"Kenapa ??!....kenapa kau bunuh ibuku ? ibuku tak besalah apa-apa kepadamu !"
"Ibumu adalah antek PKI !..."
"mana ??!!....mana buktinya ??, mana ?!!!..."
Seorang lelaki, aku memang terlihat tampak tegas bertanya alasan pembunuhan ibuku. Aku tak mau hidup sendiri, aku belum siap ditinggal ibu, aku belum siap....
"Inilah bukti bahwa ibumu adalah antek PKI !!..., jadi diamlah !..."
Selembar kertas catatan lusuh dan kusam berisi daftar penerima sekilogram beras dari PKI mereka tunjukkan kepadaku yang masih terbata-bata membaca tulisan ini. Di dalam kertas itu memang ada tanda tangan ibuku dan sejumlah warga kampung yang juga dibantai habis dihiasi bangunan yang diluluh lantakkan, rata dengan tanah !..
"Apakah hanya karena ini, engkau membunuh ibuku ?"
"Iya !..., sudah !, ini tugas pimpinan kami !, jadi diamlah !.."
Lalu ku terbawa oleh mereka dalam sebuah mobil tronton yang hijau loreng coraknya. Ku menuju sebuah markas besar yang didalamnya berisi manusia-manusia yang berlogat tegas, lugas, dan penuh hormat. Aku didudukkan di sebuah kursi terbuat dari bambu depan markas itu. Tak ternyana, aku bertemu seorang kakek tua yang juga senasib denganku, umurnya yang sangat tua, berkopyah hitam terpasang miring ke kanan. Ia pun segera tersenyum kepadaku, meskipun giginya hanya tinggal satu.
"Lho, lee...kamu dibawah pak Kentara ke sini juga, toh ?" (Kentara = Tentara)
"Iya, Kek. Ibu saya sudah mereka bunuh, Kek. Sekarang saya tinggal sebatang kara, Kek."