Mohon tunggu...
Joko Ade Nursiyono
Joko Ade Nursiyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 34 Buku

Tetap Kosongkan Isi Gelas

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bonus Demografi atau Zonk Demografi

15 Agustus 2016   05:47 Diperbarui: 4 April 2017   17:46 2266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Populasi Penduduk Dunia (dok.Pri)

Merujuk beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Bonus Demografi adalah sebuah kondisi terjadinya penurunan fertilitas dan mortalitas yang memberikan dampak keuntungan ekonomis sebagai akibat terjadinya transisi demografi. Bila ditelisik lebih dalam, Bonus Demografi ditandai dengan meningkatkan proporsi jumlah penduduk usia produktif dibandingkan proporsi penduduk usia non-produktif. 

Dikatakan sebagai usia produktif yakni usia dimana penduduk dikatakan secara standard mempunyai kualifikasi menghasilkan nilai tambah perekonomian, baik barang maupun jasa. Menurut standard internasional, usia produktif ini berkisar antara 15 – 64 tahun, sedangkan usia non-produktif berkisar antara 0 – 14 tahun dan usia 65 tahun ke atas. Perbandingan atau rasio antara jumlah penduduk usia non-produktif terhadap jumlah penduduk usia produktif ini kemudian menghasilkan sebuah angka yang dinamakan angka ketergantungan atau Dependency Ratio(DR).

Penurunan DR inilah yang menunjukkan bahwa penduduk usia produktif lebih banyak dibandingkan dengan penduduk usia non-produktif. Kondisi ini secara spontan mampu menciptakan ketersediaan tenaga kerja yang mampu menggerakkan turbulensi perekonomian nasional dan pada akhirnya bisa mendongkrak pendapatan per kapita masyarakat dan stabilitas investasi. Historikal transisi demografi Indonesia secara konkret dapat diamati berdasarkan gambar berikut.

Zona Bonus Demografi Indonesia 2010 - 2035, (Dok.Pri)
Zona Bonus Demografi Indonesia 2010 - 2035, (Dok.Pri)
Penurunan DR tidak terlepas dari peranan pemerintah melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terus menggalakkan program “2 anak, cukup” bagi seluruh lapisan masyarakat. Tercatat sejak tahun 2004 hingga 2013 saja, Total Fertility Rate(TFR) Indonesia berkisar pada angka 2. Artinya, setiap perempuan usia subur di Indonesia rata-rata melahirkan anak sebanyak 2 orang hingga akhir masa reproduksinya. 

Hasilnya pun tampak signifikan menekan angka kelahiran dan nilai DR pun perlahan kurang dari 50 persen sejak tahun 2011. Menurut guru besar Demografi UI, Prof. Dr. Sri Moertiningsih A., Indonesia telah memasuki zona Bonus Demografi sejak tahun 2010 dan akan mencapai puncaknya pada sekitar tahun 2020 – 2030. Bonus Demografi akan terjadi apabila DR berada pada rentang 40 hingga 50 persen. Artinya, setiap 100 penduduk usia produktif menanggung penduduk usia non-produktif sebanyak 40 – 50 jiwa.

Proyeksi struktur penduduk Indonesia 2010 - 2035, BPS, BPPN, PBB (Dok.Pri)
Proyeksi struktur penduduk Indonesia 2010 - 2035, BPS, BPPN, PBB (Dok.Pri)
Terlihat pada grafik bahwa jumlah penduduk usia 0 – 14 tahun yang diproyeksikan dari tahun 2010 hingga 2035 di Indonesia terus menurun secara berarti. Hal ini merupakan simulasi nasional apabila program Keluarga Berencana (KB) dan “2 anak, cukup” secara konsisten terus disosialisasikan oleh pemerintah dan pada waktunya akan mendidik masyarakat untuk lebih bijak dalam perencanaan keluarga. Data BPS juga menyebutkan bahwa hingga 2014, jumlah perempuan usia subur yang menggunakan alat KB semakin meningkat menyentuh angka 75 persen. Kesehatan perempuan usia subur tetap terjaga, tingkat kelahiran pun dapat dikontrol dengan baik.

Capaian ini sangat erat kaitannya dengan keberhasilan pendidikan. Aspek pendidikan merupakan tataran pokok dalam membentuk pola pikir masyarakat. Melalui mekanisme pendidikan, kerangka pikir masyarakat mulai meninggalkan paradigma lama yang menjadi ancaman fase Bonus Demografi. Dulu, kita pasti mengenal yang namanya “banyak anak, banyak rezeki.” Pernyataan ini begitu memengaruhi masyarakat saat itu. 

Namun, sejalan dengan majunya pendidikan, kesadaran akan partisipasi sekolah kian meningkat seiring tuntutan globalisasi ekonomi. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia pun terus meningkat hingga menyentuh 70 poin di tahun 2015 (BPS, 2016). Selaras dengan itu, kesadaran masyarakat terhadap kesehatan juga kian meningkat, terlihat bahwa Angka Harapan Hidup (AHH) Indonesia telah menyentuh 70,1 tahun. Ini menjadi syarat perlu bagi Indonesia dalam mengarungi fase Bonus Demografi sebab kesiapan di bidang pendidikan merupakan salah satu bekal menentukan seberapa lama Bonus Demografi itu dapat dinikmati oleh Indonesia. Lantas, apakah Bonus Demografi itu benar-benar sebuah bonus, ataukah sedekar zonk belaka?.

Bonus, atau Sekedar Zonk?

Para ahli demografi menyebutkan bahwa Bonus Demografi mengandung sebuah fase yang disebut sebagai The Window of Opportunity (jendela kesempatan/peluang). Nampak pada grafik sebelumnya, proyeksi terjadinya Bonus Demografi di Indonesia akan berakhir pada tahun 2030. Ditandai dengan naiknya kembali angka DR Indonesia sekaligus memberikan sinyal akan ancaman Baby Bloom atau ledakan kelahiran penduduk.

Perlu untuk diketahui oleh kita semua bahwa Bonus Demografi merupakan fenomena yang terjadi sekali. Yang namanya bonus, pasti merugikan jika tidak dapat ‘diambil’ atau dimanfaatkan. Layaknya “pedang bermata dua” Bonus Demografi juga akan menjadi Zonk Demografi bila disia-siakan momentumnya. Sebab, pada fase inilah suplai tenaga kerja yang berkualitas akan tercipta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun