Mohon tunggu...
Joko Yuliyanto
Joko Yuliyanto Mohon Tunggu... Jurnalis - pendiri komunitas Seniman NU
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis opini di lebih dari 100 media berkurasi. Sapa saya di Instagram: @Joko_Yuliyanto

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Korban Pahala demi Nyawa

24 Agustus 2021   10:10 Diperbarui: 24 Agustus 2021   10:17 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Idul Adha atau hari raya kurban jatuh pada tanggal 20 Juli 2021. Peringatan tersebut mengenang peristiwa pengorbanan Nabi Ibrahim atas mandat Alla Swt. untuk menyembelih anaknya, Nabi Ismail. Pesan di balik kejadian tersebut adalah bagaimana seseorang mesti rela dan ikhlas melakukan apapun ketika diperintah oleh Allah Swt.

Harta, popularitas, jabatan, istri, bahkan anak merupakan titipan yang bersifat keduniawian. Sedangkan kewajiban manusia adalah menghamba, menjadi khalifah di bumi. Konsep tersebut mencakup sikap solidaritas kemanusiaan agar tetap harmonis, adil, dan sejahtera. Jangan hanya mengejar nafsu, namun melalaikan kewajiban beragama dan berkemanusiaan.

Idul kurban kedua di masa pandemi mesti dijadikan perenungan bahwa masih banyak saudara kita yang membutuhkan uluran tangan. Setiap manusia harus peka dan berempati atas musibah yang sulit diprediksi kapan akan berakhirnya. Membiasakan diri untuk rela berkorban demi kemaslahatan bersama.

Pemerintah berkorban memangkas anggaran untuk dialihkan ke penanganan pandemi, pengusaha berkorban kehilangan omset perusahaan karena aturan work from home, siswa berkorban mengurangi intensitas belajar formal, agamawan berkorban pahala dengan meniadakan kegiatan di tembat ibadah, dan masyarakat berkecukupan mengorbankan hartanya untuk saudara yang membutuhkan.

Idul Adha juga harus dijadikan refleksi untuk mengurangi sikap individualistik dan egois demi kepentingan pribadi. Bersabar dan berkorban agar kondisi kembali normal. Jangan jadikan pengorbanan banyak masyarakat gagal hanya karena beberapa orang yang tidak patuh pada aturan. Ketika ditakdirkan menjadi bangsa yang besar harus juga disertai dengan pengorbanan yang besar.

Kurban, dari kata qaraba-yaqrabu, bermakna mendekat. "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah di jalan-Nya, agar kamu beruntung." (QS. Al-Maidah: 35). Esensi pendekatan kepada ilahi adalah dengan berjihad atau mengorbankan segala hal untuk agama dan kemaslahatan umat.

Dalam kaidah fikih, kurban adalah prosesi penyembelihan hewan ternak seperti; kambing, sapi, dan onta. Hewan ternak sesungguhnya tamsil dari dominasi hawa nafsu dan syahwat. Tamsil segala kesesatan dan keburukan, kebodohan, kedengkian, buruk sangka, kemalasan, ketakaburan, kecintaan pada hal-hal material dan aspek lainnya yang harus disembelih.

Salat Ied

Dalam Surat Edaran Nomor 17 Tahun 2021, pemerintah menegaskan bahwa kegiatan malam takbiran di masjid atau musala maupun takbir keliling ditiadakan di seluruh kabupaten/kota yang diterapkan PPKM Darurat. 

Namun tidak semua masyarakat mengindahkan peraturan tersebut. Ada beberapa daerah yang siap menyelenggarakan Salat Ied dengan alasan penerapan protokol kesehatan (prokes) yang ketat.

Setelah dibuat dilema akibat PPKM Darurat karena kondisi ekonomi masyarakat bawah yang tidak mendapatkan penghasilan, pemerintah kembali dibuat gamang dengan sikap sebagian muslim yang memaksa memperingati hari raya kurban. Benturan keyakinan akan sulit didiskusikan meski dengan alasan ilmiah. 

Prinsip kematian hanya karena Allah Swt. dan hak kebebasan warga negara yang diatur konstitusi untuk menjalankan ritual ibadah menjadi kendala pemerintah melarang masyarakat beribadah.

Meskipun hukum salat ied "hanya" sunah muakad, namun karena banyak alasan masyarakat terkesan mewajibkan salat ied. Pelarangan ibadah hari raya Islam beberapa kali karena pandemi memberikan kesan diskriminatif terhadap umat muslim, meskipun di sisi lain, umat nonmuslim juga mengorbankan beberapa peringatan ibadah semasa pandemi.

Masih banyak masyarakat yang belum ikhlas berkurban. Mengorbankan "pahala" beribadah jamaah di masjid atau lapangan untuk pahala yang lebih besar, yakni keselamatan banyak orang. 

Covid-19 bukan hanya tentang kesiapan seseorang untuk mati di jalan Allah Swt. Ada kebesaran jiwa untuk lebih berpikir risiko akibat penularan virus yang lebih masif.

Kurban adalah menyembelih ego, bukan menyembelih nyawa orang karena sikap sembrono dalam bersikap. Mengajak masyarakat melawan pemerintah dengan tidak taat aturan akan mengakibatkan jatuhnya banyak korban. Idul Adha adalah momentum membunuh hewan kurban, bukan membunuh saudara kita sendiri.

Mungkin ada masih yang meragukan keberadaan Covid-19 karena merasa belum pernah divonis positif. Sedangkan imunitas masing-masing orang berbeda satu dengan yang lain. 

Bagi yang mempunyai imun kuat mungkin akan selamat dari bahaya Covid-19 jika tertular. Namun jika kita yang menulari, kita tidak bisa menjamin keselamatan orang yang ditulari. Bukankah membunuh orang akibat kelalaian dan keegoiskan kita lebih berdosa daripada mengganti Salat Ied di rumah?

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun