Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Menerjemahkan Roman adalah Seni!

27 Januari 2021   11:31 Diperbarui: 29 Januari 2021   22:15 1125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Roman yang Diterjemahkan. (Foto: Dokumentasi Pribadi)

Bergabung sejak 2010, ada suatu masa di mana saya kehilangan semangat untuk menulis di Kompasiana. Tidak melewatkan waktu senggang saya untuk menulis di Kompasiana, saya melakukan berbagai hal lain yang masih terkait tulis menulis. 

Salah satu dari kegiatan itu adalah menerjemahkan roman dari Bahasa Spanyol ke Bahasa Indonesia.

Buku yang pertama saya terjemahkan sudah diterbitkan pada Maret 2018 oleh Gramedia berjudul Lima Sudut (Cinco Esquinas) yang merupakan roman karya sastrawan dan essayis asal Peru, Mario Vargas Llosa.

Lima Sudut sendiri bukanlah roman terbaik yang mengantarkan Vargas Llosa meraih penghargaan Nobel kesusastraan pada tahun 2010. Lima Sudut diterbitkan pertama kali tahun 2016 dan mengisahkan pergolakan politik di Peru di era tahun 1990-an pada masa pemerintahan Presiden Alberto Fujimori yang korup dan penuh gejolak. 

Singkatnya, roman ini berfokus pada kisah fiksi yang menggambarkan cara penguasa Peru menggunakan media massa untuk mengangkat atau menjatuhkan teman atau lawan-lawan politik mereka. 

Pemerasan dan skandal seks menjadi sarana yang dipakai media massa sebagai sarana untuk menjebak para musuh politik penguasa dalam roman tersebut.

Adalah pengalaman yang sangat mengasyikkan namun juga sungguh menantang untuk menerjemahkan suatu roman dari suatu Bahasa asing ke Bahasa Indonesia. 

Keasyikan menerjemahkan, menurut pendapat saya, terletak pada kepuasan untuk dapat menyampaikan apa yang dirasakan saat membaca kalimat demi kalimat dan paragraf demi paragraf roman tersebut ke Bahasa Indonesia. Tantangan menerjemahkan, masih terkait dengan keasyikannya adalah bagaimana sejauh mungkin tetap setia dengan arti kata per kata yang dituliskan pengarang aslinya.

Bagi saya tujuan suatu penerjemahan roman adalah menyampaikan roh atau jiwa suatu roman yang ditulis dalam Bahasa asing tersebut ke Bahasa Indonesia dengan tetap setia menjaga arti kata per kata yang digunakan penulis aslinya.

Ada enam tips singkat dan praktis yang bisa saya sampaikan di sini untuk mencapai tujuan penerjemahan tersebut.

Pertama, jangan malas membuka tesaurus atau buku sinonim kata-kata bahasa asing yang bersangkutan dan harus kreatif!

Bahasa-bahasa di dunia memiliki kekayaannya masing-masing dalam hal kosakata. Bahasa Spanyol misalnya sangat kaya dalam kata kerja. Misalnya minimal ada empat (4!) kata dalam bahasa Spanyol yang berarti "membiasakan diri" yaitu soler, acostumbrar, habituarse, dan reiterar. 

Walau sama-sama berarti "membiasakan diri", setiap kata memiliki nuansa dan penggunaannya masing-masing yang hanya berlaku pada konteks atau situasi tertentu.  

Memahami perbedaan setiap kata yang ber-sinonim akan membantu menerjemahkan kata yang bersangkutan dengan lebih tepat. Kreatifitas penerjemah tentu diperlukan untuk mencari padanan kata atau kalau perlu padanan frasa (kata majemuk atau kelompok kata) yang tepat.

Kedua, pelajari dialek bahasa asing terkait!

Bahasa spanyol yang digunakan dalam roman Vargas Llosa adalah bahasa Spanyol yang digunakan di negara Peru di Amerika Selatan. Bahasa Spanyol ini memiliki dialek-nya tersendiri yang sedikit berbeda dengan bahasa Spanyol standar yang digunakan di negara Spanyol di Eropa yang disebut bahasa spanyol castellano.

Perbedaan antara bahasa Spanyol di Peru dan spanyol castellano misalnya terletak pada perbedaan kosa kata yang biasa digunakan untuk menyebut kamu, anda dan kalian. Sapaan seperti "compadre" atau kata seru yang mengungkapkan keterkejutan seperti "Que carajo!" misalnya tidak digunakan dalam bahasa Spanyol standar.  

Memahami hal-hal kecil tersebut akan membantu penerjemah memahami konteks situasi dan hubungan antar karakter dalam kisah secara tepat.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Ketiga, lakukan studi untuk memahami latar belakang cerita!

Pada umumnya pengarang akan menulis berbagai hal terkait latar belakang roman-nya dengan anggapan bahwa pembaca sudah mengerti tentang situasi, jaman, budaya maupun kebiasaan yang terjadi. 

Pada roman Lima Sudut, Vargas Llosa mengandaikan bahwa pembaca cukup familiar dengan situasi Peru di tahun 90an, khususnya situasi di kota Lima termasuk memahami ketegangan, ketakutan, gaya hidup pada masa dan lokasi-lokasi tersebut.

Adalah tugas penerjemah untuk bisa menghadirkan situasi dan suasana asing tersebut ke pembaca. Dalam kasus ini adalah tugas saya sebagai pengarang untuk membawa situasi kota lima di tahun 90an di era rejim Fujimori ke benak pembaca bahasa Indonesia.

Cara terbaik untuk bisa menghadirkan situasi asing tersebut adalah melakukan studi mendalam.

Saya sendiri menghabiskan cukup banyak waktu untuk mempelajari apa yang dilakukan Presiden Alberto Fujimori dan rejim-nya di tahun 90an, membaca berbagai artikel tentang situasi ekonomi, budaya, politik kota Lima dan negara Peru selama rejim tersebut.

Bahkan membaca bagaimana migrasi bangsa Jepang ke Peru dan negara-negara Amerika latin lainnya di awal abad yang lampau untuk bisa memahami siapa presiden Fujimori yang keturunan Jepang!

Keempat, kenali si pengarang!

Saya punya pandangan setiap penulis atau pengarang memiliki suatu misi besar lewat karya-karyanya. Saya juga percaya bahwa suatu kisah roman selalu merupakan buah pengalaman dan kisah hidup sang pengarang selain juga menggambarkan karakter, sifat, ego dari si penulis. 

Dengan demikian salah satu trik untuk menghasilkan suatu karya penerjemahan yang baik adalah mengenal siapa si penulis.

Saat mulai membaca dan menerjemahkan Cinco Esquinas saya belum pernah membaca satu karya pun dari Vargas Llosa sang pengarang. 

Untuk mengirit waktu, yang saya lakukan selain mempelajari biografinya adalah membaca berbagai essai maupun ulasan tentang karya-karyanya yang lain untuk memahami gaya maupun misi besar Vargas Llosa, membaca tulisan opini-opini politiknya maupun berita-berita di koran tentang pemenang Nobel 2010 itu.

Kelima, jangan menerjemahkan di saat capek!

Sama seperti menulis di Kompasiana menerjemahkan roman hanyalah suatu aktivitas saya untuk mengisi waktu senggang. Seringkali waktu yang saya miliki untuk menerjemahkan hanya di malam hari di kala saya sudah menyelesaikan semua pekerjaan utama saya.

Namun demikian, penerjemahan yang saya lakukan di malam hari saat sudah lelah selalu menghasilkan hasil terjemahan yang buruk dan saya ulang kembali penulisannya. Saya bisa menyimpulkan bahwa penerjemahan ternyata memerlukan kesegaran otak yang akan mendukung proses kreatif.

Pada akhirnya saya selalu bekerja di dini hari untuk menerjemahkan. Di saat segar, proses kreatif masih terjaga dengan baik dan penerjemahan juga dapat dilakukan dengan lebih cepat.

Keenam, jangan mengarang!

Penerjemah bukanlah pengarang, maka seorang penerjemah tidak menambahi dan tidak mengurangi tulisan yang asli. Itulah tantangan terbesar: dengan perbedaan bahasa dapat membawa roh karya yang diterjemahkan dengan tetap setiap pada kata-kata yang dituliskan oleh si empunya karya.

Sulit? Silakan kembali ke poin pertama!

Akhirnya, saat tiga tahunan yang lalu saya memberitakan bahwa roman terjemahan saya telah diterbitkan, salah seorang teman saya, seorang penyuka sastra mengatakan, "Jep, kamu benar-benar seniman!"

Kalau saya seniman, berarti kegiatan penerjemahan roman adalah seni.

Saya bisa mengerti kalau kegiatan tersebut adalah seni, tapi saya tidak merasa diri sebagai seniman. Saya tidak pernah memakai topi baret besar warna hitam, apalagi punya kumis mbaplang!

- maaf kepanjangan, Jakarta 27 Januari 2021-

Tulisan sebelumnya:

Saat Pepatah Indah Dipakai Menindas Minoritas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun