dan seterusnya.
Sungguh irama yang sangat kompleks bagi telinga Kliwon. Tetapi ada sesuatu yang memerlukan keikhlasan hatinya setiap saat dan setiap hari. Karena yang namanya kosan campuran itu banyak orang, maka mau tidak mau kamar mandi dan WC pun juga menjadi tempat yang umum bagi para koser. Sangat sering dan tak jarang, ia harus merelakan untuk menguras WC sebelum mandi (kamar mandi dan WC menjadi satu tempat), lantaran pada lubang pembuangan kotoran masih banyak "pisang goreng" yang mengambang. Ia awalnya sempat membuat hal itu mengernyitkan dahinya, ia awalnya tak peduli hal itu sebab bukan ia yang melakukan buang air tak bertanggunjawab. Tetapi, lama-kelamaan karena keseringan, ia mencoba untuk membersihkan dan menguras hingga bersih kotoran oknum-oknum koser. Ia mengetahui, bahwa ia tak bisa menghentikannya, ia tidak layak memberikan ceramah agama karena tak tergubris sebab bukan seorang ulama ataupun ubaru. Ia tampak sinis di awal namun menjadi adat pada prosesnya. Ia memaklumi dan memasang stereotip bahwa manusia itu tempatnya salah dan lupa sehingga "pisang goreng"nya pun lupa ia siram setelah ia defekasikan.
Kliwon melakukannya setiap ada "pisang goreng" di dalam WC kosan tersebut, ia tak bersua apalagi teriak, "WOOOOOiiiiiiiiiiii!.....siapa yang tak membersihkan WCnya ini WOOOOOOiiiiii !!!!!", begitu, apalagi sampai keluar kata-kata kotor dari lisannya, hewan kebun binatang muncul semua, tidak. Ia menyiram "pisang goreng" yang berserakan tersebut dengan hati lapang dan penuh senyuman, meskipun bau semerbak bagaikan "parfum" ruangan kamar mandi kosan.
Itulah keprihatinan dalam hidup si Kliwon, ia tak hanya belajar dari orang lain, tetapi ia belajar bagaimana memposisikan diri terhadap tingkah laku orang lain. Ia berprinsip, ketika ia menolong orang yang seagamanya, maka ia memposisikan dirinya sebagai sesama ummat seagamanya, ketika ia menolong orang yang tak seagama dengannya, maka ia memposisikan dirinya sebagai manusia, dan jika ia menolong seekor kucing yang akan tenggelam di sungai, maka ia memposisikan dirinya sebagai sesama mahluk hidup ciptaan Tuhan.
Suatu ketika, ia terkena musibah sakit parah yang berkepanjangan. Banyak mahasiswa temannya yang berduyun-duyun menengoknya terkapar di Rumah Sakit (RS). Barhari-hari, berbulan-bulan, ia pun belum menunjukkan tanda kesembuhan, malah kesehatannya bertambah buruk.
Tepat hari Jumat Kliwon, nyawanya tak tertolong lagi. malaikat pencabut nyawa sudah mengajaknya pergi menghadap Tuhan Maha Pencipta. Teman dan dosennya amat sedih dan menyayangkan kepergiannya dari kehidupan dunia. Sebab kebaikan dan kesederhanannya dalam mengarungi hidup debagai penimba ilmu perkuliahan. Ibunya menjerit histeris, ia tak sadarkan diri mendengar kabar yang mengejutkan mengenai anaknya itu. Usia memang tak dapat menjadi ukuran waktu kapan akan mati. Setelah disemayamkan, Kliwon pun pergi dalam ruang hampa dan penuh belatung dan cacing nantinya. Ia tak mengerti apakah ia banyak berdosa atau tidak. Kemudian, tak disangka terdapat suara yang memecah bela telinganya.
"Wahai fulan, selamat datang di kampung persinggahan akhirat, ahahahahaha..."
Kliwon gemetar, ia berkeringat, ia tak bisa minum air untuk menenangkan dirinya.
"Siapa Anda ?, siapa Anda ?..."
"lhoooo, masak reeekkk, tak tahu namaku, ya sudah kenalan dulu ya..., my name is Malaikat Munkar dan ini temanku Malaikat Nakir...kami akan menyiksamu wahai fulan, jadi maafkanlah kami jika siksaan kami menyakitkan, OK ?"
Kliwon tak menyangka ada malaikat sangat baik kepadanya, mau menyiksa saja masih meminta maaf atau permisi dulu. "Wah, malaikat ini baik banget.." dalam hatinya.