Mendengar kota Lhasa di Tibet, salah satu provinsi paling barat daya Tiongkok, kita pasti akan membayangkan pula pegunungan Himalaya yang menjulang tinggi berselimut salju, serta terasa mistis.Â
Dengan ketinggian 3.650 meter di atas permukaan laut, Lhasa dijuluki sebagai salah satu kota tertinggi di dunia. Lhasa yang berarti "tempat tinggal para dewa" merupakan salah satu kota penting bagi umat Buddha seluruh dunia.
Di kota yang dikelilingi oleh pegunungan berpuncak salju ini, Lhasa, menawarkan kekhasan spiritualitas, sebagaimana di setiap jejak langkah akan tercium aroma dupa cendana dan gaharu, serta terdengar bunyi gumaman mantra, dari para peziarah.Â
Ketika pertama kali menginjakkan kaki ke Lhasa, langkah berikutnya adalah sebuah perjalanan menuju spiritualitas yang kental, serta memahami bagaimana masyarakat menjalani kehidupannya dengan tenang serta menjunjung tinggi kedamaian.
Bepergian di Lhasa yang berketinggian lebih dari 3000 meter tentu akan mudah merasakan pusing dan capek karena kekurangan oksigen, apalagi jika sudah terbiasa hidup di dataran rendah.Â
Untuk mengatasi penyakit ketinggian atau altitude sickness ini, selalu disarankan untuk minum obat selama seminggu sebelum pergi, namun pada praktiknya, tetap saja dapat merasakan pusing dan kelelahan.Â
Oleh karena itu, ketika baru tiba di Lhasa jangan berkegiatan terlalu berat, jangan berlari, dan jangan mendaki gunung. Biarkan fisik kita terbiasa dengan minimnya oksigen terlebih dahulu.
Lhasa termasuk salah satu kota suci yang mana cukup sulit untuk dikunjungi, apalagi dalam sejarahnya kota ini pernah dijuluki "kota terlarang" oleh Alexandra David-Nel, seorang penjelajah serta penulis asal Perancis. Ia dianggap sebagai orang Eropa pertama yang menginjakkan kakinya di Lhasa, pada ekspedisinya tahun 1923.Â
Untuk mencapai wilayah Tibet dan masuk ke Lhasa, dia menggunakan kefasihannya serta pemahamannya dalam berbahasa dan budaya Tibet, menyamar sebagai pengemis juga sebagai peziarah, serta melewati medan dan menghadapi cuaca ekstrim.
Pada saat itu, Lhasa sebagai kota suci bagi Buddhisme Tibet, sulit ditembus bagi orang dari luar, apalagi orang asing, sehingga kemisteriusan masih menggaung hingga kini.Â