[caption id="attachment_364078" align="aligncenter" width="490" caption="Screenshot Liputan Langsung France 2 - Jumat 9/1/2015 (dok.pri)"][/caption]
Jumat 9 Januari 2015 bisa jadi adalah hari Jumat "terpanjang" sepanjang sejarah bagi sekitar 66 juta warga Prancis. Selama beberapa jam hari itu, siaran langsung televisi berhasil memaku jutaan pasang mata pemirsa untuk mengikuti perkembangan detik demi detik drama penyanderaan di satu pasar swalayan yahudi di Porte de Vincennes di Paris dan pengepungan sebuah percetakaan di Dammartin-en-Goële, kota kecil di timur laut Paris.
Seakan satu versi nyata dari filem lawas Al-Pacino, Dog Day Afternoon (1975),  stasiun utama Prancis, France 2 dan TF1 memulai liputan langsung pagi itu dimulai sekitar pukul 10 waktu Prancis dengan satu breaking news: saat Koachi bersaudara, tersangka penyerang kantor redaksi Charlie Hebdo dua hari sebelumnya, diketahui bersembunyi di sebuah percetakan di  Dammartin-en-Goële.
Tensi pemberitaan yang terbagi atas laporan reporter di lokasi kejadian di  Dammartin-en-Goële, dan pembawa acara serta nara sumber di studio mendadak meningkat drastis saat breaking news kedua terjadi di siang hari yaitu adanya penyanderaan atas para pengunjung suatu pasar swalayan yahudi di Paris.
Intensitas komunikasi antara reporter di lapangan di dua lokasi kejadian dan penyiar serta nara sumber di studio di kedua stasiun televisi meningkat tajam dan mencapai titik puncak antara pukul 5 dan 6.30 sore setelah sesaat setelah pasukan komando gabungan dari kepolisian dan gendarmerie Prancis melakukan serbuan yang menewaskan tersangka penyandera di pasar swalayan yahudi dan Koachi bersaudara di percetakan.
Ada beberapa hal menarik yang rasanya patut dicatat dari peliputan langsung Jumat Hitam di Prancis ini:
Pertama:, reporter tidak memberitakan hal yang tidak diketahuinya secara pasti.
Antara jam 13.00 dan jam 14.00 kesimpangsiuran atas peristiwa apa yang sebenarnya terjadi di Paris mewarnai peliputan langsung. Informasi awal menyebutkan adanya penyerangan atas suatu warung di suatu tempat di sebelah timur kota Paris.
Pertanyaan-pertanyaan seperti apa yang terjadi, di mana, siapa dan oleh siapa, berapa,... mendominasi komunikasi antara penyiar di studio dan tim reporter di lapangan. Berulang kali reporter di lapangan menjawab pertanyaan-pertanyaan rekannya di studio dengan kalimat-kalimat:
« je ne peux pas vous dire de plus... » (saya tidak bisa beri info lebih lanjut), atau
« on ne sait pas encore... » (kami belum tahu... )
Fakta menjadi semakin jelas setelah pihak reporter di lapangan mendapat informasi lengkap dari pihak kepolisian: penyerangan menjadi penyanderaan, warung menjadi pasar swalayan kosher (barang-barang hallal untuk orang Yahudi), sebelah timur kota Paris menjadi Porte de Vincennes dan seterusnya.
Kedua: reporter hanya menyampaikan data dari otoritas yang berwenang
Kesimpangsiuran kedua terjadi sesaat setelah penyerbuan oleh pasukan komando gabungan di dua lokasi. Komunikasi antara penyiar di studio dan tim reporter di lapangan kembali berisi berbagai pertanyaan : berapa jumlah korban, apakah penyandera (dan Kouachi bersaudara) hidup atau mati, kapan tepatnya serbuan, bagaimana jalannya serangan dan seterusnya.
Pada sekitar pukul delapan malam, di lokasi pasar swalayan yahudi Porte de Vincennes, Menteri Dalam Negeri Perancis Bernard Cazeneuve  mengeluarkan pertanyaan resmi pertama dari pemerintah Prancis yang intinya berisikan ucapan terima kasih kepada segenap tim kepolisian yang telah berandil dalam mengakhiri kedua peristiwa hari itu.
Saat ditanya oleh wartawan tentang detil penyerbuan, Cazeneuve yang Menteri Dalam Negeri, justru menjawab bahwa dirinya tidak berhak memberikan informasi yang tidak tepat kepada publik dan bahwa pihaknya masih berkoordinasi dengan pihak kejaksaan yang dalam peristiwa ini adalah institusi yang paling berwenang untuk menyampaikan informasi ke publik.
Pertanyaan para wartawan baru terjawab sekitar satu jam kemudian, saat  François Molins dari Kejaksaan Tinggi Paris membeberkan informasi mendetil terkait dua kasus hari itu dalam suatu konferensi pers.
Ketiga: etika visual
France 2 berhasil memperoleh video yang dibuat warga yang merekam penyerbuan pasar swalayan yahudi oleh pasukan komando gabungan polisi dan gendarmerie.
Pada awalnya, video itu ditayangkan oleh France 2 ke publik tanpa sensor: adegan bagaimana tubuh tersangka penyandera terjengkang ke belakang saat diterjang peluru pasukan komando terlihat jelas.
Menyadari bahwa tayangan tersebut melanggar etika visual penyerangan, France 2 Â mengedit video tersebut dan merilis versi lain dengan adegan penembakan terhadap tersangka telah disensor.
Keempat: standar penyampaian informasi
Akhirnya, standar apa yang perlu diperhatikan dalam penyampaian suatu informasi ?
Mendagri Prancis, Bernard Cazeneuve dalam pernyataan pers-nya di Porte de Vincennes menegaskan bahwa informasi yang disampaikan ke publik (Prancis) haruslah minimal memiliki tiga sifat :précise, yang berarti bahwa informasi tersebut harus tepat, vérifiable atau informasi itu harus dapat dicek kebenarannya dan juste yaitu  informasi yang disampaikan haruslah adil alias tidak memihak.
-Fin-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H