Hal itu ternyata konsisten dengan intensitas pencarian kata kunci "minyak goreng". Masyarakat Jawa Timur tercatat memberikan respon dengan intensitas tertinggi (100) diikuti Banten (91), Jawa Tengah (83), dan Kalimantan Selatan (81).
Terkait dengan harga minyak goreng sendiri, masyarakat paling banyak melakukan aktivitas pencarian terintens tentang informasi harga minyak goreng hari ini, kapan harga minyak goreng turun, dan harga minyak goreng hari ini di alfamart. Sedangkan pencarian masyarakat yang berkaitan dengan komoditas minyak goreng itu sendiri paling intens adalah kata kunci subsidi minyak goreng, minyak goreng 14 ribu, minyak goreng turun harga, dan berita minyak goreng.
Semestinya hal ini tidak terjadi di negara yang kaya sawit. Pakar ekonom seperti Faisal Basri juga angkat bicara mengenai situasi ini. Ia mengungkap bahwa pemerintah saat ini tidak bisa mencari akar masalah naiknya harga minyak goreng. Pada posisi permintaan yang tidak begitu melonjak, harga minyak goreng malah naik, padahal produksinya naik tipis di tengah melonjaknya harga minyak sawit dunia.
Beberapa alternatif solusi
Panic buying yang acapkali terjadi di negeri ini sebetulnya mengindikasikan kebijakan pemerintah yang kurang efektif. Kekurangefektifan ini muncul akibat kebijakan yang tidak seragam sehingga menimbulkan kebingungan di masyarakat. Maka sudah saatnya pemerintah dapat mengakhirinya dengan melakukan beberapa hal.
Pertama dengan melakukan operasi pasar. Ini perlu dilakukan mengingat stok minyak goreng di pasaran itu: tidak ada. Sedangkan permintaan terhadap komoditas tersebut terus berlanjut. Dengan melakukan operasi pasar, saya yakin pemerintah dapat menyuntik stok minyak goreng di wilayah-wilayah minim stok, namun permintaannya tinggi. Soalnya percuma jika harga minyak goreng turun, namun kalau stoknya kosong, harga minyak goreng yang diterima oleh konsumen pasti lebih mahal.
Kedua, saya yakin saat ini banyak pihak yang memburu rente. Perbedaan harga minyak goreng di toko-toko moderen dan pasa tradisional pasti memicu timbulnya spekulan-spekulan untuk ikut dalam "permainan" harga yang menguntungkan ini. Oleh karena itu, saya menyarankan agar pemerintah memaksimalkan Satgas pangan dan menemukan kantung-kantung minyak goreng ilegal dan yang masih bersembunyi di tengah kebingungan masyarakat.
Ketiga, kalau posisi stok minyak goreng bermerek saat ini kosong, seyogyanya pemerintah mengeluarkan kebijakan subsidi harga minyak goreng untuk semua merek dahulu sambil menemukan pangkal masalah kelangkaan minyak goreng. Sebab, kebutuhan terhadap minyak goreng itu, kalau bagi petani bagaikan pupuk, ia harus tersedia selama dibutuhkan, karena melekat pada kebutuhan primer masyarakat.
Keempat, mengurangi atau bahkan menghentikan ekspor CPO sejenak. Di tengah naiknya harga CPO dunia, mengekspor merupakan jalan cepat mendapatkan cuan. Tetapi, jikalau pemerintah masih pro rakyat, dengan kenaikan produksi minyak goreng yang tipis sebagaimana dikatakan ekonom Faisal Basri, saya rasa secara nilai masih lebih mulia mengalokasikan sepenuhnya untuk produksi minyak goreng dalam negeri.
Kalau dikatakan "ngibulin", ya bisa jadi banyak pihak menilai kebijakan terkait harga minyak goreng ini "ngibulin". Kebijakan yang serampangan, dicetak secara mendadak, pasti hasilnya tidak optimal. Harga disubsidi, kebijakan satu harga diterapkan, tapi hanya pada tataran toko-toko moderen, sedangkan di level konsumen sendiri bingung menentukan, wong stok barangnya kosong. Sejauh mata memandang, stok gula juga ikut-ikutan kosong di sejumlah pertokoan moderen, semacam ada beberapa komoditas primer yang sengaja disembunyikan dalam jangkauan masyarakat. Apakah bagi pemerintah ini bukan persoalan serius?