Mohon tunggu...
Joko Ade Nursiyono
Joko Ade Nursiyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 34 Buku

Tetap Kosongkan Isi Gelas

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bonus Demografi atau Zonk Demografi

15 Agustus 2016   05:47 Diperbarui: 4 April 2017   17:46 2266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jumlah penduduk Indonesia tahun 2005 - 2014, (dok.Pri)

Merujuk data tersebut didapatkan kepadatan penduduk DKI Jakarta tahun 2015 telah mencapai 50.165 jiwa per km persegi. Bila diasumsikan jumlah orang dalam satu keluarga rata-rata 4 orang, setidaknya terdapat kurang lebih 12.542 Keluarga (KK) per km persegi. Hasil perhitungan kasar tersebut memiriskan. Tata bangunan pemukiman penduduk di DKI Jakarta tidak lagi secara horizontal, tetapi harus dikombinasikan dengan bangunan bertingkat atau vertikal. Itu pun belum ditambah dengan bangunan non-tempat tinggal.

Sebaliknya, kepadatan penduduk di Papua Barat adalah 9 jiwa per km persegi. Bila asumsinya setiap KK terdiri dari 4 orang, maka setidaknya dalam 1 km persegi, di Papua Barat hanya dihuni sekitar 2 sampai 3 KK saja. Tampak sepi dan bagaimana mungkin perekonomian rakyat Papua Barat dapat berputar bila kondisinya demikian.

Ketimpangan sebaran penduduk ini juga menimbulkan permasalah di bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 2015 masih merayap sekitar 5 persen. Hal ini merupakan dampak dari lesunya investasi di dalam negeri dan di lain sisi, jumlah pengangguran terbuka masih terbilang tinggi.

TPAK dan TPT Indonesia tahun 2014, (Dok.Pri)
TPAK dan TPT Indonesia tahun 2014, (Dok.Pri)
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dari tahun 2005 hingga 2014 terlihat stagnan di angka 66 sampai 68 persen dari total penduduk tiap tahunnya. Sementara itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami perlambatan penurunan. Kondisi ini tentunya sulit bagi Indonesia untuk meningkatkan turbulensi perekonomian nasional. 

Jumlah penduduk terus bertambah, tetapi persentase yang bekerja stagnan. BPS mencatat bahwa sejak 2006 hingga 2014, persentase TPAK masih didominasi oleh gender laki-laki dibandingkan perempuan, dengan komposisi 60 – 70 persen laki-laki dan 30 – 40 persen perempuan. Selain itu, BPS juga menyebutkan bahwa permintaan tenaga kerja menurut tamatan tertinggi masih didominasi oleh Diploma dan Perguruan Tinggi. Sedangkan suplai tenaga kerja selain tamatan Diploma dan Perguruan Tinggi melebihi suplai tenaga kerja tamatan Diploma dan Perguruan Tinggi.

Ini mengindikasikan adanya translasi orientasi permintaan tenaga kerja terhadap suplai dari tenaga kerja yang ada. Alhasil, permintaan tidak dapat diimbangi oleh suplai sehingga mengakibatkan terjadinya pengangguran terselubung hingga pengangguran terbuka. Perusahaan atau industri dalam negeri tampaknya lebih memilih berpola padat modal ketimbang padat karya sehingga permintaan terhadap suplai tenaga kerja begitu ketat. Berbekal kualifikasi tenaga kerja yang lebih mengutamakan level pendidikan menyebabkan sejumlah tenaga kerja tersia-siakan. Belum lagi bila mempertimbangkan kuota tenaga kerja, tentu akan lebih menambah pengangguran bagi mereka yang tidak lolos seleksi.

Persoalan lain menyangkut dampak pertumbuhan penduduk di Indonesia adalah kondisi lingkungan. Kita semua tentu mengetahui bahwa timbulan sampah rumah tangga sejalan dengan jumlah penduduk. Data Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) juga menyebutkan bahwa setiap penduduk Indonesia menghasilkan sampah sekitar 2 kg per hari, atau sekitar 700 kg sampah dalam setahun. Bila diasumsikan sama untuk setiap tahunnya, maka bisa dikalkulasi begitu banyak sampah yang dihasilkan di Indonesia. Tahun 2012 saja, volume sampah di Indonesia mencapai 178.850.000 ton dan 50 persen lebihnya merupakan sampah yang ditimbulkan oleh rumah tangga.

Kemelut persoalan menyangkut demografi dan karekateristiknya hingga kini masih menjadi topik hangat para ahli demografi. Membahas soal demografi, kurang lengkap rasanya bila tidak mengaitkannya dengan fenomena Bonus Demografi yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia, bahkan menjadi booming news. Lantas, apa itu Bonus Demografi?.

Bonus Demografi

Bonus Demografi. Yang namanya bonus…tentu secara sederhana diartikan sebagai bentuk insentif atau kompensasi bila kita telah bekerja keras, berupaya secara maksimal, sehingga mencapai target-target yang telah direncanakan. Dengan demikian, Bonus Demografi tak lain merupakan wujud insentif atau kompensasi dari keberhasilan suatu negara, khususnya Indonesia dalam mencapai tujuan penataan struktur demografi secara nasional. Menurut Woongbongsin, dkk. (2003), Bonus Demografi secara teoritis didefinisikan sebagai keuntungan ekonomis yang disebabkan oleh menurunnya rasio ketergantungan sebagai hasil penurunan fertilitas (tingkat kelahiran) dalam jangka panjang. 

Menurut John Ross (2004), juga menegaskan bahwa Bonus Demografi terjadi karena penurunan kelahiran yang dalam jangka panjang menurunkan proporsi penduduk usia muda sehingga investasi pemenuhan kebutuhannya dapat berkurang dan sumber daya dapat dialihkan kegunaannya untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan keluarga. Bloom dkk. (2003) dan Bloom dkk. (2011) juga memasukkan faktor berkurangnya mortalitas di samping penurunan fertilitas sebagai akibat terjadinya transisi demografi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun