Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Vaksinasi: Antara "Game-Changer" dan "Panic-then-Forget"

18 Januari 2021   07:04 Diperbarui: 24 Februari 2021   07:14 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di luar berbagai faktor eksternal, kegagalan Indonesia untuk mengalahkan COVID-19 tanpa vaksinasi sesungguhnya menunjukan banyaknya sistem yang tidak berjalan di negara kita yang mendesak untuk kita perbaiki. Minimal ada lima hal yang saling terkait dan mempengaruhi. 

Pertama, ketidakjelasan komando penangangan wabah, kesemrawutan koordinasi yang terjadi tidak hanya antar institusi tapi juga antar berbagai tingkat pemerintahan. Kedua, ketidak siapan infrastruktur kesehatan terutama pada awal pandemi.

Ketiga, ketidaksiapan sistem jaminan sosial untuk secara efektif menyalurkan bantuan ekonomi. Keempat, ketidakmampuan pemerintah dan masyarakat untuk melakukan protokol kesehatan dan terakhir, ketidaksiapan sektor-sektor penunjang yang diperlukan untuk memungkinkan pelaksanaan berbagai kegiatan jarak jauh terutama infrastruktur telekomunikasi dan digital.

Jika strategi vaksinasi COVID-19 mungkin akan membebaskan Indonesia dari pandemi dalam waktu satu atau dua tahun ini, membebaskan Indonesia dari segala "Panic" yaitu kepanikan hidup yang telah memakan korban selama hampir setahun ini.

Namun pada saat yang sama, bukan tidak mungkin bahwa kita akan lupa alias "Forget" akan segala keperluan mendesak untuk memperbaiki begitu banyak hal, minimal tata pemerintahan, sistem dan infrastruktur kesehatan, sistem jaminan sosial, kualitas Pendidikan secara umum, maupun infrastruktur telekomunikasi dan digital.

Bahaya jebakan "Panic-then-forget" begitu jelas di depan mata. 

Pesta-pesta tanpa prokes yang dilakukan sejumlah selebritas hanyalah ujung gunung es (iceberg) dari berbagai pertanda bahwa tingkat pemahaman dan intelektualitas kita tentang pandemi masih begitu rendah, kita tidak (mau) belajar apa-apa dan  dengan pongah dan penuh eforia sedang masuk dalam perangkap itu.

Dalam pada itu, para pakar sudah memperingkatkan bahwa COVID-19 jelas bukan pandemi satu-satunya atau yang terakhir yang akan terjadi dalam beberapa tahun ke depan (BBC, 6 Juni 2020).

- sebelum sarapan pagi, Jakarta, 18 Januari 2021 -

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun