Masih sepuluh menitan lagi aku harus menyusuri jalan pinggir kota untuk mencapai hypermarket tempatku bekerja di gudang. Hypermarket baru akan buka jam 9 nanti, tapi kiriman ikan beku yang diantar truk boks es de Smet & Fils sudah akan datang tepat 6.30.
Ya Tuhan! Salju tipis turun lagi di kegelapan. Seakan tidak memberi istirahat manusia yang kelelahan dan berjalan tersaruk-saruk ini. Kapan berhentinya dingin ini?
Kadang ingin kuputar waktu agar pilihan jalan hidupku bisa kuganti.
Hari-hari musim dingin tanpa matahari. Wajah-wajah putih enggan tersenyum seakan hanya ingin membagi duka dan kecemasan.
Satu kelok lagi. Semoga truk es itu tidak tidak datang lebih dahulu. Malas rasanya kalau pagi sedingin ini harus kudengar ocehan Carlo si supir truk asal Sardinia, Italia menyumpahi jalan yang licin, udara yang menusuk dan wajah-wajah yang tertekuk.
Delapan jam lagi. Mudah-mudahan matahari bermurah hati. Tak luputkanku bersama anak, istriku nikmati sedikit saja sisa sinarnya.Â
Sore nanti.
* (lat.) hibernum tempus: musim dingin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H