Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Kolonial 24: Sebutan "Babu" dan Lebaran Mengharu Biru

27 April 2022   09:26 Diperbarui: 28 April 2022   07:39 2109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karikatur politik di mana baboe mengajak nyonya Belanda pergi ke bilik pencoblosan (sumber: H.n.v.d.d. voor Nederlandsch-Indie, 25 Juli 1925)

Sebuah karikatur menggambarkan bagaimana seorang baboe justru mengajari nyonya Belandanya untuk menggunakan hak pilih. Di negeri Belanda hak perempuan untuk memilih memang baru ditetapkan dalam konstitusi (Grondwet) pada tahun 1922.

Karikatur politik di mana baboe mengajak nyonya Belanda pergi ke bilik pencoblosan (sumber: H.n.v.d.d. voor Nederlandsch-Indie, 25 Juli 1925)
Karikatur politik di mana baboe mengajak nyonya Belanda pergi ke bilik pencoblosan (sumber: H.n.v.d.d. voor Nederlandsch-Indie, 25 Juli 1925)
Zeebaboe (Baboe lintas benua)

Cukup menarik adalah adanya baboe yang dibawa keluarga tuannya pergi ke Eropa atau kembali ke negara asalnya, yaitu negeri Belanda yang disebut "zeebaboe". Zee berarti laut, sehingga zeebaboe merupakan para babu yang dibawa keluarga tuannya melintasi samudera sampai ke Belanda atau ke Eropa. 

Bisa terbayang bagaimana masgulnya perasaan seorang  perempuan desa dari Nusantara yang seorang diri meningalkan tanah airnya ikut dibawa oleh keluarganya naik kapal sekitar 3 bulan perjalanan dari Pelabuhan Tanjung Priok, melintasi Singapura, Sabang, Kolombo, Laut Merah, Terusan Suez, Port Said, Genoa, Marseille, Teluk Biskaya, Southampton, Selat Inggris, dam-dam di Ijmuiden, menyusuri Kanal Laut Utara sebelum akhirnya tiba di Pelabuhan Amsterdam...

Seorang
Seorang "zeebaboe" bersama bayi, anak-anak dan 3 perempuan di depan Centraal Station, Amsterdam (sumber: TM/FZF961)

Situs Java Post (2012) mencatat bahwa para "zeebaboes" alias para baboe yang dibawa ke negeri Belanda oleh keluarga majikannya hanya bisa pulang kembali ke nusantara atau Indonesia jika bisa menemukan majikan atau keluarga baru yang akan berangkat ke Indonesia. Saat sudah tidak lagi bekerja pada majikan yang lama dan mencari majikan yang baru, mereka akan tinggal untuk sementara di rumah singgah yang disebut "Huize Persinggahan" misalnya yang ada di Van Boetzelaerlaan 2, Den Haag,   

Kembali ke Lebaran...

Pada akhirnya kedekatan antara baboe dan nyonya Belandanya kadang begitu mengharukan seperti yang diperlihatkan sebuah iklan "Gramofon" bermerek "Perla" (dari bahasa Spanyol yang berarti mutiara) yang muncul di Het Nieuws van de dag voor Nederlandsch Indie terbitan 28 Maret 1928.

Iklan gramofon seharga 200 gulden di koran H.n.w.v.d. voor Nederlandsch-Indië edisi 28 Martet 1928
Iklan gramofon seharga 200 gulden di koran H.n.w.v.d. voor Nederlandsch-Indië edisi 28 Martet 1928

Disebutkan di iklan tersebut bahwa para njonjah sebaiknya membeli gramofon seharga 200 gulden itu sebagai instrumen penghibur bagi mereka dan keluarganya yang sedih sendu mengharu biru saat para baboe-nya meningalkan mereka di hari-hari sekitar perayaan Lebaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun