Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Penalti: Ke Arah Mana Kiper Harus Loncat?

4 Juli 2021   08:23 Diperbarui: 10 Desember 2022   11:12 939
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sommer Gagalkan Penalti Mbappe (sumber: AP/Pool/Vadim Ghirba via Bola)

Sudah jadi rahasia umum bahwa berkat secarik kertas contekan yang diselipkan di kaus kakinya, kiper Jerman, Jens Lehman berhasil menggagalkan tendangan Roberto Ayala dan Esteban Cambiasso pada adu penalti yang membawa tim Panzer mengalahkan Argentina  dan lolos ke semi final Piala Dunia 2006 di Berlin (Reuter, 16 Des 06). 

Kita tidak tahu apakah Gianluigi Donnarumma juga memakai secarik kertas kebetan saat semalam ia membuang badan ke kiri memblok tendangan Morata?

Apakah seorang kiper memerlukan semacam kertas contekan yang berisi arah lompatan yang ia harus lakukan saat menghadapi penalti yang tergantung dari siapa eksekutornya?

Tendangan penalti jelas merupakan adegan terdramatis, perang psikologis terbesar dalam satu pertandingan sepakbola dan sekaligus tugas terberat bagi seorang gawang. 

Secara statistik, Dohmen (2008) menemukan bahwa eksekutor punya 74,2% kans untuk mencetak gol, sementara kiperbhanya punya 18,8% kans untuk menghadang penalti. Hanvey dan Franks (1997) menemukan bahwa bola tembakan penalti melesat selama 0,6 detik untuk mencapai garis gawang, sementara kiper perlu 0,5 sampai 0,7 detik untuk bereaksi dan bertindak.

Konsekuensinya jelas: kiper jelas harus memutuskan tindakan apa yang ia lakukan, sebelum kaki sang penendang penalti menyentuh bola. Keputusan itu secara sangat sederhana ada tiga: melompat ke sisi (i) kiri, ke (ii) kanan atau (iii) tetap bertahan di tengah.

Nah, bagaimana keputusan ini diambil adalah hal yang sangat menentukan. 

Begitu banyak riset dan penelitian di bidang psikologi, ergonomis, pengetahuan dan sains olah raga, bahkan ekonomi yang dilakukan untuk memecah misteri ini. Salah satu penelitian yang menarik adalah di bidang ekonomi terutama terkait "game theory" alias "teori permainan".

Sebelum memahami apa kaitan game theory dan penalti, kita pahami dulu apa itu sisi alamiah seorang eksekutor tendangan penalti.

Sisi alamiah adalah arah tendangan si pengeksekusi penalti yang tergantung dari kaki yang biasa ia gunakan untuk menendang bola. Dalam persepsi kiper, seorang eksekutor yang biasa menggunakan kaki kanan akan cenderung mengarahkan bolanya ke sisi kanan sang kiper. Sebaliknya seorang eksekutor berkaki kidal akan cenderung menembak ke arah sisi kiri kiri sang kiper. Sisi itulah yang disebut dengan sisi alamiah. 

Penelitian atas 459 tendangan penalti di divisi utama Liga Italia (1997-2000) dan divisi utama liga Perancis (1997-1999) Chiappori et al., (2002) mengungkapkan bahwa 44% eksekutor akan mengarahkan bola ke sisi alamiahnya, 38% ke sisi yang berlawanan dan hanya 17% ke arah tengah. Kemungkinan seorang berkaki kidal menembak bola ke sisi alamiahnya adalah nyaris 50% sementara seorang eksekutor tidak kidal adalah 43%. 

Apakah lalu seorang penendang berkaki kanan akan menendang selalu ke arah kanan kiper? Atau apakah seorang kiper sebaiknya meloncat 50% ke arah kiri jika si penendang berkaki kidal dan 43% ke arah kanan jika si penendang tidak kidal?

Tidak semudah itu Arturo! 

Pola Tendangan Penalti Beberapa Pemain Dunia di Piala Dunia 2014 (sumber: The Wall Street Journal)
Pola Tendangan Penalti Beberapa Pemain Dunia di Piala Dunia 2014 (sumber: The Wall Street Journal)

Setiap eksekutor penalti memiliki pola tendangannya sendiri-sendiri. Canipe dan Foster (2014) dari the Wall Street Journal mendata pola tendangan beberapa pemain di Piala Dunia 2014 dan menangkap pola yang sangat bervariasi. Neymar dengan kaki kanannya yang kuat, misalnya di ajang Piala Dunia 2014 selalu menembak sangat kencang ke sisi kanan dari persepsi penjaga gawang. Eden Hazard, striker Chile  Arturo Vidal menembak secara rata ke kanan dan ke kiri, demikian juga Edinson Canavani, sementara Van Persie dan Messi cenderung menembak ke kiri dari persepsi kiper.

Kita dapat menyimpulkan dari pola arah tendangan penalti yang bervariasi dari seorang pemain dari satu pertandingan ke pertandingan lainnya bahwa mereka menerapkan strategi campuran (mixed) dan independen. Dengan kata lain, nyaris tidak ada hubungannya antara tendangan penalti yang dilakukan seorang pemain pada pertandingan sekarang (yang lalu) dan yang akan datang (sekarang). 

Di penelitiannya yang sangat serius di jurnal Review of Economic Studies yang terbit tahun 2003, Palacios-Huerta secara sangat elegan melakukan riset atas 1417 tendangan penalti yang terjadi antara September 1994 dan Juni 2000 di Liga Spanyol, Italia, Inggris dan beberapa negara lainnya untuk menguji kesahihan game theory yang salah satu pelopornya adalah John Nash yang kisah hidupnya difilemkan dengan sangat indah di filem a Beautiful Mind.

Nah game theory adalah sebuah cabang teori yang digarap para ahli matematika dan ekonomi untuk memahami perilaku manusia tertama terkait dalam kegiatan ekonomi entah itu persaingan maupun kerja sama.

 Dalam kerangka penalti di sepakbola game theory berusaha mencari presentase keberhasilan penendang dan kiper terkait arah tembakan eksekutor dan/atau arah loncatan sang kiper. 

Palacios-Huerta mengategorikan adegan tendangan penalti sebagai sebuah game-theory yang bersifat zero-sum, non cooperatif. Artinya dalam kerangka game theory, penendang dan kiper adalah dua pihak yang berlawanan dan yang satu akan berusaha mengecilkan peluang atau probabilitas yang lain untuk meraih skor. Istilah ekonomi dari mengecilkan peluang yang lain adalah Minimax. 

Apa saran Palacios-Huerta? 

Menghadapi sifat variatif dan independen arah tembakan penalti seorang eksekutor, maka sebaiknya seorang kiper juga memvariasikan arah loncatannya. Ia menyarankan agar kiper memvariasikan arah loncatannya dengan sekitar 60% meloncat ke arah sisi alamiah sang penendang. 

Artinya menghadapi penendang berkaki kanan, seorang kiper sebaiknya menerapkan 60% loncatan ke sisi kanan (dari perspektif kiper) dan sisa 40% ke sisi kiri. Dengan melompat ke kiri, Donnarumma misalnya sedang mengambil 40%-kansnya untuk memblok tendangan Morata yang biasa menendang dengan kaki kanan.

Sebaliknya menghadapi penendang kidal, sebaiknya kiper menerapkan 60% loncatannnya ke arah kiri (dari si kiper).

Kembali pada pertanyaan awal: apakah seorang kiper butuh kertas contekan alias kebetan seperti pada kasus kiper Jerman, Jens Lehman?

Entah apa isinya dan siapa yang menyiapkan contekan itu. Yang jelas apa yang terjadi pada Lehman jelas suatu kebetulan. 

Alih-alih mencari kebetan dalam rangka menghadapi tendangan penalti, adalah lebih penting buat seorang kiper mempelajari ilmu ekonomi, terutama game theory.

Atau PSSI berminat memulai dengan memakai pendekatan ilmiah untuk memperbaiki kualitas timnas Indonesia?

- Jakarta, Minggu pagi 4 Juli 2021, sebelum nyarap - 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun