Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[RTC] Rokok Kretek Sang Werkudara

8 November 2021   08:32 Diperbarui: 9 November 2021   13:29 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Marwoto adalah seorang profesor emeritus yang lama mengajar fisika nuklir sebuah perguruan tinggi negeri di Perancis. Ia juga lama tercatat sebagai peneliti sebuah laboratorium CNRS (LIPI-nya Perancis) di bidang fisika nuklir dan partikel.

Tak kusangka hubunganku selanjutnya begitu dekat dengan Prof Marwoto dan keluarganya. Berulang kali aku diundang ke rumahnya di kampung kecil St Aignan di tengah-tengah Perancis. Sejak aku masih membujang hingga kini berkeluarga di Perancis selama 20 tahun lamanya, tak terhitung berapa kali aku, dan juga anak istriku, menghabiskan waktu kami makan malam dan menginap di kediaman keluarga itu.

Dari beberapa kali pertemuan, aku menjadi paham akan kisah hidupnya.

Ia adalah salah satu dari ribuan anak muda berotak cemerlang yang mendapatkan beasiswa dan diberangkatkan oleh Departemen Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Republik Indonesia ke Uni Soviet untuk belajar di awal tahun 1960-an. Ribuan anak muda yang berangkat siap berjibaku melawan udara dingin dan rasa sepi, yang bermimpi suatu hari akan kembali bagi ibu pertiwi untuk mengabdi.

Pecahnya peristiwa tahun 1965 yang disusul dengan lahirnya pemerintah rejim Orde Baru membuat ribuan anak muda tadi kehilangan kewarganegaraan, termasuk Marwoto muda. Pulang ke Indonesia bukanlah pilihan, karena itu berarti penjara atau malah hukuman mati. Anak-anak muda yang pandai tadi dianggap berafiliasi dengan ideologi komunis oleh rejim Orde Baru. 

Tanpa beasiswa sambil kerja serabutan, dengan susah payah  Marwoto muda menyelesaikan studinya hingga doktor. Selama tahun 60an dan awal 70an Doktor Marwoto bekerja sebagai peneliti di berbagai perguruan tinggi di Uni Sovyet sebelum pindah bekerja dan menetap di Perancis pada tahun 1975 di mana ia menikahi Christine yang menemaninya hingga ia meninggal 4 hari yang lalu untuk kemudian dikremasi.

Tidak terhitung berapa kali Prof Marwoto berusaha untuk bisa kembali ke Indonesia selama ia masih aktif bekerja. Di balik kehangatannya, kuingat bagaimana matanya selalu seakan menatap begitu jauh, saat kami berbincang-bincang tentang situasi di Indonesia.

---

Pagi itu sebelum kembali ke Paris aku minta ijin pada Christine Marwoto, untuk sekali lagi mengunjungi atelier melukis, kuil Indonesia, tempat pemujaan sang Profesor yang sudah pergi.

Kubuka jendela satu persatu lebar-lebar. Bau kretek masih kental terus melekat di udara seakan tak akan pergi diusir angin topan sekalipun.

Kupandang berkeliling. Ada rasa damai di ruangan itu. Hening dan damai seperti di sebuah kuil, musholla, atau kapel, sementara bau kretek terasa seperti wangi dupa, kemenyan atau wierook.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun