Namun pada tahap selanjutnya, seiring waktu pun kondisi internal dan eksternal organisasi pun semakin kompleks sehingga bagi organisasi yang mau untuk tetap bertahan dan sembari itu melakukan peningkatan pada berbagai bidang yang ada, maka akan mengalami fase kebangkitan. Akan tetapi, jikalau organisasi berada dalam kondisi yang tetap dan tidak melakukan peningkatan kinerjanya maka organisasi tersebut akan mengalami fase penurunan yang dapat mengarah kepada kematian organisasi.
Lebih lanjutnya, Greiner (1972:38-39) menyatakan bahwa terdapat dua dimensi utama yang menandakan organisasi melakukan pertumbuhan, yaitu dimensi ukuran dan usia organisasi. Seperti pada Gambar 2 yang memperlihatkan adanya pertumbuhan suatu organisasi yang diperlihatkan dari ukuran yang semakin berkembang dan umur dari organisasi yang bertambah setiap waktunya.
Greiner (1972) mengungkapkan bahwa adanya lima fase pertumbuhan yang akan dialami oleh organisasi, yaitu fase pertama: kreativitas (creativity), fase kedua: arahan (direction), fase ketiga: deligasi (delegation), fase keempat: koordinasi (coordination), fase kelima: kolaborasi (collaboration). Setiap fase yang akan dilalui oleh organisasi untuk bertumbuh pun diiringi dengan lima krisis yang dapat terjadi, yaitu krisis pertama: kepemimpinan (leaderhip), krisis kedua: otonomi (autonomy), krisis ketiga: kontrol (control), krisis keempat: “pita merah” yang berarti birokrasi (red tape), dan krisis kelima: krisis perkembangan berkelanjutan. Kelima fase inilah yang sangat erat hubungannya dengan model OLC yang menyatakan pemahaman yang sama, yaitu menjelaskan bahwa adanya hubungan antara organisasi dan makhluk hidup, dimana terjadinya proses pertumbuhan dari waktu ke waktu.
Kondisi ini pun tentu sama dengan yang dialami oleh setiap makhluk hidup, secara khusus manusia. Sejak manusia dilahirkan, bertumbuh, beraktivitas, bekerja, membangun komunitas, dan memulai peradaban di bumi ini pun pada dasarnya merupakan bagian dari usaha untuk bertahan hidup dan tantangan yang terjadi di setiap fase pertumbuhan manusia pun akan semakin kompleks dan tak menentu. Jika manusia tidak mau melakukan usaha untuk bertahan hidup, maka tentu saja akan mengalami kepunahan dan hal ini pun berlaku pada organisasi pula, sehingga diperlukannya daya upaya untuk menaklukkan kekompleksitasan kondisi yang tak menentu dan sulit diprediksi.
Kondisi Backstagedan Onstageyang Uncertainty
Ihalau (2014) menjabarkan bahwa keberadaan suatu organisasi dipengaruhi oleh kondisi backstage dan onstage. Kondisi backstagemerupakan kondisi dari internal organisasi yang memuat orang-orang (people) sebagai penggerak roda organisasi dan aktivitas-aktivitas (activities) yang dilakukan agar organisasi dapat terus bergerak. Sedangkan pada kondisi onstage merupakan kondisi dari lingkungan mikro (micro environment) yang memuat pasar (market), dan industri yang berisi para kompetitor (industry and competitor).
Lebih lanjutnya, dijabarkan bahwa lingkungan mikro pun memuat beberapa komponen penting yang memberikan pengaruh besar bagi organisasi, yaitu alam-geografi (termasuk ekologi), demografi, politik-legal, ekonomi, sosial-budaya-agama, teknologi & informasi (TI), serta regional dan global. Lebih lanjutnya, Ihalau (2014) menyatakan bahwa organisasi perlu mencapai kondisi yang fit antara kondisi backstage yang memiliki sumber daya dan pekerja yang terbatas dengan kondisi onstage yang selalu berubah dan tidak dapat diprediksi secara tepat.
Sebagaimana kita ketahui bahwa kondisi lingkungan merupakan hal yang sangat kompleks, sebab banyak para ahli berusaha melakukan prediksi akan masa mendatang, namun tak sedikit pula hasil analisa dengan berbagai rumus perhitungan pun meleset. Salah satu contoh yang sering didengar yaitu banyaknya usaha-usaha startup gulung tikar karena tidak dapat mengimbangi antara kemampuan yang dimiliki organisasi dengan kebutuhan pasar yang berubah tak menentu.