Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa Kolonial 15: Coup d'Etat, Complot Vs Begal Partai

7 Maret 2021   12:27 Diperbarui: 7 Maret 2021   20:16 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi coup d'etat (sumber: cartoonstock)

[Bahasa Kolonial 15]

Bangsa Perancis dari jaman dulu sudah terkenal sebagai bangsa yang gaduh. Di ruang pertemuan maupun di alun-alun, di kamar tidur maupun di dapur.

Bayangkan saja: di , tahun 1851 mereka sudah men-definisi-kan suatu kata yang di masa kini sungguh mendunia: coup d'etat atau yang dibaca dan kita serap di bahasa Indonesia sebagai kudeta.

Secara harafiah coup d'etat berasal dari dua kata coup dan etat. Coup berarti pukulan dan etat adalah negara. Coup d'etat secara gamblang adalah pukulan atas negara.

Definisi awal sesuai konteks Perancis saat itu adalah pengambilalihan kekuasaan secara paksa oleh satu badan negara atas badan negara yang lain. Maklum, yang terjadi di Republik Perancis saat itu adalah presiden Louis Napoleon Bonaparte yang secara paksa membubarkan majelis nasional yang adalah lembaga yudikatif. 

Hobby gaduh secara politik manusia-manusia bersuara sengau itu sebenarnya sudah terjadi sejak lama sebelum itu. 

Di awal tahun 1800an mereka bahkan sudah menemukan kata complot yang dilafalkan dalam bahasa Perancis sebagai komplo (bukan koplo!).

Kata inilah yang secara fonetik kita serap sebagai kata komplot atau komplotan. Kata Complot memiliki arti rencana rahasia yang dibuat sekelompok orang untuk mengguncangkan kekuasaan seorang tokoh atau suatu institusi publik yang kadangkala dilakukan dengan paksaan fisik.

Dengan demikian kata kudeta (coup d'etat) dan berkomplot (complot) sangat  erat. Pengambilalihan kekuasaan secara paksa terhadap suatu pemerintahan atau institusi memang sering dilakukan lewat suatu perkomplotan atau persekongkolan.

Bukan negara garuda namanya kalau kalah gaduh dengan negeri ayam jago. Hal ini pulalah yang mungkin ditangkap secara tepat oleh beberapa politikus ulung bangsa Indonesia dengan istilah yang mulai populer yaitu begal partai.

Istilah begal partai yang dimaksud para politikus tersebut adalah pengambilalihan kekuasaan suatu partai dengan cara paksa. Istilah ini jelas memenuhi unsur-unsur dalam definisi complot atau komplotan, yaitu rancangan rahasia, persekongkolan, mufakat antara beberapa orang. Pengambilan kekuasaan secara paksa juga masuk dalam definisi kudeta atau coup d'etat.

Yang menarik untuk dikaji selanjutnya adalah komoditas atau obyek pembegalan. Secara konvensional obyek pembegalan adalah harta benda yang beberapa tahun terakhir mengerucut menjadi spesifik yaitu sepeda motor. 

Pergeseran atau diversifikasi(?) komoditas pembegalan juga bergeser belakangan ini hingga juga meliputi anggota tubuh manusia terutama perempuan yaitu (maaf) payudara dan pantat.

Harus dipertanyakan sekarang : apa saja kesamaan antara kekuasaan atau pemerintahan suatu partai, sepeda motor, (maaf sekali lagi) payudara, dan pantat, sehingga hal-hal itu bisa dibegal?

- menunggu nasi tanak, Jakarta 7 Maret 2021 -

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun