Tujuan baik Gubernur DKI maupun Pemprov DKI untuk memfasilitasi moda sepeda tanpa bekerja sama dengan instansi yang berwenang, seperti Dinas Perhubungan atau Kepolisian untuk sesegara mungkin membuat peraturan bagi pesepeda bisa menjadi kebijakan yang kontra produktif.
Tanpa ada peraturan, keselamatan pengguna jalan, baik itu para atlit amatir alias pesepeda sendiri maupun para pengguna jalan lainnya, beresiko untuk terkorbankan.Â
Di luar keselamatan para pengguna jalan, tentunya fasilitasi moda sepeda tanpa peraturan akan membuat tujuan pengurangan polusi udara tidak akan tercapai. Bebasnya para pesepeda untuk membuat manuver di jalan raya, seperti bergerak berpeloton sampai memenuhi jalan tentunya akan menimbulkan kemacetan. Harus diingat bahwa emisi yang dikeluarkan kendaraan bermotor secara individual adalah yang tertinggi di kecepatan terendah seperti kemacetan.
Namun di atas semua itu tentu adalah citra dari moda sepeda itu sendiri yang menjadi terkesan angkuh dan sombong. Terfasilitasi tanpa diikat satu pun peraturan akan membuat teman-teman pesepeda merasa lebih dari pengguna jalan yang lain.Â
Mungkin kebetulan saja bahwa sejauh ini pun hobi bersepeda ini didominasi oleh kalangan menengah ke atas di Ibu kota atau di kota-kota besar lainnya. Suatu kebetulan yang makin melekatkan moda ini pada kesan arogan.
Adalah suatu hal yang darurat untuk Pemprov dan instansi terkait sesegera mungkin mengeluarkan peraturan berlalu-lintas untuk pengguna sepeda. Bukan saja agar tujuan perbaikan kualitas udara perkotaan segera tercapai namun pertama-tama untuk menempatkan moda sejajar secara hukum (level playing field) dibandingkan dengan moda-moda yang lain yang pastinya akan menghilangkan kesan angkuh dari si moda yang sesungguhnya ramah ini.Â
Selamat hari sepeda dunia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H