.
Paspor, misalnya, sebagai tanda pengenal yang berlaku di seluruh dunia sudah sejak lama mensyaratkan pencantuman minimal 2 nama.
Dampak KTP 2 Nama untuk Para Calon Bayi
Konsekuensi nyata yang akan terjadi dalam waktu dekat adalah bagaimana para orang tua akan memberi nama anak-anak mereka yang akan lahir. Orang tua yang bijaksana tentu tidak akan lagi memberi nama anaknya sekedar 1 nama saja, melainkan minimum 2 nama.
Dengan demikian tidak akan ada lagi orang tua bijak di Indonesia yang hanya akan memberi nama anaknya satu nama. Misalnya, tidak akan ada lagi anak yang dilahirkan dengan nama sekedar Budi, Bobby, Felix, Susy, atau Rudy.
Orang tua yang bijak pasti akan memberi nama anak mereka minimum 2 nama, misalnya Budi Susilo, Bobby Brown, Felix Tani, Susy Haryawan, atau Rudy Gunawan. Sehingga nama mereka di  akte sudah akan menjadi 2 nama, demikian juga di KTP mereka, saat mereka berusia 17 tahun kelak.
Bahayanya Memakai Nama "Elon"
Sebenarnya peraturan tentang minimum 2 nama di KTP ini tidak terlalu merepotkan, karena para orang tua Indonesia masih memiliki kebebasan sangat luat untuk memilih nama untuk (bakal) anak-anaknya.Â
Di negara lain, terutama di negara-negara Eropa, penamaan anak sudah diatur oleh hukum dan peraturan negara yang bersangkutan. Hal ini misalnya terkait penggunaan nama belakang sebagai nama keluarga.
Di Indonesia, hal ini tidak diatur sama sekali.
Bapak saya, sebut saja bernama "Ahmad Jayakardi". Maka jika Pak Ahmad Jayakardi ini tinggal di Belgia dan akan memiliki anak di negara tersebut, maka anaknya harus memiliki nama belakang "Jayakardi". Misalnya anaknya bisa diberi nama "Jean-Pierre Jayakardi".
Nah karena Pak Ahmad Jayakardi berkeluarga dan memiliki anak di Indonesia, maka ia dan istrinya bebas menamai anaknya siapa saja. Jika itu 2 nama, maka dia bisa saja memberi nama seperti nama saya, misalnya "Jean-Pierre Peribadi". Â
Bukan rahasia juga bahwa banyak orang tua Indonesia memberi nama anak sesuai idola mereka.
Misalnya di tahun 80-an banyak orang tua yang memberi nama anak mereka "Muammar Gaddafi" atau di tahun 90an "Saddam Hussein".
Di tahun 90an, seingat saya ada juga orang tua yang senang dengan Amerika yang menyerbu ke Irak atau Afganistan lalu memberi nama anaknya "George Bush" atau "Collin Powell". Di tahun 2022 ini mungkin juga ada orang tua Indonesia penikmat perang yang akan memberi nama anaknya "Vladimir Putin".
Nah, di jaman Internet of Things dan Crazy Rich ini, tentu kita tak akan heran jika akan ada orang tua yang mengharapkan anaknya kelak menjadi the Real Crazy Rich alias trilyuner sungguhan, bukan crazy rich gadungan apalagi endorser investasi abal-abal. Untuk mencapai tujuan ini, akan sangat mungkin bahwa akan ada orang tua yang akan memberi nama anaknya "Elon" seperti nama depan sang trilyuner pencipta Tesla dan pemilik Twitter "Elon Musk".
Apa bahayanya?
Parents, jika "Elon" akan dipakai sebagai nama kedua atau nama belakang maka harus dipikirkan agar nama depan anak tidak berawalan huruf 'T', seperti Tontowi Elon, Tantri Elon, Tubagus Elon, Tommy Elon, Tora Elon, Tio Elon, dan lain-lainnya.
Bayangkan jika nama anak-anak itu disingkat, nantinya akan menjadi "T.Elon".
Jangan juga memadukan nama Elon dengan nama depan berawal huruf "M" seperti Michael Elon, Maia Elon, Mahadewi Elon, Marshel Elon atau Maudy Elon.
Nama anak-anak itu nantinya akan disingkat menjadi "M.Elon".
Yang terparah adalah jika parents tertarik memberi nama anak dengan huruf awal "K", seperti Kevin Elon, Keanu Elon, Kriss Elon, atau Kaesang Elon.
Nama anak-anak itu nantinya akan disingkat menjadi "K.Elon".
Sudah jelas ya parents, bahayanya.
Fix no debat.
Baca artikel selanjutnya: Bram Atjeh: Buaya Keroncong dan Macan Bola Nusantara!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H