"Ayahmu telah tiada Khusni,...", ucap istriku sambil memeluk anakku satu-satunya itu.
Tinggalah mereka berdua saat ini. Aku hanya menatap anakku yang mulai menangis untuk ayahnya yang telah tiada. Maka aku pun segera menggendongnya kembali ke permukiman rumahku.
"Sudahlah Anakku, janganlah engkau bersedih, kini ayahmu telah mencapai apa yang ia cita-citakan selama ini, kini ia tersenyum kepadaku meskipun aku tak bisa melihatnya tersenyum." Sambil ku usapi air mataku yang meleleh di pipiku.
Beberapa waktu aku bertahan di area itu, tiada makanan untuk kamu berbuka puasa, tiada uang selembar pun, jika pun punya uang, pasar pun sudah rata dengan tanah akibat ulah zionis itu. Diriku tersimpuh, aku adalah wanita yang memiliki kelemahan, aku hanya bisa melindungi anakku ini dalam ketakberdayaanku.
"Aku minta maaf kepadamu, Anakku.", Ibuku dengan mata yang lapar ketenangan itu menyapa sukmaku yang menjarit kala itu.
"Tak apa-apa, Bu. Insya Allah, aku akan menjadi seperti ayah. Aku juga memiliki cita-cita seperti ayah, aku ingin membunuh ratusan zionis itu, Bu."
Ibuku terus memelukku dalam kehangatan cinta dan kasih sayangnya.
Tapi, tiba-tiba. Beberapa kawanan zionis menyerang aku dan ibuku saat itu. Dan...
"Jdarrr ! Jdaarrr !...."
Aku pun terkena tembakan pas di kepalaku. Peluru panas itu menembus kepalaku. Diriku langsung tak sadarkan diri. Entahlah aku terkapar dengan muncratan darah yang tercecer di bajuku. Ibuku langsung memelukku. Aku pun bersyukur, ternyata doaku dikabulkan oleh Allah. Cita-citaku tercapai untuk bersama ayah di syurga.
"Aarrrggghhhh !..." aku pun menjerit, aku pun menangis, tanganku berlumuran darah anakku.