Tapi yang lebih kuat, ada rasa rindu yang tak terperikan, rasa nglanggut yang sangat mendalam. Sementara mata lukisan sang Werkudara, sang Bima, yang badannya belum jadi tampak tajam menatapku.
Di atas meja panjang, kulihat ada satu bungkus rokok kretek dengan satu batangnya yang tersisa yang sedikit tersembul.Â
Kuambil rokok yang sebatang itu dan kubaui.Â
Belum apek.
"Maaf, nyuwun sewu nggih Prof, bagi satu ya kreteknya," kataku pada sang Bima sambil perlahan kuselipkan rokok di mulutku dan kunyalakan korek.
-selesai/fin-
* Kisah ini sepenuhnya fiksi, walaupun diinspirasi oleh kehidupan beberapa orang yang benar-benar ada.
**karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Rumah Pena Inspirasi Sahabat untuk memperingati Hari Pahlawan tahun 2021
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H