Mohon tunggu...
Joko Hariyono
Joko Hariyono Mohon Tunggu... -

Research Fellow @ University of Ulsan, South Korea

Selanjutnya

Tutup

Politik

Surat Untuk Capres yang Tercinta: Usulan Cara Menyelesaikan Masalah Bangsa

2 Juli 2014   22:31 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:47 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Potensi alam yang terlihat, seperti keindahan panorama, tanah yang subur, alam yang natural, fauna yang exotic adalah sebuah potensi. Namun bukan kekayaan Negara sesungguhnya. Jika kita perhatikan, saat ini Negara-negar maju dapat dengan mudah membangun lahan yang dulu tandus, tidak punya potensi kekayaan alam, dengan kerja keras dapat diubah menjadi potensi wisata yang exotic, kawasan industry yang modern dan asri, lahan pertanian buatan dan modern dengan modifikasi cuaca, serta suaka margasatwa dengan koleksi yang lengkap. Lalu apakah kita masih berfikir bahwa Indonesia adalah Negara yang kaya raya?

- Negara Hukum

Negara berlandaskan hukum, dan semua warga Negara memiliki kedudukan yang sama dimuka hukum. Dalam definisi yang telah kami jelaskan didepan, kami menempatkan hokum sebagai salah satu variable dalam mengelola (governance) pemerintahan. Ada sebagian pihak yang melihat hukum ini sebagai satu-satunya alat penyelesai berbagai permasalahan bangsa, misalnya menempatkan penegak hukum (Kepolisian, kejaksaan dan KPK) sebagai pilar utama untuk menegakkan pemerintahan yang bersih. Kami melihat pandangan ini tidak sepenuhnya benar, bagaimanapun juga hukum hanya berfungsi sebagai alat, dimana fungsi dan kemanfaatannya hanya tergantung dari SDM yang mengontrolnya. Sekali lagi tujuan utama penggunaan hukum adalah untuk menyelamatkan penggunaan asset, potensi dan sumber daya alam oleh warga ataupun Negara dapat dikontrol sebaik-baiknya, bagi kemakmuran seluruh warga Negara Indonesia. Hukum disebuah negara itu lemah, selemah SDM yang ada didalamnya, dan sebaliknya, hukum seolah-olah sangat berkuasa karena ada ditengah-tengah masyarakat memiliki kesadaran akan pentingnya ilmu dan pendidikan.

- Definisi Kepakaran

Sewaktu saya memutuskan untuk melanjutkan studi S-3 di Korea, Kakak saya bertanya, “Sekolah tinggi-tinggi untuk apa tho Om? apa S-1, S-2 masih kurang, kok masih cari S-3?“ Bagi sebagian orang, gelar pendidikan identik dengan tingkat kepakaran seseorang. Wajar jika kemudian deretan nama-nama menteri, pejabat Negara dan juga politisi maupun pemimpin daerah berlomba-lomba meningkatkan status sosialnya dengan mengejar gelar pendidikan formal setinggi-tingginya. Ini memang tidak sepenuhnya benar, namun bisa jadi salah satu indikator paling mudah untuk diperhatikan.

Gelar pendidikan formal sejatinya tidak begitu penting, karena bagi sebagian orang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan citra seseorang, sehingga dapat menimbulkan niat kurang baik untuk mendapatkan gelar dengan cara-cara tidak dibenarkan. Value (nilai) didalam gelar tersebut jauh lebih penting daripada sekedar title yang disandangnya. Orang-orang yang tinggal dinegara maju umumnya telah memiliki kesadaran, bahwasanya kepakaran itu dapat diraih melalui dua hal, pertama adalah investasi waktu yang tidak pendek sebagaimana Malcolm Gladwell dalam bukunya Outliers telah menemukan kaidah 10.000 jam. Kedua adalah proses tumbuh didalam waktu, ini yang membedakan antara satu orang dengan lainnya. Pendidikan formal adalah salah satu jalan untuk kita meraih kepakaran, yaitu menggunakan sebagian besar waktu produktif kita untuk mendalami minat riset tertentu.

Solusi Mengatasi Permasalahan Bangsa

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas kami ingin mengajukan 3 hal secara komprehensif sebagai solusi untuk mengatasi kompleksitas permasalahan bangsa Indonesia berdasarkan teori Law of Requisite Varieties. Adapun sasaran dari solusi ini adalah didalam entitas individu (SDM) sebagai unsur penggerak system bernegara di tanah air.

1. Membangun SDM berkualitas dengan Pendidikan berbasis Pengalaman

Kompleksitas penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan SDA maupun rendahnya tingkat kesadaran hukum, akar permasalahan mendasarnya bukan di tata kelola pemerintahan yang kurang baik, namun karena kualitas pendidikan yang terpisah dari individunya. Kami tidak bermaksud menyalahkan sistem pendidikan di tanah air, karena sebagai bekal penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan general seperti yang saat ini ada seharusnya sudah cukup. Proses belajar mengajar, evaluasi dan penilaian, serta seleksi masuk akan lebih mudah jika dikuantifikasikan sebagaimana pendidikan yang sudah berjalan saat ini. Lalu pendidikan seperti apa yang dapat melekat pada setiap individu?

Experience based learning, yaitu pendidikan yang berbasis pengalaman pada setiap siswa yang dapat terikat selalu dalam karakter individu. Perlunya dirumuskan kurikulum tambahan pendidikan berbasis pengalaman untuk melengkapi pengetahuan kuatitatif siswa, sehingga sekolah formal tidak hanya menjadi penguatan IQ siswa, namun juga meningkatkan kualitas EQ siswa dalam berinteraksi dan bersosialisasi dengan siswa lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun