Orang yang tidak bakat dagang seperti saya pun tahu prinsip ekonomi yang mengatakan: "Jualah barangmu saat harganya sedang tinggi-tingginya". Hal ini juga berlaku pada dunia jual beli saham, di mana seorang pemain saham akan membeli saham di titik harga yang paling rendah dan pada suatu saat akan menjualnya di saat harga mencapai puncak. Dengan demikian sang pemain akan mendapat keuntungan yang besar yang seringkali disebut sebagai profit taking.
Merdeka.com (27/4/2017) menyebutkan bahwa sejak jaman Gubernur Ali Sadikin yaitu pada dekade 70an, Pemprov DKI memiliki seperempat saham PT Delta Djakarta Tbk, yang memiliki kode saham DLTA. Â PT Delta Djakarta ini menurut situs internetnya memroduksi dan menjual berbagai merek bir pilsener maupun bir hitam. Di antaranya Anker Bir, Anker Stout, Anker Lychee, Carlsberg, San Miguel Pale Pilsen, San Miguel Light, San Miguel Cerveza Negra, Kuda Putih dan Batavia.Â
Entah apa motivasinya, tapi kita semua mengetahui bahwa pada masa kampanyenya dahulu kala Gubernur DKI, Anies Baswedan mengucap janji untuk menjual seluruh saham DLTA yang dimiliki oleh Pemprov DKI. Janji yang tidak kunjung Beliau tepati sejak menduduki jabatan Gubernur Provinsi DKI pada bulan Oktober 2017, hampir tiga setengah tahun yang lalu.
Adalah menarik untuk melihat perkembangan harga saham DLTA sejak Anies Baswedan memegang tampuk Gubernur DKI.
Â
Seperti yang ditunjukan pada grafik di atas, saat pada saat Anies masuk menjabat pada Oktober 2017, harga saham DLTA adalah sekitar Rp 4600 per lembarnya. Harga saham DLTA sebenarnya sempat memuncak pada akhir April 2017 sampai hampir mencapai Rp 5200/sahamnya. Kemenangan Anies sebagai gubernur DKI yang dipastikan pada sekitar awal Mei 2017 membawa sentimen negatif yang menyebabkan harga saham DLTA mengalami penurunan sampai sekitar bulan Desember 2017.
Ketidakseriusan Anies untuk merealisasi janjinya menjual kepemilikan saham DLTA seakan justru membawa angin segar bagi harga saham perusahaan tersebut. Hal ini ditandai dengan kenaikan harga yang terjadi sejak Januari 2018 sampai dengan Juni 2019 di mana harga per lembar saham mencapai Rp. 7400 alias naik 60% sejak Anies menjabat (!).
Menurut Kontan (20/11/2020) Pemprov DKI memiliki 210,2 juta lembar saham atau setara dengan 26,25% dari total jumlah saham DLTA.Â
Dengan jumlah tersebut makan total nilai saham DKI di puncak harga Rp. 7400/lembar pada medio Juni 2019, adalah 1,55 trilyun rupiah. Saat itulah harusnya Pemprov DKI menjual atau melelang seluruh saham DLTA nya.