Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Soal Agama "Pak Ganjar": Gawat Darurat Pendidikan Dasar Kita

10 Februari 2021   13:44 Diperbarui: 10 Februari 2021   14:45 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tidak ada urusan dengan siapa Pak Ganjar yang muncul dalam salah satu soal yang terdapat dalam buku pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas 3 Sekolah Dasar terbitan PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo.

Yang saya ingin soroti di sini adalah soal pelajaran budi pekerti dan agama di buku itu yang saya salin seperti di bawah ini dari harian Kompas 10 Februari 2020:

Walaupun mendapatkan rezeki yang banyak, Pak Ganjar tidak pernah bersyukur dengan menyembelih hewan kurban pada hari Idul Adha.  Pak Ganjar termasuk orang yang: (a) Beruntung              (b) Beriman  (c) Rugi   (d) Sukses

Anda bisa menjawab pertanyaan ini? Terus terang saya tidak tahu apa jawaban yang benar.  Menurut saya soal ini jelas memiliki dua kecacatan yaitu cacat asumsi dan cacat logika.

1. Cacat Asumsi

Soal ini mengasumsikan dua hal yang seakan bisa kita terima secara umum sebagai hal yang tidak perlu dipertanyakan (take it for granted). Kedua asumsi itu: pertama, bahwa ada korelasi positif antara rezeki yang diterima seseorang dan rasa syukurnya, dan kedua, bahwa orang (beragama Islam) yang mendapat rezeki banyak harus bersyukur dengan menyembelih hewan kurban pada hari Idul Adha.

Karena bukan penganut agama Islam saya tidak bisa menganalisa kesahihan asumsi kedua. 

Untuk asumsi pertama saya akan menunjukan kecacatannya sebagai berikut:

Benarkah ada korelasi positif antar rezeki yang diterima seseorang dan rasa syukurnya?

Bermodal googling, saya tidak menemukan sama sekali adanya studi yang mempelajari korelasi antar kedua hal tersebut. Dengan demikian rezeki yang banyak dan ungkapan rasa syukur bukanlah hubungan sebab-akibat yang otomatis terjadi, karena hal ini secara empiris tidak bisa dibuktikan.

Mungkin akan ada yang mendebat bahwa hubungan keduanya bukanlah sebab-akibat melainkan melulu ideal yang diimpikan terjadi. Dengan kata lain, seyogyanya seorang manusia yang mendapat rezeki banyak akan semakin bersyukur.

Apakah ideal seperti ini benar? Saya tidak yakin.

Dalam ajaran agama mana pun, saya yakin bahwa manusia selayaknya dan se-ideal-nya tetap bersyukur. Rasa syukur itu idealnya sama besarnya saat yang bersangkutan menerima rezeki banyak, menerima rezeki sedikit, menerima untung maupun malang.

Secara empiris maupun secara ide, bisa disimpulkan bahwa asumsi ini gugur karena cacat. Rasa syukur seseorang tidaklah tergantung alias independent dari rezeki yang ia terima.

2. Cacat Logika

Buat saya ini adalah kecacatan yang terparah dalam soal tersebut. Ada dua penyebab soal tersebut cacat logika.

Pertama, bagaimana seorang peserta didik bisa menyimpulkan profil seorang Pak Ganjar, apakah ia seorang yang beruntung, beriman, rugi atau sukses, berdasarkan atas beberapa asumsi di mana minimal salah satunya sudah terbukti cacat?

Kedua, jika kita mengasumsikan bahwa kedua asumsi tesebut sahih atau tidak cacat, seorang peserta didik saya yakin akan tetap kesulitan untuk mendeduksi alias menyimpulkan profil seperti apa Pak Ganjar tersebut.

Jika kita anggap bahwa kedua asumsi sebelumnya sahih, maka ada dua fakta yang dapat kita ketahui dari pertanyaan itu:

Fakta 1: Pak Ganjar mendapat rezeki banyak

(tapi)

Fakta 2: Pak Ganjar tidak pernah bersyukur dengan menyembelih hewan kurban pada hari Idul Adha

Bagaimana seseorang anak didik atau orang dewasa sekalipun bisa menilai bagaimana profil seorang (pak Ganjar) hanya berdasar atas kedua fakta itu?

a) Apakah Pak Ganjar beriman?

Tidak ada informasi di soal itu yang menyatakan bagaimana hidup keimanan Pak Ganjar. Apakah hidup keimanan seseorang bisa dinilai dari tindakannya yang tidak menyembelih hewan kurban di hari Idul Adha? 

Dengan kata lain: bisakah kita mereduksi hidup keimanan seseorang lewat tindakan maupun ke-alfa-annya untuk menyembelih hewan kurban?

b) Apakah Pak Ganjar rugi atau beruntung?

Satu-satunya fakta yang bisa memberikan data tentang untung rugi adalah bahwa Pak Ganjar mendapat banyak rezeki dan bahwa yang bersangkutan tidak mengeluarkan biaya untuk kurban hewan. Tapi di sisi lain, mungkin juga parameter rugi atau tidak dalam pelajaran Agama harus ditinjau dari pahala atau hukuman yang diterima terkait hewan kurban.

c) Apakah Pak Ganjar sukses?

Lagi-lagi tidak ada data yang untuk menyimpulkan apakah Pak Ganjar orang yang sukses atau gagal. Kalau dilihat dari fakta bahwa Pak Ganjar mendapat banyak rezeki maka bisa disimpulkan bahwa Pak Ganjar orang yang sukses. Tapi kalau ke-alfa-annya menyembelih hewan kurban adalah hal yang esensial dalam kehidupan beragama atau beriman seseorang, maka bisa dibilang Pak Ganjar tidak sukses.

3. Gawat Darurat Pendidikan Dasar

Pada akhirnya, sulit bagi seorang anak didik untuk menjawab pertanyaan seperti ini, bahkan bagi orang dewasa sekalipun. Pilihan jawaban menjadi tidak jelas karena cacatnya minimum salah satu asumsi dan ketidak-tersediaan data atau informasi yang cukup untuk men-deduksi jawaban yang tepat.

Yang menguatirkan adalah bahwa soal-soal seperti ini tentu tidak hanya satu ini, tapi juga sangat banyak. Soal-soal yang terselubungkan indoktrinasi hubungan-hubungan kausal maupun ideal yang sesungguhnya tidak ada atau soal-soal yang mengajak anak didik untuk men-deduksi atau menarik kesimpulan dari informasi yang tidak lengkap atau bahkan cacat.

Dampak negatif soal-soal semacam ini tentu membahayakan tujuan pembentukan sifat berpikir ilmiah dari anak-anak didik. Lebih jauh lagi membiasakan anak didik menarik kesimpulan dari asumsi yang salah dan data yang tidak lengkap berpotensi melahirkan generasi yang berpikiran sempit, tidak analitis dengan kemapuan logika yang rendah.

Buku pelajaran yang dipakai siswa tentulah sudah melewati berbagai proses redaksi, penyuntingan, maupun uji materi sebelum dapat digunakan secara luas dan wajib.

Jika soal-soal semacam ini masih beterbaran di berbagai buku pelajaran, maka sudah jelas bahwa dunia Pendidikan dasar kita perlu perbaikan yang menyeluruh dan radikal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun