Mohon tunggu...
YULIANUS JOKO KRISTIANTO
YULIANUS JOKO KRISTIANTO Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Mencuri Jagungmu untuk Biaya Anakku

24 Januari 2023   23:05 Diperbarui: 24 Januari 2023   23:07 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kang ku mau ngomong," Ucap Wiyah dengan agak takut-takut sambil bawakan kopi panas buat  Tarmo. " Ya gomong wae Yah, ada apa." Pinta Tarmo. "Token dah mau habis Kang."  Tambah wiyah agak takut. "Lho khan  udah dikasih duit delapan puluh ribu, duit nyangkul tadi?" Jawab Tarmo heran.   "Kang beli beras  tiga kilo tiga puluh ribu, beli sayur dan tempe bumbu bumbu, gula  tiga puluh lima ribu, yang sepuluh ribu untuk bayar koperasi harian, terus yang lima ribu untuk jajannya Setyo Kang." Papar Wiyah sambil duduk di dekat suaminya. "Ya sudah dua hari lagi kita nimbang jagung bisa untuk tambah-tambah ongkos dapur." Tambah Tarmo menghibur istrinya. Setelah menikmati makan malan seadanya  Tarmo tak sanggup menahan rasa kantuknya tersebab capek badannya dan juga beban uang hasil susah payah nyangkulnya gak mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Malamlah yang membuat Tarmo bisa hidup senang karena merasa tak memikirkan beban apa-apa.

Dokpri
Dokpri

Pagi subuh setelah sejenak melepaskan beban hidup karena tidur semaleman Tarmo segera mempersiapkan diri untuk pergi ke kebun-kebun untuk leles jagung bersama Karto teman susahnya. Setelah menikmati kopi dan sarapan seadanya diambilnya bontot buatan istrinya, lalu segera bergegas menuju motornya, pergi menuju arah kebun  dimana Karto sudah menunggunya.   

" Dah lamaTo?" Sapa Tarmo.  "Belum juga Mo, Yukk  langsung wae daripada keduluan yang lain." Ajak Karto sambil membuka karung jagungnya.  Kedua sahabat  itu segera meluncur menuju kebun jagung untuk petik jagung yang ditinggalkan oleh pemiliknya. "Anakmu Setyo mau lanjut sekolah dimana Mo?"  Suara Karto muncul memecah semangat leles jagung mereka.  "Kalo anakku lanjut SMA Negeri ajalah To, soalnya kalo Negri khan murah." Tanggap Tarmo gaya mantap. "Anakmu mau masuk mana To?" Tanya tak kalah dari Tarmo.  "Anakku masuk SMA Negeri juga, tapi kalo lulus, gak lulus  SMA Swasta  aja" Jawab Karto mantap. "Kata anakku Bono yang kelas sembilan  udah pada ujian praktek, waaah  bakal siap duit lagi niihh kita Mo!" Tegas Karto sambil masukan lelesan jagung  ke dalam  karungnya.  "Iyalah tambah pening wae hidup ini  yo To." Tambah Tarmo. "Kata istriku harga bahan-bahan dapur  mahal-mahal Mo, kemarin wae istriku kukasih uang delapan puluh ribu cuman dapat kangkung dan tahu To." Keluh kesah Tarmo sambil usap keringat  di wajah dengan lenggannya. "Istriku juga bilang gitu Mo, uang seratus ribu itu isi  kantong asoi gak penuh katanya," Sambung Karto menambahi keluh kesah.  "Tambah susah aja wong tani sekarang, pupuk mahal, upah buruh mahal, sewa tanah mahal, sementara harga selalu anjlok jika panen." Jelas Tarmo lagi.  "Kalau gitu yang untung itu kita karena kita gak nanggung resiko kayak petani, kita  Cuma butuh tenaga aja Mo ." Tambah Karto pula. " Pinter juga kamu tu To." Ucap Tarmo sambil tertawa kecil. Kedua buruh tani itu dengan begitu semangat menyusuri kebun-kebun jagung yang sudah dipanen demi mencukupi kebutuhan keluarga dan sekolah anak-anaknya. Terik  matahari, rasa gatal, dan goresan tajam dari pohon jagung yang menggores lecet  tangannya seolah tak dirasakan oleh kedua buruh tani itu.  

Dokpri
Dokpri

Hari ganti minggu, minggu terus berlalu akhirnya menjadi bulan dilalui oleh buruh tani itu dengan  semangat dan harapan yang kuat, kendatipun hasilnya tak mencukupi kebutuhan sehari-hari dan itupun masih punya hutang dengan koperasi harian.   

"Kang anak kita Setyo lulus." Kata Wiyah sambil menunjukan amplop kelulusan kepada suaminya.  "Puji Gusti Setyo anakku  lulus."  Ungkap Tarmo saking senangnya. "Setyo moga-moga kamu gak seperti bapakmu ini nak!" ungkapnya lagi. "Setyo pingin masuk di SMA swasta  aja Kang soalnya kalo masuk negri jauh jaraknya  dan tiap hari pakai ongkos, kalau masuk swasta k han dekat jadi bisa jalan kaki." Lanjut Wiyah senang dan bangga anaknya lulus. "Kalo saya terserah Setyo mau sekolah dimana asal dia bisa sekolah." Tegas Tarmo penuh semangat. 

Dokpri
Dokpri

Tapi Kang kalo masuk  SMA Swasta itu  mahal hampir tiga jutaan untuk biaya semuanya."  Jelas Wiyah. " Pokoknya  uang  bisa dicari yang penting Setyo bisa sekolah!" Tegas Tarmo  menghibur istrinya. "Kamu punya tabungan berapa wiyah?" Tanya Tarmo. "Kita udah ada dua juta lina ratus ribu Kang." Jawab  Wiyah cepat.  "Berarti masih harus cari lima ratus ribu lagi." Guman Tarmo. "Yah coba cari hutangan ke tetangga mungkin bisa dapat" Kejar Tarmo.  "Gak bisa Kang tetangga juga susah kayak kita, kalopun ada mereka gak percaya."  Mendengar itu Tarmo agak bingung. "Masih ada utang warung dan koperasi harian juga." Tambah Wiyah. Mendengar penjelasan istrinya membuat Tarmo jadi bingung. "Ya udah istirahat dulu besok saya mau pergi - pagi  pergi sama Karto!" Usir Tarmo malam itu pada istrinya. Wiyah meninggalkan suaminya di ruang tamu yang beralaskan tikar. 

Dokpri
Dokpri

Malam itu Tarmo tidak bisa tidur memikirkan Setyo yang masih harus siap uang lima ratus ribu, rasa capek kantuk, dan beban hidup yang menderanya seolah hilang karena semangatnya ingin menyekolahkan anaknya dengan harapan anaknya bisa hidup layak kelak. Semalaman Tarmo hanya sebentar menutup matanya, sebab pikirannya melayang buana bagaimana harus dapatkan uang lima ratus  ribu. Pagi itu Tarmo tidak seperti biasanya, Ia tak minum kopi dan sarapan  buatan istrinya, namun  Ia bawa bontotnya. Segera Ia melajukan motornya menuju ketempat dimana Karto menunggunya. Setelah dijumpainya Karto segera Tarmo mengarahkan motornya ke kebun yang di tujunya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun