Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Dieselisasi Mobil Penumpang, Dampak Low Carbon Emission Vehicle?

13 Februari 2017   16:17 Diperbarui: 26 Februari 2017   16:00 1557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari sisi teknologi kendaraan, penurunan rata-rata emisi CO2 di kawasan Uni Eropa ditandai oleh dua hal. Pertama, peningkatan pesat penjualan mobil berbasis listrik, termasuk plug-in hybrid. Menurut data EEA, jumlah mobil baru berbasis listrik telah meningkat lebih dari 10 kali lipat antara tahun 2010 dan tahun 2015. Hal ini adalah buah dari berbagai strategi dan kebijakan fiskal maupun teknis yang memudahkan investasi dalam hal produksi mobil listrik, infrastruktur charging, pembelian mobil berbasis listrik dan juga berbagai kebijakan lalu lintas yang memberi prioritas akses bagi kendaraan beremisi rendah ke kawasan-kawasan perkotaan tertentu.

Hal kedua adalah semakin kuatnya dominasi mobil bermesin diesel di pasaran Uni Eropa.

UE adalah kawasan di dunia dengan persentase mobil penumpang berbahan bakar solar terbesar di dunia. Menurut European Automobile Manufacturers Association (ACEA), pada tahun 2014 persentase mobil penumpang berbahan bakar solar mencapai hampir 41% dari keseluruhan mobil penumpang di kawasan ini, sementara persentase mobil berbahan bakar bensin mencapai sekitar 54%. Menurut data EEA, sejak 2010 lebih dari 51% mobil penumpang baru di Uni Eropa adalah berbahan bakar solar sementara persentase mobil baru berbahan bakar bensin adalah sekitar 45%.

Atas dasar kecenderungan pasar ini, tidaklah mengherankan jika Komisi Eropa memperkirakan bahwa pada tahun 2020 yang akan datang, persentase total mobil berbahan bakar solar di UE akan melampaui mobil berbahan bakar bensin. Persentase mobil diesel di tahun tersebut akan mencapai 44% sementara mobil bensin hanya sebesar 40% saja.

Lebih jauh lagi data EEA (2010-2015) juga memperlihatkan bahwa lebih dari 85% mobil diesel yang baru masuk ke pasaran UE adalah mobil diesel berukuran kecil dengan ukuran silinder tidak lebih dari 2000 cc. Rata-rata emisi CO2dari mobil baru berbahan bakar solar juga lebih rendah daripada rata-rata emisi CO2 mobil baru berbahan berbahan bakar bensin.

Rata-rata emisi CO2 mobil baru diesel di Eropa adalah sebesar 139 gram CO2 per-km di tahun 2010 dan sebesar 119 gram CO2 per-km di tahun 2015. Untuk mobil baru berbahan bakar bensin, angka tersebut adalah sekitar 142 gram CO2 per-km di tahun 2010 dan 123 gram CO2 per-km di tahun 2015. Data ini menunjukan bahwa mobil berbahan diesel lebih berpotensi dalam hal pengurangan emisi CO2 dibandingkan mobil berbahan bakar bensin.

Tingkat emisi CO2 mobil diesel yang lebih rendah juga berarti bahwa mobil diesel memiliki tingkat efisiensi bahan bakar yang lebih tinggi dibandingkan mobil bensin. Dengan harga solar eceran yang juga lebih rendah dibandingkan harga bensin di Uni Eropa, maka tidak mengherankan jika biaya operasi mobil berbahan bakar solar lebih rendah dibandingkan biaya operasi mobil bensin. Hal inilah yang menjadi kunci tingginya penetrasi mobil diesel di UE.

Dieselisasi mobil penumpang di Indonesia?

Menurut data Gaikindo, 97% dari mobil baru yang terjual di Indonesia pada tahun 2013 adalah berbahan bakar bensin, sementara sisanya (3%) berbahan bakar solar. Sebagian besar dari mobil diesel yang terjual di Indonesia adalah mobil dengan ukuran silinder di atas 2500 cc yaitu kategori multi-purpose vehicle (MPV) dan sport/sub-urban utility vehicle (SUV).

Di saat pengembangan mobil berbasis tenaga alternatif maupun infrastruktur penunjangnya masih sangat terbatas di Indonesia maka penerapan LCEV di negara kita akan sangat berpeluang untuk mempengaruhi pasaran mobil penumpang konvensional yaitu pasaran mobil diesel dan mobil berbahan bakar bensin. Salah satu dampak logisnya adalah imitasi dari apa yang terjadi di pasar Uni Eropa yaitu naiknya pasaran mobil bermesin diesel di negeri kita. Sebagaimana di Uni Eropa, di Indonesia hal ini juga akan didukung dengan situasi harga eceran solar yang selalu lebih rendah dibandingkan harga bensin.

Satu hal yang membedakan situasti Indonesia dengan Uni Eropa adalah standar Euro dari mesin kendaraan. Di UE, seluruh mobil penumpang baru yang masuk ke pasaran tahun ini harus memenuhi standar Euro VI sementara negara kita masih mengacu pada standar Euro II.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun