Mohon tunggu...
Joko Ade Nursiyono
Joko Ade Nursiyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 34 Buku

Tetap Kosongkan Isi Gelas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

BBM dan Tukang Ojek

20 September 2022   10:24 Diperbarui: 20 September 2022   10:38 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil olah Analisis Sentimen Big Data Twitter

Suatu ketika, saya hendak ke luar kota memanfaatkan transportasi umum. Di tengah perjalanan, seorang tukang ojek berteriak menawarkan jasa ojeknya. Ini merupakan kesempatan bagus bagi saya untuk sekadar mendapatkan informasi sekaligus data.

"Ojek, Mas, mau kemana saya antar," tawarnya.

"Dengan aplikasi berapa, Pak?" tanya saya.

"Normalnya sih sekitar 20.000, Mas. Tapi, sejak BBM naik, jadinya 26.000. Bagaimana?" jawabnya.

Saya lantas berpikir, sebelum harga BBM naik, tarif ojek cukup merogoh Rp. 20.000,-. Setelah BBM naik, saya perlu tambahan Rp. 6.000,- supaya bisa naik. Mumpung belum naik, saya coba bertanya untuk tarif versi manualnya. Namun, harganya justru lebih mahal. Tarif ojek manual ia hargai Rp. 30.000,- untuk jarak yang sama. Karena itu, saya putuskan naik ojek dengan tarif aplikasi.

Seiring banyaknya pengguna kendaraan pribadi, minat masyarakat terhadap kendaraan umum kian menipis. Fakta itu disampaikan tukang ojek selama perjalanan. Ditambah opininya perihal kenaikan harga BBM. Menurutnya, minat masyarakat terus berkurang di tengah kenaikan harga BBM subsidi. Kondisi itu membuat kehidupannya semakin sulit. Sehari dapat 5 orang pelanggan saja untung-untungan.

Ia terus saja bercerita mengenai kondisi ekonomi keluarganya. Sebagai pendengar dan tidak mempunyai kekuatan apapun, saya hanya bisa berkata iya-iya saja.

Keseimbangan baru

Kebijakan menaikkan harga BBM belum kali ini saja terjadi. Sekilas memang sempat membuat shock ekonomi masyarakat. BBM yang pada dasarnya merupakan komoditas yang dimonopoli pemerintah, berapa pun harga yang dipatok, masyarakat mau tidak mau harus tetap membelinya.

Shock ekonomi itu hanya bertahan beberapa saat, kemudian berangsur melandai pada posisi keseimbangan baru permintaan dan penawaran. Waktu yang diperlukan dari shock menuju keseimbangan baru pastinya memicu efek domino yang secara langsung dirasakan masyarakat. Mulai dari kebutuhan pokok yang terkerek naik hingga desakan untuk mengurangi frekuensi berkendara yang tidak perlu.

Terhitung sejak pemberlakuan harga baru untuk BBM subsidi, misal pertalite, naik dari Rp. 7.650,- per liter menjadi Rp. 10.000,-, harga sembako mulai merangkak naik dengan rentang 5 sampai 10 persen (Kompas, 12/09/2022). Situasi ini diikuti dengan sentimen masyarakat yang cenderung negatif terhadap harga BBM.

Tak berselang lama, sentimen masyarakat terhadap kenaikan harga BBM cenderung ke arah positif. Ini menjadi bukti bahwa keseimbangan permintaan dan penawaran yang baru akan terbentuk.

Sudah lumrah dalam teori ekonomi, ketika harga sebuah komoditas bergejolak, lambat laun akan menuju keseimbangan baru. 

Diketahui, tepat menjelang wacana pemerintah menaikkan harga BBM subsidi per 1 September lalu, panic buying terjadi di sejumlah wilayah, bahkan di antara masyarakat merelakan antre berjam-jam demi membeli BBM sebanyak mungkin sebelum harga benar-benar naik.

Namun, setelah pemerintah menetapkan kenaikan harga per 3 September, keseimbangan baru perlahan terjadi sebagai wujud penerimaan masyarakat terhadap kenaikan harga BBM subsidi. 

Tercatat, hingga 18 September kemarin, sentimen masyarakat mencapai 0,123 poin. Efek psikologis penolakan terhadap kebijakan pemerintah justru berubah arah sedikit demi sedikit.

Kurang tajam

Kenaikan harga BBM subsidi begitu memukul ekonomi masyarakat. Sebagaimana tukang ojek, dengan pendapatan yang tidak menentu, daya belinya semakin tergerus. 

Untuk memenuhi kebutuhan, ia harus merelokasi pendapatannya untuk menjangkau selisih kenaikan harga sebagai efek kenaikan harga BBM subsidi. Meski bantalan ekonomi berbentuk Bantuan Langsung Tunai BBM (BLT BBM) bergulir, tukang ojek tidak berharap mendapatkannya.

"Seberapa lama sih Mas, duit BLT bisa menjamin ekonomi saya?" tanyanya.

Kalau masyarakat ekonomi menengah ke atas, kenaikan harga BBM non-subsidi mungkin diakali dengan merelokasi dana kebutuhan membeli pakaian atau mengurangi frekuensi bertamasya. 

Berbeda dengan masyarakat ekonomi bawah, mereka ada yang terpaksa mengurangi kuantitas, ragam, atau kualitas makan. Sedikit atau banyak, kuantitas atau kualitas pemenuhan kebutuhan primer akan terdampak dan berpengaruh terhadap kualitas hidup.

Luasnya dampak kenaikan harga BBM subsidi ini menuai banyak kontra baik di kalangan masyarakat, lebih-lebih di kalangan akademisi. Kebijakan menaikkan harga BBM subsidi dinilai tidak logis di tengah turunnya harga minyak dunia. 

Di samping itu, kebijakan ini terkesan kurang tajam pada proses perencanaannya. Sebab, kebijakan ini diimplementasikan tanpa mempertimbangkan lapisan mana saja yang terdampak, salah satunya tukang ojek tadi.

Mengancam ketahanan pangan

Pendapatan berkaitan erat dengan ketahanan pangan. Bila pendapatan seseorang stabil, maka aksesibilitas dan kecukupan pangannya akan terjamin. 

Naiknya harga BBM subsidi secara otomatis menambah beban ekonomi masyarakat ekonomi bawah. Terlebih bagi mereka yang tidak menentu pendapatannya. Awalnya menimbulkan shock, kemudian terpaksa mengurangi jatah pangan sehari-hari yang berefek ketahanan pangan terancam.

Sebagaimana tukang ojek, kenaikan harga BBM subsidi mereka sambut dengan jiwa lapang. Berdemonstrasi, berteriak sia-sia sambil berpanas-panasan, bahkan tak jarang menimbulkan kemacetan lalu lintas, terkadang merupakan jalan terakhir mengutarakan aspirasi dan solusi karut marut sebuah kebijakan. 

Seluruh tukang ojek menunggu kepastian ekonomi datang, bukan kebijakan yang mentang-mentang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun