[caption id="attachment_308483" align="aligncenter" width="526" caption="Sumber : Facebook.com"][/caption]
Pihak Jokowi-Jusuf Kalla mengeluarkan rilis terkait pihak-pihak yang mendukung pasangan capres-cawapres ini. Diantaranya adalah Panglima TNI Jenderal Moeldoko.Dari Fanpage milik Jusuf Kalla, disebarkan sejumlah tokoh dan bekas petinggi militer hingga militer aktif, yang mendukung Jokowi-JK.
Namun, sosok terakhir yang juga diakui mendukung Jokowi-JK adalah Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Keberadaan Moeldoko ini sempat menampik komentar dari pemilik akun Ali Fahmi. Klaim mendukung ini juga sempat menimbulkan polemik, saat nama Hajjah Nurhayati masuk dalam Tim Pemenagan Jokowi-JK. Dia adalah istri Ketum PBNU KH.Said Aqil Siraj. Nurhayati membantah, dan pihak Jokowi-JK sudah melayangkan permintaan maafnya. Demikian juga Iwan Fals yang membantah klaim dukungan seperti ini.
Terkait dengan klaim dukungan tersebut, politisi senior Partai Golkar, Akbar Tandjung meyakini suara partainya satu suara yakni mendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sebagai calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) periode 2014-2019. Sebab itu, dia menampik suara Golkar terpecah mendukung kubu capres selain Prabowo-Hatta. Menurut Akbar beberapa kader partainya yang memberikan dukungan kepada pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla adalah dukungan pribadi. Bukan dukungan yang mengatasnamakan partai.
Sementara itu, para tokoh dan sesepuh di Jawa Barat meyakinkan kalau capres cawapres Prabowo-Hatta bakalan menang di wilayah ini. Bagi mereka, aneh kalau di Jawa Barat mereka kalah. Tim Kampanye Prabowo Subianto-Hatta Rajasa di Jawa Barat mendatangi sejumlah tokoh Jabar, dalam rangka sosialisasi pasangan itu untuk maju pada Pemilu Presiden 2014.
Kubu Prabowo Subianto mengaku tetap tenang menghadapi serangan atau tudingan dari lawan politiknya, menjelang Pemilu presiden 2014 ini.Terlebih, serangan yang dihadapi Dewan Pembina Partai Gerindra itu adalah soal akun twitter @SamadAbraham yang menuliskan akan terjadi pembunuhan terhadap salah satu calon tertentu.
Dinamika politik menjelang pilpres 2014, rakyat adalah raja yang berhak memutuskan seseorang dapat tampil dipuncak kekuasaan. Bujuk rayu, saling menjatuhkan, pencitraan dan segala cara digunakan agar rakyat bersedia memilihnya. Bagaimana kalau sudah terpilih nantinya ?
Falsafah aji mumpung yang sudah menjadi budaya berkarat ini sangat sulit dihilangkan dari elit kekuasaan. Terjun didalam dunia politik dapat dipastikan bukan untuk beramal. Hambur-hambur uang begitu kental mewarnai pileg yang lalu, seperti pengakuan keponakan Prabowo tanpa sungkan mengaku menghabiskan dana lebih dari Rp. 8 milyar untuk menduduki kursi di parlemen.
Percayakah anda presiden mendatang dapat menciptakan pemerintahan yang bersih ?. Janji adalah janji untuk menarik simpati, bisa diciptakan janji pemerintahan bersih kalau ada perubahan konstitusi yang memberikan kewenangan kepada presiden yang tidak terbatas.
Supremasi hukum, begitulah slogannya, pemerintah tidak memiliki kewenangan mengintervensi hukum. Namun jika hukum itu ditegakkan, bisa dipastikan NKRI bubar, semua pejabat negara tidak ada yang luput dari tindakan korupsi. Ini lantaran system penganggaran negara baik APBD maupun APBN menggunakan system anggaran berimbang, antara uang masuk dan keluar sama. Artinya, uang yang dikeluarkan akan sama dengan yang dianggarkan.
Yang mengetahui keadaan masa depan hanyalah Tuhan namun diterapkan dalam system penganggaran negara kita yang merupakan warisan zaman kolonial yang memang merupakan pemerintahan penjajah, maling, rampok atau penindas. Dipastikan, seluruh mata anggaran di mark up dan harus ierap seluruhnya dan disitulah terjadinya korupsi. Jika, hukum diterapkan, alamat semua pejabat makan gaji buta yang pastinya juga akan merusak etos kerja karena kebutuhan hidup semakin meningkat, sekolah bayar, pengobatan bayar, tidak ada yang gratis.
Diseluruh Indonesia, bukan menjadi rahasia lagi, semua proyek menjadi jatah kepala daerah dan wakilnya, setor 20 % dimuka uang pembelian proyek sudah diterima sebagai sebuah kelaziman. Akan menjadi kasus korupsi kalau dimakan sendiri. Menjadi pejabat adalah uang, maka tidaklah mengherankan kalau Akil Mochtar berani menerapkan tarip sengketa pilkada. Apa yang bisa diharapkan dengan hukum seperti ini ?.
Antara janji dan fakta bak bumi dan langit, janji politik akan menciptakan pemerintahan yang bersih sementara ongkos politik bukanlah nilai recehan. Sebuah kenyataan yang dihadapi bangsa ini,semua mengaku bersih karena bersih dan kotor adalah persepsi hukum, tidak ada tolok ukurnya, tergantung persepsi untuk kepentingan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H