Mohon tunggu...
Joko_Siswanto
Joko_Siswanto Mohon Tunggu... -

tak ada kata terlambat untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Money

Integrasi Perbankan ASEAN

4 Oktober 2016   16:15 Diperbarui: 4 Oktober 2016   16:46 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keragaman dan kedalaman tingkat pembangunan sektor keuangan di ASEAN cukup kontras, bahkan di antara ASEAN-5 (Malaysia dan Singapura di satu sisi dengan Indonesia, Thailand dan Filipina di sisi lain). Apalagi antara ASEAN-5 dengan BCMLV (Brunei, Kamboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam).

Misalnya, standar aturan prudensial anggota ASEAN berbeda satu sama lain. Kalaupun sama, metode penghitungan variabel indikator prudensial bisa berbeda. Tantangan bagi ASEAN adalah standar prudensial yang diterima seluruh anggotanya.

Tantangan berikutnya adalah tersedianya kelengkapan infrastruktur stabilitas keuangan di seluruh ASEAN. Artinya, seluruh anggota ASEAN harus memiliki antara lain Lembaga Penjamin Simpanan, skema dana talangan pada saat krisis (lender of last resort), protokol manajemen krisis¸ dan perlindungan nasabah. Semua itu berperan penting terutama untuk memperkuat ketahanan sistem perbankan terhadap krisis. Namun, tidak seluruh anggota ASEAN memiliki kelengkapan infrastruktur serupa. Semakin dalam struktur keuangan, semakin perlu kesiapan infrastruktur stabilitas keuangan yang lebih baik dan lengkap.

Sebelum membicarakan prakondisi yang ketiga (peningkatan kapasitas), tantangan lain adalah kesepakatan terhadap kriteria bank ASEAN (prakondisi keempat). Bagaimana definisinya? Bagaimana kriteria bersama tentang, misalnya, tingkat kesehatan bank yang layak bagi bank ASEAN? Apakah bank ASEAN memiliki keistimewaan dibandingkan bank non-ASEAN? Beberapa pertanyaan itu harus dijawab seluruh otoritas perbankan ASEAN.

Prakondisi ketiga adalah salah satu upaya dalam menjembatani gap pada tiga prakondisi yang disebutkan di atas. Namun, skema ini pun menyimpan tantangan dalam persiapan hingga pelaksanaan. Sejauh mana anggota advanced ASEAN membantu anggota lainnya yang relatif tertinggal? Apakah cukup dengan infrastruktur lunak (misalnya harmonisasi regulasi) atau hingga infrastruktur keras (misalnya mendirikan Lembaga Penjamin Simpanan)? Siapa yang menjadi donornya? Bagaimana sistem pemantauannya?

Permintaan-penawaran

Pasar Indonesia yang sangat besar memberi anugerah sekaligus ancaman. Anugerah karena masih terbuka kesempatan bagi perbankan Indonesia memperluas basis pasarnya. Data terakhir menunjukkan, masih terdapat 62 persen rumah tangga yang belum memiliki tabungan (Survei Rumah Tangga 2010).

Dari sisi pembiayaan, kredit perbankan kuartal I-2012 tumbuh 26 persen, melonjak melampaui target 23-24 persen. Dari kedua sisi permintaan-penawaran, tampak bahwa potensi meningkatkan akses terhadap bank (dan inklusi keuangan pada umumnya) masih terbuka luas.

Pasar Indonesia yang besar juga dapat menjadi ancaman karena kehadiran asing. Dengan kekuatan modal asing yang lebih besar, teknologi lebih maju, jejaring global, dan kualitas sumber daya manusia yang lebih andal, bank asing bisa jadi ”momok” bank lokal. Saat ini setidaknya ada 10 kantor cabang bank asing (100 persen saham milik asing), 30-an bank campuran, dan 20-an bank domestik yang sebagian sahamnya dikuasai asing.

Di tingkat ASEAN, efisiensi perbankan nasional kita (BOPO 83 persen) masih berada di bawah Filipina (69 persen), Thailand (54 persen), Singapura (51 persen), dan Malaysia (50 persen). Namun, pasar Indonesia masih sangat potensial, tecermin dari rasio kredit per PDB yang relatif rendah dibandingkan negara ASEAN lain. Disimak dari kekuatan modal dan aset, posisi perbankan Indonesia di ASEAN tampaknya satu kelompok dengan bank-bank di Thailand, tetapi relatif tertinggal dibandingkan Malaysia dan Singapura.

Dengan kondisi seperti itu, wajar bila belakangan ini berkembang pendapat dan keinginan dari berbagai kalangan untuk memproteksi pasar dalam negeri, menuntut asas resiprokal, dan meninjau kembali aturan kepemilikan. Ketiga hal itu membutuhkan jawaban atas tata kelola perbankan yang prima dan prinsip prudensial yang terjaga. Saatnya segera berbenah mumpung masih ada waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun