Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Buya Dr Anwar Abbas, Jokowi, dan Indeks Gini

13 Desember 2021   12:09 Diperbarui: 14 Desember 2021   06:30 1190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi dan Buya Dr Anwar Abbas (Detik.com)

Dalam acara pembukaan Kongres Ekonomi Umat Islam II MUI tanggal 10 Desember 2021 yang lalu sempat terjadi perdebatan yang cukup seru tentang kesenjangan antara Presiden Joko Widodo dan Waketmu MUI, Buya DR. Anwar Abbas.

Buya DR. Anwar Abbas menyinggung-nyingung soal indeks Gini yang diklaimnya menunjukkan soal kesenjangan di Indonesia yang menurutnya masih bermasalah terutama dalam soal distribusi lahan.

Mengutip Detik.com (10 Desember 2021) inilah yang dikatakan Buya DR. Anwar Abbas: 

"Cuma dalam bidang pertanahan, indeks gini kita sangat memprihatinkan itu 0,59. Artinya 1% penduduk menguasai 59% lahan yang ada di negeri ini. Sementara yang jumlahnya sekitar 99% itu hanya menguasai 41% lahan yang ada di negeri ini."

Apa arti indeks Gini 0,59? Benarkah itu berarti 1 persen penduduk menguasai 59 persen lahan?

Ada baiknya kita melihat apa yang disinggung oleh Buya DR. Anwar Abbas dengan indeks Gini-nya.

Tapi sebelum mengerti apa itu indeks Gini, kita harus mengerti dulu apa yang disebut kurva Lorenz. Kurva Lorenz ini sudah sejak puluhan tahun menjadi grafik yang paling sering dipakai untuk menggambarkan dan membandingkan kesenjangan pendapatan.

Kurva Lorenz memberikan Informasi yang lengkap tentang kesenjangan pembagian pendapatan yang dinyatakan sebagai proporsi dari rata-rata pendapatan.

Dalam grafik di bawah ini maka kurva Lorenz adalah kurva yang berwarna merah jambu. Sumbu mendatar yaitu "Proporsi Populasi" menyatakan persentase penduduk yang dianalisa yang diurutkan dari penduduk dengan pendapatan terendah sampai yang tertinggi. Nilai satu di ujung kanan sumbu mendatar menyatakan keseluruhan atau 100% populasi yang dianalisa.

Sumbu tegak, "Proporsi Variabel yang Dianalisa", menyatakan persentase kumulatif dari suatu variabel (misalnya "pendapatan") yang dimiliki oleh sekian persen penduduk dengan 'pendapatan' terendah.

Kerangka Indeks Gini (sumber: dok. pribadi)
Kerangka Indeks Gini (sumber: dok. pribadi)

Dengan demikian, suatu titik di kurva Lorenz (yang berwarna merah jambu) akan menyatakan total persentase penghasilan yang dikuasai oleh sekian persen penduduk dengan penghasilan terendah.

Jika kita anggap bahwa "pendapatan perorarangan per tahun" adalah variabel yang dianalisa, maka misalnya, kombinasi antara nilai "Proporsi Populasi"=0,4 dan "Proporsi Variabel yang Dianalisa" = 0.2 menyatakan bahwa total 20 persen penghasilan perorangan per tahun di suatu daerah hanya dikuasai oleh 40 persen penduduk termiskin daerah tersebut.  

Kombinasi antara nilai "Proporsi Populasi"=0,9 dan "Proporsi Variabel yang Dianalisa" = 0.8 menyatakan bahwa total 80 persen penghasilan perorangan per tahun di suatu daerah dikuasai oleh 90 persen penduduk termisikin daerah tersebut atau jika dibalik maka 20 persen penghasilan perorangan di daerah itu berpusat pada 10 persen penduduk terkaya.

Dengan demkian Kurva Lorenz (merah jambu) memperlihatkan akumulasi variabel tertentu seperti penghasilan, lahan, dan lain-lain yang dikuasai oleh sekian persen penduduk. Kurva Lorenz memperlihatkan bagaimana suatu variabel (penghasilan, lahan, dan lain-lain) teralokasi atau terdistribusi pada suatu populasi tertentu dan hal ini menunjukan distribusi yang sesungguhnya.

Di lain sisi, situasi kesetaraan yang ideal dinyatakan oleh garis diagonal berwarna biru tua (kurva kesetaraan absolut). Garis lurus diagonal ini jelas menunjukan bahwa proporsi variable yang dianalisa berbanding lurus dengan proporsi populasi. Misalnya garis diagonal ini menunjukan penghasilan yang terbagi rata, atau setiap orang di sebuah daerah memiliki penghasilan perorangan per tahun yang persis sama dengan setiap orang lainnya di daerah itu. Dengan demikian jelas bahwa total 10 persen penghasilan akan dikuasai 10 persen penduduk, 50 persen penghasilan dikuasai 50 persen penduduk dan seterusnya.

Dengan demikian jelas bahwa kesenjangan dinyatakan oleh perbedaan antara kurva biru tua "Kesetaraan Absolut" dengan kurva merah jambu "Kurva Lorenz". Daerah yang terbentuk antara kurva biru tua dan kurva merah jambu menyatakan "daerah kesenjangan". Semakin luas "daerah kesenjangan" itu semakin besar kesenjangan yang terjadi pada distribusi suatu variabel pada suatu populasi.

Akhirnya indeks Gini pada grafik di atas adalah hasil pembagian atau ratio antara luas "daerah kesenjangan" dengan luas daerah segitiga yang terdapat di bawah kurva kesetaraan absolut (garis biru tua). Tidak heran bahwa indeks Gini berkisar dari 0 (nol) sampai 1 (satu).

Indeks Gini bernilai 0 (nol) terbentuk saat tidak ada kesenjangan sama sekali di daerah tersebut, yaitu saat kurva Lorenz berhimpitan dengan kurva kesetaraan absolut, sementara indeks Gini bernilai 1 (satu) terbentuk saat 100 persen penghasilan dikuasai oleh persentase yang sangat kecil dari populasi.

Semakin besar kesenjangan pembagian suatu daerah misalnya suatu negara maka nilai indeks Gininya akan semakin mendekati 1 (satu), sementara semakin kecil kesenjangan daerah tersebut, nilai indeks Gini-nya akan semakin kecil alias mendekati 0 (nol).

Dengan kata lain indeks Gini menunjukan berapa jauh distribusi suatu 'barang' di suatu populasi dari situasi kesetaraan absolut.

Dari pengertian ini jelas bahwa pernyataan Waketum MUI Buya DR. Anwar Abbas adalah salah.

Jelas bahwa indeks Gini 0,59 tidak berarti bahwa 59 persen lahan dikuasai 1 persen penduduk (!).

Indikator yang menyatakan bahwa sekian persen lahan (barang atau variabel lainnya) dikuasai oleh sekian persen penduduk tidak dinyatakan oleh indeks Gini tapi oleh nilai kurva Lorenz.

Terlepas dari benar atau tidak pernyataan buya Dr Anwar Abbas secara faktual, kita patut serius bertanya: Apakah Buya DR Anwar Abbas hanya keseleo lidah dengan menyatakan hal itu sebagai indeks Gini, padahal seharusnya itu adalah nilai kurva Lorenz?

 Saya tidak tahu.

Saya hanya berharap bahwa para pembesar atau pemuka di negara ini mulai ikut berperan aktif mencerdaskan kehidupan berbangsa sesuai dengan aliena ke-empat pembukaan UUD 45 dengan tidak lagi menggunakan indikator-indikator yang dihasilkan oleh kerja para ilmuwan secara ilmiah dengan serampangan dan ugal-ugalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun