Tepat 25 tahun (19/10/1987) yang lalu, 156 nyawa melayang dan lebih dari 300 orang mengalami luka ringan dan berat dalam tabrakan langsung antara dua kereta diesel di Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan.
Seperti dirangkum dari blog (Ferdian, 2009), kecelakaan kereta di Senin Pon pagi 19 Oktober 1987 itu berawal dari dua kesalahpahaman.
Kesalahpahaman pertama terjadi antara petugas stasiun Sudimara dan petugas stasiun Kebayoran Lama tentang tempat di mana seharusnya persilangan antara KA225 Â dan KA220 terjadi.
Saat itu, sekitar pk 06.30 pagi, KA225 jurusan Stasiun Jakarta Kota menunggu di salah satu lajur di stasiun Sudimara dan KA220 jurusan Merak menunggu di salah satu lajur stasiun Kebayoran Lama. Perdebatan berakhir dengan 'mengalahnya' petugas stasiun Sudimara: KA225 harus langsir dan pindah lajur untuk memungkinkan lewatnya KA220 di stasiun Sudimara.
Kesalahpahaman kedua yang terjadi di Stasiun Sudimara antara petugas stasiun, Djamhari dan Masinis KA225 jurusan Stasiun Jakarta Kota, Slamet Suradio.
Diberitakan bahwa dalam kondisi lokomotif yang penuh sesak dengan penumpang yang berjejal, perintah untuk melakukan langsir (Semboyan 46) dalam rangka pindah lajur yang diberikan oleh petugas stasiun, Djamhari tidak dapat dilihat dengan jelas oleh Masinis KA 225 Slamet Suradio. Masinis Slamet Suradio justru mengartikan perintah tersebut sebagai tanda sinyal hijau (Semboyan 40) yang merupakan tanda bahwa lajur telah aman dan keretanya dapat diberangkatkan menuju Stasiun Kebayoran Lama.
Berangkatnya KA225 pada pukul 07.00 WIB itu menimbulkan kepanikan hebat di Stasiun Sudimara karena pada saat yang sama di lajur tersebut telah melaju KA 220 yang diberangkatkan dari Stasiun Kebayoran Lama pada pukul 06.50 menuju stasiun Sudimara, tanpa menunggu sinyal aman dari Stasiun Sudimara.
Usaha Djamhari untuk mengejar KA 225 dengan sepeda motor maupun dengan semboyan bahaya ke Palang Pintu Pondok Betung tidak membuahkan hasil.
Walau kedua kereta diesel melaju dengan kecepatan rendah, antara 25 sampai 45 km/jam saja, namun momentum yang terjadi saat tabrakan sangatlah besar.
Hal ini menyebabkan salah satu lokomotif KA melesak masuk dan terbungkus oleh gerbong kereta yang menghantamnya dari belakang dan mengakibatkan banyaknya korban jiwa. Kecelakaan kereta di Bintaro ini adalah salah satu kecelakaan kereta dengan korban jiwa terbesar di Indonesia.