Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Film ini (Bukan) Tontonan Preman

3 Agustus 2016   05:06 Diperbarui: 12 Agustus 2016   14:20 832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terus terang mungkin inilah alasan terkuat saya sampai nonton filem ini lebih dari sekali.

Cerita yang linier yang ujung-ujungnya nyaris ketebak justru rasanya jadi kekuatan filem ini. Perasaan ‘ingin menonton sesuatu yang berjalan sesuai harapan yang menonton’, tidak ada kejutan, rasanya adalah satu subyek yang digarap dengan seksama tapi tanpa berlebihan oleh sutradara “Our Times”. Saat menonton kedua kalinya, terus terang yang saya rasakan adalah pikiran: "nah sehabis ini kan adegannya ini atau begini(!)". 

Tanpa kejutan, tanpa ada rasa penasaran, hanya sekedar perasaan tidak sabar untuk melihat penyelesaian konflik-konflik kecil yang terbangun di filem.

Lebih jauh lagi, humor yang ditawarkan sutradara juga tidak jauh dari humor slapstick yang arahnya terbaca namun disebar secara tidak berlebihan. Misalnya saat Ouyang Fei Fan seakan melambaikan tangan ke arah Lin Zhen Xin. Lin Zhen Xin yang dengan sumringah menyambut lambaian jadi kecele dan pura-pura ngelap-ngelap pohon saat sadar bahwa lambaian itu ditujukan ke Tao Min Min yang berjalan anggun di belakangnya.

Saya tertawa (jujur) bukan per se karena adegannya tapi karena slapsticknya yang saya bisa tebak dan tetap saya tonton.

Terakhir, bukan karena “faktor bening-bening”.

Bukan. Bukan karena faktor bening-bening. 

Kompasianer Om S Aji mungkin akan kecewa karena gadis berpayung yang dinantinya tidak muncul di filem ini. “Our Times” tidak menawarkan wajah-wajah bening sebagai daya tarik filemnya.  

Memang ada semarak gadis-gadis SMA Taiwan di sepanjang filem, namun Our Times menggambarkan siswa-siswi SMA apadanya: ada yang cantik, atau ganteng ada yang jelek dan secara umum adalah biasa-biasa atau cenderung culun atau naif. Penggambaran yang wajar  untuk suatu flashback di tahun 90an di mana akses ke internet praktis belum ada dan role model dalam berdandan atau bergaya dalam kehidupan siswa belum seinvasif hari ini.

AKhirnya, filem “Our Times” sendiri yang dirilis pada semester kedua 2015 di beberapa negara Asia seperti Taiwan (negara asalnya), Singapura, Malaysia dan Cina daratan berhasil meraih sukses cukup besar dalam omzet penjualan tiket. Di Singapura “Our Times” tercatat menjadi box office champion hanya dalam waktu 2 minggu sejak masuk ke bioskop dan bahkan menjadi filem Taiwan yang meraih box office terbesar di Tiongkok daratan.

Dekonstruksi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun