Mohon tunggu...
Jepe Jepe
Jepe Jepe Mohon Tunggu... Teknisi - kothak kathik gathuk

Males nulis panjang.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Harga Minyak Turun Terus, Siapa Jadi Pecundang?

11 Februari 2015   04:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:28 1014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pecundang jangka panjang: kita sendiri.

Di tengah berbagai konflik yang sedang terjadi di dunia seperti konflik Ukraina versus Rusia, IS versus non-IS, maupun di Tanah Air seperti Jokowi melawan mak lampir atau KPK melawan pulisi, sebenarnya perlahan namun pasti ada satu hal yang sama-sama kita hadapi di dunia ini: perubahan iklim atau pemanasan global.

Fenomena perubahan iklim sebenarnya bukan barang baru. Adalah ilmuwan besar Swedia, Svante Arrhenius yang pada tahun 1896 menemukan formula yang mengaitkan perubahan konsentrasi karbon dioksida (CO2) di atmosfer dengan perubahan temperatur di permukaan bumi lewat efek rumah kaca. Arrhenius adalah orang pertama yang memperkirakan bahwa emisi CO2 dari pembakaran bahan bakar berbasis fuel di bumi akan menyebabkan naiknya temperatur bumi.

Dewasa ini para ahli telah membangun berbagai skenario perubahan iklim yang menghubungkan antara tingkat emisi gas-gas rumah kaca terutama CO2, konsentrasi CO2 di atmosfer dan naiknya rata-rata temperatur bumi. Skenario RCP8.5 atau yang sering disebut sebagai bussiness-as-usual (BAU) misalnya mengandaikan bahwa kita warga dunia tidak melakukan apa-apa untuk menyetop emisi CO2. Dengan tidak melakukan apa-apa, skenario RCP8.5 meramalkan bahwa pada tahun 2100 konsentrasi CO2 di atmosfer akan mencapai 936ppm, temperatur bumi akan naik sekitar 3,7 derajat celcius sementara permukaan laut akan naik sekitar 63 cm.

Apa yang terjadi jika suhu bumi naik sampai hampir 4 derajat celcius dalam waktu kurang dari seabad? Apa yang terjadi jika permukaan laut naik lebih dari setengah meter? Silakan kita bayangkan sendiri-sendiri.

Belanda masih jauh? Tidak juga.

Dewasa ini, pelelehan es di dua kutub bumi sudah terjadi secara nyata, termasuk es di puncak-puncak tertinggi dunia. Temperatur rata-rata musim dingin di belahan bumi utara dan selatan sudah semakin naik. Perubahan waktu dan arah migrasi burung, perubahan siklus tanaman juga sudah jelas teramati demikian juga dengan kekuatan angin puyuh yang terjadi di pelbagai belahan bumi (Bradford, 2014). Mora laboratory di Hawaii memperkirakan bahwa kenaikan suhu secara signifikan akan dialami dulu oleh belahan bumi di sekitar katulistiwa seperti Indonesia: Jakarta diperkirakan akan mengalami climate departure pada tahun 2029 sementara Manokwari di Papua malah akan mengalaminya lebih dulu, yaitu pada tahun 2020.

Turunnya harga minyak saat ini jelas berpotensi menaikkan permintaan akan bahan bakar minyak. Potensi naiknya permintaan akan bahan bakar minyak berarti juga potensi naiknya emisi CO2 ke atmosfer lewat berbagai kegiatan industri, pertanian, dan angkutan. Naiknya jumlah emisi CO2 ke atmosfer semakin mendekatkan kita pula pada skenario bencana akibat perubahan iklim sebagaimana diperkirakan para ahli.

Untung (sekali lagi untung) bahwa turunnya harga minyak baru terjadi 6 bulan terakhir. Hal ini bertepatan dengan krisis ekonomi yang masih mendera berbagai negara industri dan (untung lagi) hari ini telah cukup banyak kemajuan teknologi yang dicapai untuk meningkatkan efisiensi mesin industri maupun transportasi.

Pertanyaan terbesar adalah sampai kapan rendahnya harga minyak akan terus terjadi sampai orang terpicu kembali untuk berinvestasi ke arah malapetaka perubahan iklim ketimbang mengembangkan energi alternatif yang selama ini (selama harga minyak begitu tinggi tahun-tahun belakangan ini) begitu giat dikembangkan.

[caption id="attachment_368253" align="aligncenter" width="560" caption="Masih bakal ada yang investasi di sini? (dok.pri)"]

1423578851426583205
1423578851426583205
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun